Keempat: Melatih Kritis dan Analitis; Melakukan riset sosial menuntut keterampilan kritis dan analitis. Talenta muda akan terbiasa menganalisis data, membedah pola-pola tertentu, dan membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang ada. Keterampilan ini penting dalam menghadapi tantangan di era 5.0 yang kompleks, karena mereka akan mampu mengambil keputusan yang lebih bijak dan berlandaskan data, bukan sekadar intuisi.
Kelima: Membangun Rasa Empati dan Keterlibatan Sosial; Riset sosial bukan hanya soal analisis data, tetapi juga keterlibatan langsung dengan masyarakat.
Melalui pendekatan ini, talenta muda dapat membangun rasa empati dan memahami konteks sosial yang ada. Mereka tidak hanya melihat angka, tetapi juga pengalaman dan suara dari individu yang terkena dampak. Rasa empati ini penting agar inovasi yang dihasilkan tidak hanya efektif, tetapi juga diterima oleh masyarakat.
Menghadapi tantangan era 5.0 menuntut pendekatan yang lebih mendalam dan komprehensif, terutama dalam memahami masalah sosial yang kompleks. Riset sosial menawarkan kesempatan bagi talenta muda untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan merancang solusi yang berdampak jangka panjang.
Oleh karena itu, perlu ada dukungan dari berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan dan pemerintah, untuk mendorong penelitian sosial di kalangan generasi muda.
Rekomendasi ini mencakup peningkatan program pendidikan berbasis riset, penyediaan dana penelitian bagi pelajar, serta pembentukan komunitas riset yang mendorong kolaborasi. Dengan langkah-langkah ini, generasi muda akan siap menghadapi era 5.0 dan berkontribusi pada Indonesia Emas 2045.
Wallhu A'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H