Mohon tunggu...
Ahmad Ihsan Subagja
Ahmad Ihsan Subagja Mohon Tunggu... Guru - Warga Negara Indonesia

SDM Medioker

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lagu "Satu Bulan" oleh Bernadya dan Kaitannya dengan Konsep Empirisme

18 Oktober 2024   06:30 Diperbarui: 18 Oktober 2024   06:32 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagu "Satu Bulan" yang dinyanyikan oleh Bernadya telah menarik perhatian banyak orang berkat liriknya yang puitis dan mendalam. Lagu ini menggambarkan pengalaman cinta, kerinduan, dan perjalanan emosional yang sering terjadi dalam suatu hubungan. Lagu ini tidak hanya menawarkan lirik yang indah, tetapi juga menggambarkan perjalanan emosional yang kaya dalam hubungan cinta. Setiap bait membawa kita melalui pengalaman yang mendalam, mencerminkan bagaimana perasaan cinta dan kerinduan terbentuk dari pengalaman nyata.

Dalam konteks empirisme, lagu ini menegaskan bahwa pengetahuan kita tentang cinta berasal dari pengalaman inderawi yang kita jalani. Melalui interaksi, kenangan, dan refleksi, kita dapat memahami dan menghargai makna cinta dalam hidup kita. 

Empirisme sebagai konsep filsafat secara khusus lebih dikenal dalam konteks pemikiran filsuf modern seperti John Locke, yang mengatakan bahwa pikiran manusia pada dasarnya adalah "tabula rasa" (lembaran kosong) yang diisi oleh pengalaman. Menurutnya, semua pengetahuan berasal dari pengalaman, baik yang bersifat sensori (indrawi) maupun reflektif. Dalam konteks lagu "Satu Bulan". Setiap bait menggambarkan pengalaman emosional yang dihadapi dalam hubungan cinta.

ilustrasi dibuat oleh AI
ilustrasi dibuat oleh AI

Membedah Tiap Bait Lagu "Satu Bulan" Oleh Bernadya

Bait pertama: Kesedihan karena baru putus cinta

Belum ada satu bulan
Ku yakin masih ada sisa wangiku di bajumu
Namun, kau tampak baik saja
Bahkan senyummu lebih lepas
Sedang aku di sini hampir gila
 

Padada bait pertama menjelaskan tentang perpisahan dan rasa sakitnya berasal dari pengalaman yang baru saja dialami. Kemudian bait ini menunjukkan bagaimana pengalaman indrawi (seperti mencium aroma parfum) dapat membangkitkan kenangan dan mempengaruhi perasaan saat ini.

Dalam konteks empirisme, bait ini mencerminkan bagaimana pengalaman langsung dan pengamatan membentuk pengetahuan penulis tentang cinta, kerinduan, dan perpisahan. Emosi yang dialami tidak hanya sekadar abstraksi, tetapi berakar pada pengalaman nyata yang memberikan makna dan pemahaman lebih dalam tentang hubungan. Pengetahuan tentang cinta, baik dalam keadaan bahagia maupun sedih, dibentuk oleh interaksi dan pengalaman yang telah dilalui.

Bait Kedua: Kegagalan membangun komitmen dalam hubungan

Kita tak temukan jalan
Sepakat akhiri setelah beribu debat panjang
Namun kau tampak baik saja
Bahkan senyummu lebih lepas
Sedang aku di sini belum terima

Pada bait kedua ini mengindikasikan kegagalan mencapai kesepakatan atau solusi dalam hubungan. Secara empiris, ini berarti kedua pihak telah melalui proses panjang mencoba mencari jalan keluar, tetapi berdasarkan pengalaman dan observasi (ciri utama empirisme), mereka menyadari bahwa jalan itu tidak ada.

Proses debat dan diskusi adalah cara berbasis pengalaman (empirisme) untuk menguji argumen dan perasaan. Namun, meskipun ada usaha berulang-ulang melalui dialog, pengalaman mereka membuktikan bahwa perpisahan adalah satu-satunya pilihan.

Bait Ketiga: Emosional setelah perpisahan

Bohongkah tangismu sore itu di pelukku?
Nyatanya pergiku pun tak lagi mengganggumu
Apa sudah ada kabar lain yang kau tunggu
?

Pada bait ketiga menggambarkan tangisan yang tampak tulus saat itu kini terasa meragukan, mencerminkan keraguan dan kebingungan tentang perasaan yang sebenarnya. Kemudian menunjukkan bahwa setelah perpisahan, seseorang akan menyadari bahwa kepergiannya tidak berdampak besar pada mantan pasangan.

Ada rasa sakit yang muncul dari kenyataan bahwa hubungan yang dulu dianggap penting kini tampak tidak berarti. Menceritakan pula tentang seseorang yang bertanya - tanya apakah mantannya kini menunggu orang lain. Ini menciptakan nuansa kerinduan dan kecemburuan, di mana penulis merasa cemas tentang kemungkinan mantan pasangan telah melanjutkan hidup tanpa dirinya.

Bait Keempat (reff): Kecemasan karena akan tergantikan oleh orang baru

Sudah adakah yang gantikanku
Yang khawatirkanmu setiap waktu
Yang cerita tentang apa pun sampai hal-hal tak perlu
Kalau bisa, jangan buru-buru
Kalau bisa, jangan ada dulu

Pada bait ini menceritakan seseorang yang ingin mengungkapkan keraguan dan rasa cemas tentang apakah mantan pasangan telah menemukan pengganti. Ini mencerminkan perasaan kehilangan dan ketidakpastian yang sering muncul setelah perpisahan, kemudian berharap mantan pasangan tidak terburu-buru untuk melanjutkan hidup atau menemukan pengganti. Ini mencerminkan keinginan untuk memberi waktu bagi diri sendiri dan mantan pasangan untuk merenungkan perpisahan.

Dalam konteks empirisme, pengetahuan penulis tentang cinta dan kehilangan berasal dari interaksi dan pengalaman nyata. Karena ada harapan mantan pasangan tidak terburu-buru untuk melanjutkan hidup atau menemukan pengganti. Ini mencerminkan keinginan untuk memberi waktu bagi diri sendiri dan mantan pasangan untuk merenungkan perpisahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun