Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

“Learning to Explore, Develop, and Serve”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerjasama dengan Budayawan dan Seniman dalam Menghidupkan Kembali Pantun: Meningkatkan Talenta Muda di Era Bonus Demografi 2030

4 Agustus 2024   05:56 Diperbarui: 4 Agustus 2024   07:02 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerjasama dengan Budayawan dan Seniman dalam Menghidupkan Kembali Pantun: Meningkatkan Talenta Muda di Era Bonus Demografi 2030

Oleh: A. Rusdiana

Pantun merupakan salah satu bentuk puisi tradisional yang memiliki nilai budaya dan sejarah penting di Indonesia. Namun, keberadaannya semakin terpinggirkan oleh perkembangan zaman dan dominasi budaya modern. Di tengah menjelangnya era bonus demografi 2030, pemuda Indonesia perlu mengembangkan keterampilan budaya sebagai bagian dari pembentukan karakter dan identitas. Teori pembangunan budaya (cultural development theory) menunjukkan bahwa melibatkan budaya dalam pendidikan dan pengembangan pribadi dapat memperkuat identitas nasional dan membangun soft skills yang penting bagi perkembangan pribadi dan profesional. Meskipun ada kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya, integrasi pantun dalam pengembangan talenta muda masih kurang. Oleh karena itu, perlu adanya strategi efektif untuk menghidupkan kembali pantun melalui kerjasama dengan budayawan dan seniman. Tulisan ini penting untuk menunjukkan bagaimana kerjasama dengan budayawan dan seniman dapat memperkuat upaya pelestarian pantun sekaligus meningkatkan talenta muda, yang menjadi kunci dalam memanfaatkan bonus demografi Indonesia di tahun 2030. Mari kita breakdown, satu persatu:

Pertama: Peran Budayawan sebagai Mentor: Budayawan dapat berfungsi sebagai mentor yang membimbing generasi muda dalam memahami dan mempraktikkan pantun. Mereka dapat memberikan pengetahuan mendalam tentang sejarah, struktur, dan makna pantun, serta cara menulis dan mengungkapkannya dengan kreativitas.

Kedua:  Workshop dan Pelatihan: Mengadakan workshop dan pelatihan yang melibatkan budayawan dan seniman untuk memperkenalkan pantun kepada siswa dan mahasiswa. Kegiatan ini dapat mencakup sesi praktik langsung, di mana peserta belajar membuat pantun dan menyampaikannya dengan teknik yang benar.

Ketiga: Kolaborasi dalam Acara Budaya: Menyelenggarakan acara budaya yang menampilkan pantun sebagai salah satu program utama, dengan melibatkan seniman dan budayawan sebagai pembicara, juri, atau penampil. Acara ini dapat menjadi platform bagi generasi muda untuk menampilkan kreativitas mereka dan mendapatkan apresiasi. Keempat: Integrasi dalam Kurikulum Pendidikan: Memasukkan pantun sebagai bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dengan dukungan dari budayawan. Ini akan memastikan bahwa generasi muda mendapatkan pendidikan yang menyeluruh tentang pantun dan aplikasinya dalam konteks modern.

Kelima: Media Sosial dan Platform Digital: Memanfaatkan media sosial dan platform digital untuk mempromosikan pantun dan aktivitas terkait. Budayawan dan seniman dapat berkolaborasi dalam membuat konten yang menarik dan edukatif, sehingga pantun dapat dijangkau oleh audiens yang lebih luas dan lebih muda.

Kerjasama dengan budayawan dan seniman memiliki potensi besar dalam menghidupkan kembali pantun dan meningkatkan talenta muda. Dengan peran aktif mereka sebagai mentor, pelatih, dan pembicara, serta melalui berbagai kegiatan budaya dan pendidikan, pantun dapat menjadi bagian integral dari pembentukan karakter dan identitas generasi muda. Untuk itu perlu melakukan: 1) Mengidentifikasi dan melibatkan budayawan serta seniman yang berkomitmen dalam pelestarian pantun. 2) Menyelenggarakan workshop dan acara budaya secara rutin untuk memperkenalkan pantun kepada generasi muda. 3) Mengintegrasikan pantun dalam kurikulum pendidikan dan memanfaatkan media sosial untuk promosi. 4) Membangun kemitraan antara sekolah, perguruan tinggi, dan komunitas budaya untuk dukungan berkelanjutan.

Dengan pendekatan ini, pantun dapat menjadi alat yang efektif dalam pengembangan talenta muda, memperkuat identitas budaya, dan mempersiapkan Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi pada tahun 2030. Wallahu A'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun