Mohon tunggu...
Ahmad Habibi
Ahmad Habibi Mohon Tunggu... Freelancer - Fulltime writer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Freelance copywriter dan jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Tren Perempuan Memimpin, Ketua DPR Puan Maharani Percaya Perempuan Urus Rumah dan Pekerjaan

14 Juni 2021   14:44 Diperbarui: 14 Juni 2021   14:53 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Deddy Corbuzier pernah berseloroh dengan Ketua DPR Puan Maharani bahwa ada stigma perempuan yang menjadi pemimpin, mengurusi masalah-masalah besar, atau memiliki pendidikan tinggi itu tidak bisa memasak. Puan langsung menukas dengan berkata bahwa pemikiran seperti ini tidaklah benar.

"Salah, (saya) bisa masak. Tapi tidak tiap hari masak. Saya bisa masak ayam goreng, nasi goreng, perkedel, bakso. (Saya) tetep perempuan, rumah tetep diurus," kata Puan kepada Deddy dalam acara "Jendela Ramadan" tahun 2020.

Tak berhenti di situ, Deddy kembali bertanya karena tahu kesibukan Puan sebagai Ketua DPR. Dengan santai Puan menjawab bahwa mekanisme yang ada di rumah harus tetap berjalan, meskipun ada kalanya dia akui rumah tak selalu rapi.

"Tetep perempuan itu tidak boleh lupa kodratnya. Ngurus rumah, suami, anak. Kalau di rumah enggak bisa ngurus, enggak mungkin bisa ngurus di luar (bekerja). Malah pusing (ketika) pulang ke rumah," kata Puan.

Tak hanya di Indonesia, masyarakat dunia masih memiliki stigma negatif terhadap perempuan yang bekerja. Ada pemikiran bahwa dengan bekerja, perempuan telah meninggalkan tanggung jawabnya di rumah. Alasan ini seringkali menghalangi perempuan untuk mengembangkan potensi diri di luar urusan domestik.

Bisa jadi, stigma tersebut berasal dari kebiasaan bahwa laki-laki bekerja mencari uang, sedangkan perempuan mengurus suami di rumah. Para suami pun ketika di rumah mungkin tidak membantu urusan rumah tangga dan hanya menunggu dilayani karena merasa tanggung jawabnya "cuma mencari uang".

Sayangnya, sebagian masyarakat menyangka bahwa pemikiran tersebut berakar dari nilai agama. Padahal jika dilihat dalam Islam, sejarah mencatat bahwa Rasulullah SAW biasa membantu pekerjaan rumah tangga, seperti menjahit baju robek, menyapu lantai, memerah susu kambing, belanja ke pasar, membetulkan peralatan rumah yang rusak, bahkan dia pernah memasak tepung.

Perempuan Menduduki Posisi Penting

Pada era modern ini, peran perempuan dalam dunia kerja mulai mendapat pengakuan. Mereka mulai sering diberi kepercayaan menduduki posisi penting, seperti misalnya tadi Puan yang menjadi Ketua DPR RI perempuan pertama.

Contoh kepemimpinan perempuan dalam struktur negara juga pernah dicapai oleh Inggris. Pada 4 Mei 1979, Margaret Thatcher membuka sejarah baru dengan pelantikannya sebagai perdana menteri perempuan pertama di Inggris Raya.

Bahkan, perempuan yang dijuluki "Iron Lady" tersebut menjadi perdana menteri pertama yang mampu memenangkan pemilihan tiga kali berturut-turut. Ketika pensiun pada 1990, dia menjadi perdana menteri dengan jabatan terlama di Inggris sejak 1827. Artinya, Thatcher diakui prestasinya, tanpa memandang gendernya.

Sementara itu, jabatan-jabatan penting di perusahaan-perusahaan dunia juga mulai diduduki oleh perempuan. Salah satu riset perusahaan konsultan Grant Thornton menyoroti perkembangan peran perempuan pada posisi senior manajemen.

Pada laporan awal tahun 2004, persentase peran kepemimpinan oleh perempuan di dunia masih berada di angka 19%. Selama belasan tahun, tren ini terus meningkat hingga pada 2017 sekitar seperempat dari posisi level senior diduduki oleh perempuan. 

Persentase tersebut meningkat lagi menjadi 29% pada 2019. Sementara itu pada tahun 2021, sekitar 31% jabatan senior manajemen di perusahaan di dunia dipegang oleh perempuan.

Tahun ini sebanyak 9 dari 10 bisnis di dunia punya setidaknya satu perempuan dalam level senior manajemen. Peningkatan ini agaknya juga dipengaruhi oleh krisis akibat Covid-19 sehingga membutuhkan kepemimpinan yang lebih beragam untuk menghadapinya.

Lebih jauh, sekitar 83% negara yang disurvei tersebut memiliki proporsi kepemimpinan perempuan hingga 30%. Persentase ini jauh lebih baik dari tahun 2020 yang masih di angka 55% negara.

Tak hanya itu, menurut pengarang buku Women Lead the Way, Linda Tarr-Whelan, organisasi yang memiliki 30% kepemimpinan perempuan terbukti mampu mencetak peningkatan signifikan dari segi profit dan market share.

Yang membanggakan, ASEAN, termasuk di dalamnya Indonesia, pernah mencapai angka tertinggi kepemimpinan perempuan di dunia dengan persentase 39% pada tahun 2018. Sayangnya, angka ini merosot tajam pada 2019 menjadi 28%. Namun, tren ini kembali naik secara perlahan.

"Kami tidak akan benar-benar tahu seperti apa perubahan akibat Covid-19 ini dalam beberapa tahun ke depan. Bisa jadi membantu atau malah menghalangi," kata Francesca Lagerberg, Global leader - network capabilities di Grant Thornton International.

Menurut dia, pekerjaan yang bisa dilakukan secara virtual dapat mendorong sebagian perempuan masuk dalam peran ini, dan mengelolanya dengan lebih baik. Di sisi lain, Covid-19 memaksa perempuan bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga alasan ini bisa membuat mereka mundur kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun