Pemilu serentak yang dilaksanakan pada 27 November 2024 membawa beragam dinamika dalam proses demokrasi. Salah satu persoalan yang menjadi sorotan utama adalah ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN). Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ASN, yang seharusnya bersikap integritas dan trasnparan, justru memanfaatkan fasilitas negara untuk mendukung salah satu pasangan calon. Situasi ini berpotensi mengganggu prinsip keadilan dalam proses pemilu. Padahal, pemerintah telah mengatur secara tegas larangan bagi ASN untuk terlibat dalam politik praktis. Hal ini dituangkan dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyebutkan bahwa ASN wajib menjaga netralitas dan bebas dari pengaruh atau intervensi kelompok maupun partai politik. Aturan ini bertujuan memastikan ASN tetap fokus pada tugas pelayanan publik tanpa terganggu oleh kepentingan politik tertentu. Namun, dalam setiap pelaksanaan pemilu, pemberitaan mengenai pelanggaran netralitas oleh oknum ASN selalu menjadi isu yang marak terjadi. Kasus-kasus ini mencakup keterlibatan ASN dalam kampanye, penggunaan fasilitas negara untuk mendukung pasangan calon, hingga keberpihakan terbuka di media sosial. Kondisi ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat serta penegakan hukum yang konsisten demi menjaga integritas pemilu.
Laporan Dugaan Ketidaknetralan ASN dalam Pilkada 2024
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat terdapat 433 kasus dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selama Pilkada 2024. Selain itu, terdapat juga 59 peristiwa dugaan pelanggaran politik uang atau money politics. Hal itu diungkapkan Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja ketika rapat perdana bersama Komite I DPD RI, yang juga dihadiri oleh jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Salah satu dugaan ketidaknetrlan ASN terjadi di Kabupaten Jember. Menurut, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Jember, Wiwin Riza Kurnia, menjadi sorotan dalam isu yang sedang hangat diperbincangkan terkait pelanggaran ketidaknetralan kepala desa di Jember. Informasi ini berasal dari laporan resmi yang disampaikan melalui media ANTARA oleh jurnalis Zumrotun Solichah. Masalah ketidaknetralan kepala desa ini mendapat perhatian serius dari Bawaslu Jember, yang berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam proses pemilu menaati peraturan yang berlaku. Laporan/temuan dugaan pelanggaran yang masuk di Bawaslu Jember untuk terlapor paling banyak yakni kepala desa sebanyak tujuh laporan, ASN sebanyak empat laporan, penyelenggara sebanyak empat laporan, kemudian enam laporan baik dari pasangan calon no urut 1 dan 2. Â Bawaslu menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk menangani dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kepala desa, termasuk upaya pencegahan dan penegakan hukum sesuai regulasi.
Ketegasan KASN dan Bawaslu dalam Mengawal Netralitas ASNÂ
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) secara resmi menjalin kerja sama untuk mengawasi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selama penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini ditandatangani oleh Ketua KASN, Prof. Agus Pramusinto, dan Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk respons terhadap potensi pelanggaran netralitas ASN yang dapat memengaruhi proses demokrasi. Dalam kerja sama ini, Bawaslu berhak melaporkan atau menindak ASN yang terbukti melanggar prinsip netralitas. Diharapkan, upaya bersama ini dapat menciptakan Pemilu yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi politik ASN. Penandatanganan ini menegaskan komitmen kedua lembaga untuk menjaga profesionalisme dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu.
Sanksi bagi ASN pelanggar netralitas pilkada
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilu diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa setiap pegawai ASN harus mematuhi asas netralitas dengan tidak berpihak pada pengaruh atau kepentingan tertentu. Untuk menjaga netralitas ini, ASN dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik. Ketentuan ini diperkuat dalam Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang memberikan pedoman tegas terkait pelanggaran netralitas ASN. Sanksi atas pelanggaran disiplin netralitas dibagi menjadi hukuman ringan, sedang dan berat. Hukuman sedang meliputi pemotongan tunjangan kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6, 9, hingga 12 bulan. Sementara itu, hukuman berat dapat berupa penurunan jabatan selama 12 bulan, pembebasan jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sanksi-sanksi ini juga mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Selain itu, jenis pelanggaran dan sanksi netralitas ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, serta Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021. Pelanggaran disiplin dikelompokkan menjadi tiga kategori: pelanggaran ringan, sedang, dan berat, dengan sanksi yang bervariasi tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Daftar PustakaÂ
https://www.bkn.go.id/jenis-pelanggaran-dan-sanksi-netralitas-asn-selama-pemilu-2024-2/
https://www.kasn.go.id/id/publikasi/kasn-terima-417-laporan-dugaan-pelanggaran-netralitas-asn-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H