Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Perkebunan di Wilayah Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Tempo Doeloe

30 Juli 2024   15:00 Diperbarui: 31 Juli 2024   13:45 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber Foto: Tropenmuseum
Sumber Foto: Tropenmuseum

Preangerstelsel (bahasa Indonesia: Sistem Priangan) adalah tanam paksa kopi yang diberlakukan di wilayah Parahyangan pada tahun 1720. Rakyat diwajibkan menamam kopi dan menyetorkan hasilnya ke VOC melalui para bangsawan daerah. Hal ini sangat menguntungkan bagi Belanda dan membuat VOC menjadi produsen kopi terpenting di dunia, dengan kopi sebagai komoditas ekspor paling menguntungkan dari Jawa hingga pertengahan abad ke-19. Kebijakan ini kemudian juga mengilhami lahirnya Cultuurstelsel atau tanam paksa pada tahun 1830 - 1870 yang diberlakukan pada wilayah yang lebih luas dengan komoditas tanam yang lebih beragam. Kebijakan Preangerstelsel berlangsung hingga 1916.

Cultuurstelsel (secara harfiah berarti Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi dan kakao. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

Tanah partikelir (Bahasa Belanda: particuliere landerijen atau particuliere landen) adalah bentuk kepemilikan tanah bersistem feodal yang diterapkan di sebagian Hindia Belanda (kini Indonesia). Hukum Belanda mendeskripsikan tanah partikelir sebagai 'daulat' dan status hukumnya mirip dengan Vorstenlanden yang berada di bawah Kerajaan Belanda. Pemilik tanah partikelir disebut sebagai "tuan tanah" (Bahasa Belanda: landheer) dan memegang "hak-hak ketuanan" (Bahasa Belanda: landsheerlijke rechten) atas penduduk di tanah tersebut, yang biasanya dipegang oleh pemerintah.

Di wilayah Sindangkasih, tepatnya di wilayah Cilangkap dan sekitarnya dengan adanya kebijakan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), banyak ditanami kapas (katoen), kayu manis (kaneel), murbei dan ulat sutera (moerbei en zijderups), nila (tarum, indigo), teh (thee) dan tembakau (tabak).

Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) sebetulnya merupakan gabungan dari Sistem Priangan (Preangerstelsel), yaitu kewajiban penanaman kopi yang dilaksanakan oleh VOC di Tanah Priangan pada tahun 1720) dan Sistem Sewa Tanah (Land Rent System) model Thomas Stamford Bingley Raffles (1811-1811). Dalam pokok-pokok peraturan Sistem Tanam Paksa yang termuat dalam Lembaran Negara (Staatblad) Nomor 22 Tahun 1834 disebutkan aturan lengkapnya.

Wanayasa yang sudah dipersiapkan sebagai daerah produksi pertanian, apalagi kemudian ada kebijakan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), seperti kopi (koffie), teh (thee), rempah-rempah (cengkeh, pala) dan lain-lain. Di berbagai tempat lain diberlakukan tanam paksa untuk tanaman kopi (koffie), nila (tarum, indigo) s.d 1865 dan tebu (suiker); kina (kinine), lada (peper) s.d 1860, teh (thee) s.d. 1965 dan tembakau (tabak).

Secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Karawang yang kelak di kemudian hari tumbuh dan berkembang dengan adanya kebijakan berupa Undang-Undang Pertanian dan Undang-Undang Gula (Agrarische Wet en Suikerwet) pada tahun 1870 yang berarti, bahwa perusahaan swasta dapat mendirikan usahanya di Hindia Belanda. Perusahaan-perusahaan ini juga memperkenalkan produk baru seperti tembakau dan karet. Bahan baku dari Hindia Timur kemudian diolah di Belanda.

Oleh karena itu, Hindia Belanda dan Jawa pada khususnya, menjadi landasan perekonomian Belanda. Penghapusan Sistem Cultuurstelsel tidak memperbaiki kondisi penduduk asli (pribumi). Biaya modernisasi negara kolonial harus ditanggung oleh koloni itu sendiri. Perdagangan opium baru berhenti setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942.

Beberapa tanaman pada masa 1870-1942, antara lain, sebagai berikut: gula tebu (rietsuiker), kakao (cacao), kapuk (kapok), karet (rubber), kelapa sawit (oliepalmen), kelapa (klapper, kokosnoot), kina (kinine), kopi (koffie), padi (rijst), serai wangi (citronella), serat sisal (vezel), singkong (cassave), teh (thee) dan tembakau (tabak).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun