Mohon tunggu...
Ahmad Abni
Ahmad Abni Mohon Tunggu... Guru - Manusia akan mencapai esensi kemanusiaannya jika sudah mampu mengenal diri melalui sikap kasih sayang

Compasionate (mengajar PPKn di MTsN Bantaeng)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petuah yang Terlupa

21 Februari 2021   05:09 Diperbarui: 21 Februari 2021   05:40 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gridmotor.motorplus-online.com

Sudah menjadi kebiasaan saya di kelas untuk menceritakan kisah-kisah bijak agar siswa menumpahkan perhatiannya kepada materi yang akan saya bawakan. Faktor itulah mungkin yang membuat siswa selalu rindu dengan kehadiran saya meski itu diluar job mengajar saya.

Sehari sebelumnya memang saya telah memberikan wejangan dan petuah kepada siswa disela-sela materi pelajaran. Petuahnya terkait bagaimana harusnya kita sebagai manusia bersikap dan memperlakukan alam dengan hormat dan santun sehingga alam pun membalas dengan sikap yang sama.

Bagaimana posisi kita ketika bangun dari tidur malam, bagaimana cara ketika meninggalkan tempat tidur sampai bagaimana cara ketika memijakkan kaki di atas tanah ketika pertama turun dari rumah dan bepergian meninggalkan rumah.

Finger print yang merekam kehadiran di sekolah ditutup setiap jam 07.30 wita. Pagi itu, jam arlojiku sudah hampir menunjukkan pukul 07.00 wita sementara perjalanan menuju sekolah  membutuhkan sekitar 30 menit dari rumah, itu pun kalau kecepatan motor rata-rata 70 km/jam.

Hari ini sudah pasti telat. Tentu sebagai seorang guru sangat pantang bagi saya untuk terlambat masuk kerja. Tapi hari ini entah dimulai dari mana awal penyebab sampai saya, istri dan putra sulungku yang masih duduk dibangku TK berangkat kesiangan.

Pikiran sudah mulai kacau bersambut suara menggerutuh, kesal dalam hati entah ingin menyalahkan siapa. Mungkinkah si sulung yang terlambat mandi karena pagi-pagi masih nonton tivi. Untungnya putra keduaku untuk sementara waktu ikut tinggal sama neneknya sehingga terhindar dari kambing hitam keterlambatan hari ini.

Ataukah istri saya yang lalet memasak menyiapkan sarapan. Maklumlah istri saya sementara mengandung anak ketiga, usia kandungannya sudah lewat enam bulan sehingga semua pergerakannya ikut lambat. Atau mungkin saya sendiri yang terlalu asyik memainkan jari-jari pada keyboard laptop untuk sebuah tulisan sampai lupa ternyata matahari sudah meninggalkan peraduannya.

Segalanya serba tergesa-gesa. Bahkan seingat saya ritual baca doa bepergian luput dari perhatianku. Pikiranku dikuasai rasa was-was dan kesal. Tidak lagi peduli dan seakan lupa semua akan pesan-pesan orang tua sebelum meninggalkan rumah.

Saya yang menjadi joki motor harusnya memperbaiki dan menenangkan perasaan sebelum berangkat. Tapi di pagi itu fokus saya harus sampai di sekolah sebelum finger print ditutup, itu saja. 

Rabu di bulan Desember 2015 kali itu memang cuacanya cerah namun sungguh muram bagi keluarga kami. Motor melaju dengan kencangnya, si sulung sengaja saya dudukkan di hadapan saya karena khawatir mengganggu keleluasaan ibunya yang sedang berbadan dua.

Blus hamilnya yang terurai sempat saya perhatikan dan saya tegur agar diangkat dan tidak menyentuh rantai motor. Helm istriku kemarinnya tertinggal di sekolahnya. Terpaksa kami menempuh jalan alternative untuk menghindari adanya razia di jalan utama. Jalan alternative sama mulusnya dengan jalan utama, yang membedakan hanya luas dan keramaiannya saja.  

Jarak tempuh kami sudah kurang lebih satu kilo meter. Namun naas bagi kami. Tarikan tali gas hampis sampai di penyangga tetiba ban bekang motor berhenti berputar. Resultant gaya gesekan ban dengan aspal menyeriakkan bunyi melengking.

Dalam alam kesadaran saya terbesik dan membuat sangkaan. Mungkin sepalang kayu memalang di terali. Teriak suara perempuan beriringan dengan tidak seimbangnya laju motor, beban motor sudah diluar kendali saya.

Si sulung melompat namun mampu saya dekap sehingga mengurangi luka parahnya. Hanya lecet di siku dan lutut tapi suara tangis dan rasa takutnya membuat saya khawatir. Saya tetap tetap terjaga dan menyadari bahwa kami baru saja mengalami kecelakaan tunggal.

Motor tergeletak dengan lilitan kain hitam tepat di gir-nya. Ternyata hampir tiga perempat blus hamil istri saya digulung gir sampai membentuk sebuah konde. Tepat di depan mata saya. Istri saya tengkurap lemas tak berdaya dan tidak sadarkan diri. Dalam keadaan itu tangan kanannya masih tetap memegang perutnya yang besar melindungi janin buah hati kami.

Sontak saja saya dekap istri dan saya balikkan badannya. Darah segar mengucur di telinga kanannya, bedak di pipinya kini hilang dengan kulit termakan aspal, gincu di bibir bertukar dengan merahnya darah. Teriakan memohon pertolongan, ratapan dan doa-doaku belum juga membuatnya siuman.

Kerumunan orang mulai sesak di jalanan berusaha memberikan pertolongan semampu mereka. Blus yang melilit di gir seperti tali kapal tak mampu dipotong dengan gunting, untung celurit seorang petani mampu menyelesaikan satu masalah ini. Yang lain pun mencoba menghubungi call center 113 Brigade Siaga Bencana (BSB) sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dan kedaruratan di daerah kami.

Dengan tenaga yang masih tersisah, saya kuatkan diri untuk mengangkat dan membaringkannya di bale-bale dekat TKP. Celana training sedikit membantunya tetapi tetap saja sedikit auratnya tersingkap. Beruntung selembar sarung pemberian warga mengantikan blus yang koyak tak berpola.

Suara sirine ambulance dari kejauhan, dan tentu saja keajaiban dari Sang Maha Pemberi hidup membuatnya siuman. Ia bahkan sempat bertanya, apa yang barusan terjadi. Dan saya jawab dengan Alhamdulillahi rabbil alamin, syukur kepada Tuhan atas keajaiban ini.

Di rumah sakit, kami bertiga mendapatkan perawatan yang maksimal. Istriku menjalani perawatan yang serius. Darah segar yang mengucur di telinga hanya bersumber dari robekan bagian luar telinga bukan dari otak, luka robek di bagian bibir dan dagu mendapakan jahitan sementara luka serutan aspal diolesi dengan antiseptic. Penangan pun berlanjut di ruang ultrasonography (USG) untuk mengetahui kondisi janin, dan hasilnya membuat pikiran dan perasaan saya lega.

Peristiwa ini tak akan terlupakan khusnya bagi kami. Kami telah banyak memetik pelajaran berharga dengan cobaan ini. Keselamatan kita berada dalam genggaman Tuhan. Di mana pun tempatnya, termasuk di atas kendaraan jangan sesekali lupa akan penggenggam keselamatan itu. Ampuni kami ya Allah atas segala kekhilafan yang kami lakukan. [ ] 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun