Mohon tunggu...
Ahmad Habibi
Ahmad Habibi Mohon Tunggu... Freelancer - Fulltime writer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Freelance copywriter dan jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Puan Maharani Membicarakan Keterwakilan Perempuan dalam Kepemimpinan Bangsa

17 Juni 2021   21:40 Diperbarui: 17 Juni 2021   21:47 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski masih lama, Pemilu 2024 mendatang sudah marak dibicarakan dan menjadi pemberitaan. Diskusi menarik lainnya yang kemudian timbul di pusaran berita Pemilu 2024 adalah keterwakilan perempuan dalam peta kepemimpinan Indonesia di masa mendatang.

Ketua DPR RI Puan Maharani sempat menyatakan bahwa perempuan butuh berpolitik karena politik butuh perempuan. Menurutnya, perempuan saat ini telah banyak aktif dan mengambil peran yang strategis, baik itu ekonomi, sosial, lingkungan hidup, olahraga, ilmu pengetahuan, riset, dan lain sebagainya.

"Di bidang politik, sudah banyak yang dicapai oleh perempuan Indonesia. Di DPR RI  ada peningkatan jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota (dewan)," kata Puan dalam acara Webinar Peluang Perempuan dalam Pilkada Serentak pada 2020.

Menurutnya, pada periode 2014-2019, ada sekitar 17 persen anggota DPR perempuan. Angka itu meningkat menjadi sekitar 21 persen pada dan di periode 2019-2024 jumlahnya meningkat menjadi sekitar 21 persen. Selain itu, anggota dewan perempuan juga banyak yang mengambil posisi sebagai pimpinan Alat Kelengkapan Dewan dan menjadi kepala daerah.

Namun, angka tersebut masih harus ditambah lagi. Pasalnya, kenaikan angka pemimpin perempuan per tahun belum signifikan. Pada Pilkada 2015, hanya ada 8,7 persen perempuan yang memenangkan Pilkada. Tahun berikutnya di 2017, perempuan yang menang di Pilkada terbatas di 5,9 persen. Menyusul pada Pilkada 2018, terdapat 31 perempuan dari total 342 orang atau 9,06 persen yang terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

Terbaru, dalam Pilkada serentak 2020, hanya terdapat 157 calon perempuan. Itu berarti jumlah calon perempuan baru sebesar 10,6 persen. Sementara, representasi perempuan dalam politik, salah satunya dengan affirmative action kuota 30 persen bagi perempuan sebagai calon legislatif di pemilu.

Dalam keterbatasan ini, Puan tetap percaya bahwa representasi perempuan dapat diwakilkan secara substansi. "Karena walaupun secara representasi kita masih terbatas, tetapi perempuan Indonesia harus terus bergotong royong dalam mendorong agar agenda-agenda kesetaraan gender turut diperbincangkan dan diperjuangkan oleh para calon kepala daerah," katanya.

"Kita harus mengingatkan dan meyakinkan banyak orang bahwa menyertakan perempuan dalam proses pembangunan bukanlah sekedar kebijakan afirmatif, tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan harkat dan martabat manusia," lanjut Puan. 

Puan berharap ke depannya, perempuan dapat lebih memacu diri untuk meningkatkan kapasitas serta kualitasnya. Poin yang utama juga meningkatkan kepercayaan diri untuk yakin akan kemampuannya.

Dalam sejarah kesetaraan peran perempuan dan laki-laki dalam memimpin negara, Indonesia sebenarnya sudah lebih unggul. Tidak banyak negara yang memiliki presiden perempuan, tetapi Indonesia sudah pernah punya kepala negara perempuan yaitu Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.

Kebutuhan akan pemimpin perempuan diperlukan guna meringankan tantangan sebagian besar perempuan yang masih menghadapi berbagai kendala dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Menghadapinya, dibutuhkan pemimpin perempuan yang tegas akan keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung perempuan.

"Itulah mengapa perempuan butuh berpolitik," kata Puan.

Karena keterwakilan perempuan, menurut Puan, bukan tentang keinginan dominas, melainkan menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan pelakunya laki-laki maupun perempuan.

Cucu Proklamator itu menyampaikan pesan sang kakek yang pernah menyebutkan bahwa peran perempuan dan laki-laki itu sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayapnya sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Namun, bila salah satu sayap patah, maka burung itu sama sekali tidak bisa terbang.

"Inilah semangat yang harus kita tanamkan bersama dalam membangun dunia di mana perempuan dan laki-laki dalam harkat, martabat, kemajuan, dan kesejahteraan yang sama," kata Puan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun