Mohon tunggu...
Ahmad Ikhsanfaqih
Ahmad Ikhsanfaqih Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta makanan

Setiap orang lain bisa kita wajib untuk bisa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Proposal Rakyat untuk Pemerintah di Pilpres 2019

27 Maret 2019   09:25 Diperbarui: 27 Maret 2019   09:40 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya pemerintah & rakyat adalah satu, yang ketika hilang memunculkan rasa rindu. Keduanya dicipta bukan untuk beradu siapa yang lebih maju. Tapi untuk saling membantu dalam doa Indonesia agar lebih maju. Berbicara masalah pilpres berarti kita juga berbicara tentang rakyat. 

Katanya, fakir miskin dan orang-orang terlantar dilindungi oleh pemerintah yang berdasi, tapi nyatanya mereka di kolong kehidupan diintimidasi. Memasuki tahun politik, berbagai macam taktik mulai diterapkan untuk menjaring simpati public dan menggalang dukungan bagi masing-masing kandidat pemimpin yang diandalkan. 

Beragam opini dijejalkan ke masyarakat bahkan tak jarang memicu gesekan antar lapisan. Masa kampanye telah bergulir, barisan tim pemenangan telah bergerak. Nyatanya beragam isu diolah untuk saling menyerang atau mengunggulkan calon presiden dari masing-masing kubu.

Efek polarisasi di pilpres lalu masih berjaya. Mesin politik terus memanaskan suasana. Apapun bisa menjadi bahan bertengkar diiringi dengan isu yang mudah menyebar. Belakangan ramai perang tagar bermuatan pesan dukungan di Pilpres 2019. 

Perang tagar ini memanas tak hanya di jagad maya, tapi juga tercermin dalam realita lewat distribusi atribut berupa kaos dengan tagar masing-masing. Rakyat seakan terbelah sedemikian rupa dan menjadi tamu di negara sendiri karena terseret konflik perebutan kuasa. Hampir tak ada jeda dalam politik kita. Tiap moment di susupi perang propaganda. 

Jika para elite terus menumbuhkan seteru, memangnya urusan Indonesia hanya pemilu ? Bagaimana para politisi yang memang memiliki kepentingan memandang gesekan yang tejadi di masyarakat akibat perbedaan pendapat ? Dan bagaimana seharusnya proposal rakyat untuk pemerintah atas riuhnya perang opini antar politisi ?

Kita harus mengajukan proposal kritis terhadap pemerintah. Kegaduhan yang terjadi selama ini itulah yang kita hadapi, terutama tentang social media. Media social memungkinkan semua setara. 

Siapapun bisa berkata sebebas-bebasnya. Wajar jika medsos jadi berisik saat makian bercampur baur dengan kritik. Makin dahsyatnya saat agenda politik ikut campur. Internet dengan mudah jadi medan tempur. Argumentasipun tertindih kata-kata tak berguna. Telah menjadi kenangan sia-sia bagi kita saat dulu pemerintah menuntut untuk mendaftarkan nomor telepon dengan NIK dan KK. Namun  apa daya bagi kita, terlerai janji pemerintah yang katanya akan aman dari kejahatan. 

Padahal saat ini, orang-orang membeli kartu hp, hanya untuk mendaftar WhatsApp dan sebatas paketan saja. Hanya orang-orang tua saja yang masih menggunakan nomor untuk menelepon. Sedang anak muda yang kian merajalela dunia medsos sudah dengan aplikasi berbasis WhatsApp, twitter, dsb. Dan efek yang timbul sangatlaah nyata, pengguna social media dan netizen di Indonesia bisa dikatakan sangat misterius. 

Karena pengguna media social Indonesia, begitu liarnya menjadi tentara yang bisa membunuh hati dan perasaan seseorang berkali-kali. Banyak akun yang tak bertanggung jawab hanya untuk mendiskriminasi seseorang lain yang hati dengan kita. Bagaimana kita akan berharap republik ini damai di dunia netizen kalau pemerintah bersikap membiarkan itu semua terjadi. Bagaimana Indonesia akan naik tingkat jika proposal rakyat saja diabaikan.

Persoalan ekonomi sangat penting untuk dibahas karena mempunyai dampak langsung terhadap masyarakat. Contohnya pada acara mata Najwa dengan tema debat harga tempe dan telur, yang disana ada kubu Prabowo-sandi dan kubu Jokowi-Amin. Pernyataan pertama disampaikan oleh kubu Jokowi yang tidak terima soal kritik Bang Sandi yang dianggap tidak berdasarkan data yang akurat bahkan dianggap hiperbolis alias lebay. 

Misalnya tempe setipis kartu atm. Serontak kubu Prabowo menanggapi dengan 2 pendapat yakni pertama karena itu semua adalah hasil survei, pendapat public, rasa public dan suara rakyat. Yang kedua terkait tempe setipis ATM, itu bukanlah pernyataan Bang Sandi, tetapi datang dari emak-emak karena Bang Sandi sejak lama datang ke pasar dan sering berdialog dengan emak-emak dan itulah reaksi emak-emak yang lucu.

Ada lagi kasus yang nyeleneh di tahun politik saat ini yaitu kasus CFD. CFD yang seharusnya diperuntukkan untuk olahraga, budaya, dan lingkungan hidup, malahan dimanfaatkan untuk mengintimidasi masyarakat. Insiden kaos berlogo #2019Gantipresiden VS #Diasibukkerja di acara Car Free Day (CFD) pada 29 April 2018 membetot perhatian publik. Peristiwa ini mengusik akal sehat. 

Lalu, siapa sebenarnya yang menjadi provokasi intimidasi insiden CFD ini dan siapa yang patut disalahkan atas kejadian diluar normal ini ? rakyat sendiri ataukah ada oknum penguasa  yang terlibat atas insiden ini ?

Demokrasi dan bangsa kita yang besar ini haruslah dilandaskan kejujuran dan keadilan. Inilah yang harus menjadi modal bagi anak bangsa. Yang menjadi kendala bangsa ini adalah krisis orang-orang baik, negara kita Indonesia butuh orang-orang baik. Seringkali para penguasa berdiskusi tentang permasalahan sampai mendalam tapi itu semua seolah menorehkan hasil yang nol bilamana keadilan yang ada di media social masih sangatlah buruk. 

Yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan. Kritis boleh, dusta jangan. Ruang publik di dunia maya susah dikontrol. Mau jadi apa negara kita kalau kejujuran saja masih tiada melekat pada hati bangsa ini. Bukan salah Jokowi dan Prabowo. Yang salah adalah rasa ketakutan yang ada di hati kecil kita semua. Itulah awal dari suasana gerah politik kita sekarang. 

Kita ditakut-takuti di media sosial, dan takutlah kita secara sungguhan. Takut kalah, takut menderita, takut ditindas, takut sengsara. Makanya, berhentilah 'menikmati' ketakutan dari media sosial. Berhentilah kecanduan dengan rasa ketakutan! Ayo, cari informasi yang benar dari kedua kubu politik. 

Tonton semua saluran TV, baca semua artikel dari media online dan cetak. Jangan mau dibodohi lewat media sosial! Nikmati dramanya dengan santai bersama segelas kopi dan camilan, tapi jangan mau ikut diadu. Menang cuma jadi arang, kalah jadi abu. Hari ini mereka masih bisa membakar-bakar emosi kita. 

Tapi, satu saat di masa depan sudah tidak bisa lagi kalau rakyat lebih cerdas. Memilih Jokowi atau Prabowo itu perkara bubur ayam diaduk atau nggak diaduk. Sederhana saja, itu urusan selera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun