Pendahuluan
Kyai Haji Raden (K.H.R.) Muhammad Yusuf (Syaikh Baing Yusuf), lahir di Bogor pada abad 18, seorang putera (No. 4 dari 6 putera) dari Raden Aria (R.A.) Djajanagara, cucu dari R.A. Wira Tanu Datar V, buyut dari R.A. Wira Tanu Datar IV dan seterusnya. Urutan silsilah dari garis ayahnya adalah sebagai berikut:
- R.A. Jayanegara (Aria Banceuy, lahir 1758) sebagai Bupati Kampung Baru (Bogor) sebagai Bupati Bogor (1796-1801).
- R.A. Wiratanudatar V (R. Muhyidin) menjabat sebagai Bupati Cianjur (1761-1776), kakek kandung Syaik Baing Yusuf.
- R.A. Wiratanudatar IV (R. Sabirudin) menjabat sebagai Bupati Cianjur (1726-1761).
- R.A. Wiratanudatar III (R. Astramanggala) menjabat sebagai Bupati Cianjur (1707-1726).
- R.A. Wiratanudatar II (R. Wiramanggala) menjabat sebagai Bupati Cianjur (1691-1707).
- R.A. Wiratanudatar I (R. Jayasasana, R. Jayalalana) menjabat sebagai Bupati Cianjur (12 Juli 1677-1691.
- R.A. Wangsagoprana.
Saat masih berusia muda belia, Syaik Baing Yusuf sudah hafal Al Quran dan teks-teks dasar ilmu keislaman serta memahami tata Bahasa Arab. Pada usia 13 tahun beliau menimba ilmu di Makkah hingga bermukim selama 11 tahun dan kemungkinan besar salah satunya belajar pada Syaikh Abdullah Hijazi Al-Syarqawi Al-Azhari (w. 1820).
Beliau diangkat menjadi Hoofdpanghoeloe (Kepala Para Penghulu) melalui Besluit Nomor 29 tanggal 16 Agustus 1828. Beliau menjabat dari tahun 1828 hingga 1854.
Beliau wafat dan dimakamkan di makam tanah wakaf Baing Yusuf, Kaum, Cipaisan, Purwakarta pada tahun 1854.
Beliau juga adalah kakek dari K.H.R. Marzuki (Syaikh Baing Marjuki, Baing Babakan, 1857-1937), seorang ulama ahli Tarikat Naqsyabandiyah dan penulis kitab Wawacan Iman, Elmu Reujeung Amal (Iman, Ilmu dan Amal), Purwakarta, Sabtu, 26 Juli 1924 pukul 01.53 yang berisi tentang uraian mengenai iman, ilmu dan amal dalam agama Islam, yang telah ditransliterasi oleh Drs. H. Said Raksakusumah dan H.R. Hidayat Martalogawa, yang sudah diterbitkan oleh Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1979.
Para Thabaqat
Menurut bahasa Thabaqat diartikan, yaitu kaum yang serupa atau sebaya. Sedangkan menurut istilah Thabaqat, yaitu kaum yang berdekatan atau yang sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad saja. Dalam pengertian lain Thabaqat secara bahasa berarti hal-hal, martabat-martabat atau derajat-derajat. Keadaan yang dimaksud dalam Ilmu thabaqat adalah keadaan yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang dimaksud, antara lain:
- Bersamaan hidup dalam satu masa.
- Bersamaan tentang umur.
- Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya.
- Bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya.
Menurut kamus bahasa, arti thabaqat adalah sekelompok orang yang hidup semasa atau dalam zaman yang berbeda, namun mempunyai kapasitas-kualitas yang sama secara keIlmuan, keahlian atau profesinya.
Para Thabaqat dan Murid-murid
- Murid-murid Generasi Pertama: Al-Imaam Al-'Allaamah Asy-Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani at-Tanari asy-Syafi'i dan lain-lain.
- Murid-murid Generasi Kedua: Al-'Aalim Al-'Allaamah Al-Faqiih Ash-Shuufi Asy-Syaikh Al-Haajji Tubagus Ahmad Bakri bin Tubagus Sayida as-Sampuri al-Faliridi al-Jawi asy-Syafi'i dan Al-'Aalim Al-'Allaamah Asy-Syaikh Al-Haajji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi'i dan lain-lain.
- Murid-murid Generasi Ketiga: Hadratussyaikh Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan lain-lain.
- Murid-murid Generasi Keempat: K.H. Abdul Wahid Hasyim dan lain-lain.
- Murid-murid Generasi Kelima: Dr. (H.C.) K.H. Abdurrahman Wahid dan lain-lain.