Masyarakat harus diberikan informasi dan pengetahuan yang cukup dan jelas mengenai proses pensertifikatan hak atas tanah, mengapa? Karena masyarakat seringkali kebingungan, bahkan harus ke mana mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai apa yang harus mereka lakukan ketika pertama kali mengurus pensertifikatan hak atas tanah. Dan pertanyaan yang selalu muncul ditengah masyarakat adalah bagaimana proses pensertifikatan hak atas tanah itu? berapa biaya dan waktu yang dibutuhkan?
Penting sekali bagi masyarakat dalam memiliki sertifikat hak atas tanah, karena sertifikat hak atas tanah dapat memberikan rasa aman karena adanya kepastian hukum hak atas tanah yang mereka miliki. Apabila terjadi peralihan hak atas tanah dapat dengan mudah dilaksanakan.Â
Dengan adanya sertifikat hak atas tanah, lazimnya taksiran harga tanah relatif tinggi dari pada tanah yang belum bersertifikat. Sertifikat hak atas tanah dapat dipakai sebagai jaminan kredit dan penetapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Harus diakui bahwa adanya kesan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah itu sulit dan memakan waktu yang lama dan membutuhkan biaya sangat mahal.
Secara objektif diakui bahwa tata cara memperoleh sertifikat hak atas tanah terikat dengan aturan-aturan birokrasi, dan dirasakan cukup berbelit-belit oleh masyarakat awam. Sehingga dengan keadaan demikian memunculkan rasa enggan dikalangan masyarakat untuk mengurus sertifikat hak atas tanah, bila tidak benar-benar mendesak dan perlu. Â
Mungkinkah hal tersebut dikarenakan Badan Pertanahan Nasional sangat berhati-hati sekali dalam mengeluarkan dan menerbitkan sertifikat, akan tetapi mengapa masih terdapat juga sertifikat tanah yang tumpang tindih, masih banyak sertifikat tanah yang ganda? Demikian sering dirasakan juga bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan, tenaga dan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus sertifikat hak atas tanah itu kadang kala tidak sebanding dengan manfaat langsung dari sertifikat hak atas tanah tersebut bagi masyarakat.
Harus diakui bahwa pendaftaran tanah yang selama ini diupayakan oleh pemerintah belum cukup memberikan hasil yang memuaskan dan menggembirakan.
 Oleh karena ada beberapa hambatan dari masyarakat yang belum tahu dan menganggap bahwa pendaftaran tanah itu prosesnya sulit sekali, membutuhkan biaya mahal, prosedurnya berbelit-belit dan takut jika tanahnya diukur atau dipetakan oeleh petugas Kantor Pertanahan nantinya akan diambil untuk kepentingan umum dan lain sebagainya.Â
Selain itu dari beberapa informasi yang didapat dan diketahui bahwa meskipun diatur dalam jangka waktu kurang lebih 6 bulan keluar sertifikat, tetapi dalam kenyataan dan praktek bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Pada akhirnya masyarakat selalu bertanya, mengapa pelaksanaanya terlalu bertele-tele, syarat yang harus dipenuhi rumit sekali, apa tida ada cara yang sederhana dan cepat?
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa proses untuk mendapatkan sertifikat tanah di Indonesia memang cukup rumit. Bahkan Badan Pertanahan Nasional mampu menargetkan bahwa seluruh tanah di Indonesia baru akan bersertifikat 2028. Sementara sampai saat ini, baru 49% tanah milik rakyat Indonesia yang telah bersertifikat, kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan bagi negeri yang bercocok agraris.
Proses pensertifikatan yang terkesan berbelit-belit dan bertele-tele telah memunculkan situasi dan kondisi yang rumit pula. Berapa banyak masyarakat setiap harinya bolak-balik mengurus sertifikat di Badan Pertanahan Nasional, namun apalah daya pelayanan di Badan Pertanahan Nasional selalu berlarut-larut dan lama.Â
Kesemrawutan dan kerumitan yang demikian inilah yang kadang dijadikan ladang empuk para oknum untuk mendapatkan rejeki nomplok. Â "Kalau bisa diperlambat, kenapa dipercepat", inilah adagium rahasia yang sangat kental dan terasa sekali dengan proses-proses pensertifikatan hak atas tanah itu.
Memang ada sebagian masyarakat yang tidak mau sibuk dan tidak sabar mengikuti prosedur yang ada, maunya instan dan cepat selesai. Masyarakat seperti inilah yang akan dengan cepat mengeluarkan sejumlah uang untuk menebus dan membayar segala proses-proses itu. Dalam tutur bahasa jawa "wani piro"?, "piro-piro wani".
Akan tetapi masyarakat kita yang harus mengikuti berbagai upaya prosedur yang benar dan sebetulnya sederhana tetapi dibuat rumit, Â dan terpaksa mereka harus menunggu waktu lama bahkan bertahun-tahun atau tidak mengurusnya sama sekali.
Pasasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menegaskan bahwa sertifikat diadakan melalui pendaftaran tanah di seluruh Indonesia untuk menjamin kepastian hukum yang meliputi:Â
a) Pengukuran pemetaan dan pembukuan tanah
b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebutÂ
c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Apa yang digambarkan dengan pendaftaran yang dimaksud adalah suatu "das sollen" dan memang demikianlah idealnya suatu pendaftaran tanah yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sebagaimana yang dimaksudkan oleh UUPA.
Kesulitan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah menunjukkan realitas dan bukti bahwa:
a) Pemerintah tidak memiliki itikad baik untuk menindak para oknum di BPN yang mencoba mencari keuntungan dalam pelayanan sertifikasi tanah, mengingat pengaduan terhadap kasus-kasus tanah yang melibatkan mafia pertanahan dan oknum-oknum dari instansi BPN tidak pernah terselesaikan
(b) Pemerintah belum memiliki standar prosedur pelayanan sertifikasi tanah dengan baik
(c). Pemerintah cenderung "terkesan" menciptakan situasi ketidakpastian hukum terhadap kasus-kasus pertanahan.
- Mahasiswa Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Unissula Semarang.
Oleh : Ahmad Yahya, S.HI., S.H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H