Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Sejarah dari Sumber Arsip Peta Kuno

27 Januari 2022   15:13 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:06 4080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Citarum B 0012 (1780), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Pendahuluan

Pada saat aku melakukan penelitian dan penulisan Sejarah Purwakarta yang dimulai sejak tanggal 01 September 2001 hingga detik ini, pilihanku pertama adalah menelusuri dan meneliti koleksi arsip di Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta Selatan. Selain daripada itu aku juga menelusuri dan meneliti koleksi manuskrip di Perpusatakan Nasional Republik Indonesia, Jakarta Pusat. 

Yang menarik adalah, bahwa di Arsip Nasional aku banyak menemukan sumber-sumber primer berupa arsip dan sumber-sumber sekunder berupa dokumen tercetak yang sejaman, sementara di Perpustakaan Nasional aku banyak menemukan sumber-sumber primer berupa manuskrip dan sumber-sumber sekunder berupa dokumen tercetak serta sumber-sumber tersier, yaitu suatu kumpulan dan kompilasi sumber primer dan sumber sekunder. 

Contoh sumber tersier adalah bibliografi, katalog perpustakaan, direktori dan daftar bacaan. Ensiklopedia dan buku teks adalah contoh bahan yang mencakup baik sumber sekunder maupun tersier, menyajikan pada satu sisi komentar dan analisis dan pada sisi lain mencoba menyediakan rangkuman bahan yang tersedia untuk suatu topik. Sebagai contoh, artikel yang panjang di Encyclopædia Britannica jelas merupakan bentuk bahan analisis yang merupakan karakteristik sumber sekunder. Di samping itu, mereka juga berupaya menyediakan pembahasan komprehensif yang menyangkut sumber tersier. 

Sedangkan di Perpustakaan Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah), aku menemukan juga bermacam-macam buku bacaan yang berbahasa Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Portugis, Spanyol, Indonesia dan Jawa. Tentu saja yang paling mendasar adalah sumber primer, baik berupa arsip dan manuskrip. Dan penelitian ini sangat menarik sehingga membutuhkan perhatian, pengertian, pemahaman dan kemampuan yang tidak sedikit. 

Arsip

Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia, arsip dalam bentuk kertas yang tercipta oleh VOC (1602-1799) dan terkait dengan kegiatan operasionalnya di perairan Asia, kini tersimpan di badan-badan arsip nasional Indonesia, Negeri Belanda, Sri Lanka, Afrika Selatan dan India. Khusus arsip yang tersimpan di Jakarta terdiri dari ribuan dokumen yang berasal dari orang-orang Asia, termasuk banyak penguasa setempat dari seantero kepulauan Indonesia. Koleksi paling banyak berjumlah sepanjang 2.000 meter dan disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Pada tanggal 9 Maret 2004, arsip VOC dimasukkan oleh UNESCO dalam Memory of the World Register.

Arsip asli dalam bentuk kertas dari abad ketujuhbelas dan kesembilanbelas telah lama rusak dan masih terus digerogoti tinta, gerusan kadar asam, pengubahan warna kertas menjadi cokelat serta tulisan memudar. Salah satu bagian dari arsip itu adalah arsip peta yang jumlahnya cukup fantastis. Oleh karena itu kesemuanya memerlukan perhatian dari para arsiparis melalui kegiatan preservasi dan lain-lain untuk menjaga dan memelihara kelestariannya.

Peta

Menurut Wikipedia, peta adalah gambaran permukaan bumi yang ditampilkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. Peta bisa disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga peta digital yang tampil di layar komputer. Istilah peta berasal dari bahasa Yunani mappa yang berarti taplak atau kain penutup meja. Namun secara umum pengertian peta adalah lembaran seluruh atau sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan menggunakan skala tertentu. 

Sebuah peta adalah representasi dua dimensi dari suatu ruang tiga dimensi. Ilmu yang mempelajari pembuatan peta disebut kartografi. Banyak peta mempunyai skala, yang menentukan seberapa besar objek pada peta dalam keadaan yang sebenarnya. Kumpulan dari beberapa peta disebut atlas.

Syarat-syarat

  1. Conform, yaitu bentuk dari sebuah peta yang digambar serta harus sebangun dengan keadaan asli atau sebenarnya di wilayah asal atau di lapangan.
  2. Equidistance, yaitu jarak di peta jika dikalikan dengan skala yang telah di tentukan sesuai dengan jarak di lapangan.
  3. Equivalent, yaitu daerah atau bidang yang digambar di peta setelah dihitung dengan skalanya, akan sama dengan keadaan yang ada di lapangan.

Unsur-unsur

  1. Judul
  2. Legenda
  3. Orientasi/tanda arah
  4. Skala
  5. Simbol
  6. Warna Peta (warna hijau, warna merah, warna hijau muda, warna kuning, warna cokelat muda, warna cokelat, warna biru keputihan, warna biru muda dan warna biru tua)
  7. Tipe Huruf (Lettering)
  8. Garis Astronomis
  9. Inset
  10. Garis Tepi Peta
  11. Sumber dan Tahun Pembuatan
  12. Garis Lintang dan Garis Bujur

Jenis

Berdasarkan isi data yang disajikan

Peta umum

  1. Peta topografi 
  2. Peta korografi 
  3. Peta dunia atau geografi

Berupa Suatu Daerah/Wilayah 

  • Peta khusus

Peta berdasarkan sumbernya (data)

  1. Peta turunan (derived map
  2. Peta induk

Peta berdasarkan bentuk/simetrisnya

  1. Peta datar, peta dua dimensi, peta biasa atau peta planimetri
  2. Peta timbul, peta tiga dimensi atau peta stereometri
  3. Peta digital 
  4. Peta garis 
  5. Peta foto

Peta berdasarkan tingkat skalanya/kedetailannya

  1. Peta skala kadaster/teknik 
  2. Peta skala besar 
  3. Peta skala sedang 
  4. Peta skala kecil

Atlas

Atlas adalah kumpulan peta yang disatukan dalam bentuk buku, tetapi juga ditemukan dalam bentuk multimedia. Atlas dapat memuat informasi geografi, batas negara, statisik geopolitik, sosial, agama dan ekonomi.

Atlas diambil dari mitologi Yunani, Atlas (Eng. /'æt ləs/ Gk. Ἄτλας) adalah Titan. Atlas adalah putra dari Titan Iapetos dan Okeanid atau Klyménē (Κλυμένη). Atlas menikahi Pleione dan memiliki 7 (tujuh) putri yang disebut Pleiades (nimfa pelayan Artemis) serta dengan Hesperius dan memiliki empat anakː 3 (tiga) putri yang disebut para Hyades (nimfa hujan) dan seorang putra, Hyas. Melalui hubungannya dengan dewi-dewi lain yang tidak diketahui, Atlas juga memiliki 3 (tiga) putriː Calypso, Dione dan Maera.

Ia dihukum oleh Zeus berdiri di bagian barat Gaia (Bumi) dan memegang Uranus (langit) pada bahunya. Terdapat miskonsepsi bahwa Atlas terpaksa memegang Bumi pada bahunya, tetapi hal ini tidak benar. Seni klasik menunjukan Atlas memegang bola langit, bukan dunia. Dan beberapa cerita juga mengatakan bahwa Atlas dihukum untuk menopang langit (bukan bola langit) dipuncak sebuah gunung.

Globe

Globe adalah bola dunia berukuran kecil yang menggambarkan bentuk bumi yang diperkecil dengan bentuk yang sama dengan bentuk bumi yang sebenarnya. 

Globe dibuat dalam bentuk dengan kemiringan 66 ⅛° pada garis ekliptika (bidang edar bumi) dan dengan kemiringan 23 ⅛° dari matahari. Globe juga bisa disebut sebagai model tiruan bumi yang memberikan gambaran bentuk bumi sehingga mendekati bentuk sebenarnya. Kata globe berasal dari kata globus (bahasa Latin) yang berarti bola yang bulat.

Globe berbentuk bola, yang mudah diputar untuk mempermudah dalam mencari suatu tempat atau negara. Globe biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik karena dengan globe dapat tergambar jelas batas-batas negara dan kota besar dari negara di seluruh dunia. Globe dapat diputar dari kanan ke kiri atau sebaliknya yang menggambarkan arah mata angin Timur dan Barat, bahkan ada lengan didesain yang juga bisa diputar dari atas ke bawah atau sebaliknya yang menggambarkan arah mata angin Utara dan Selatan.

Indeks Peta

Nama tempat, lokasi, orang dan istilah yang lebih umum disebutkan di dalam sebuah peta koleksi Frederik de Haan. Nama-nama ini dikumpulkan dalam sebuah indeks dan ditampilkan secara alphabetis. Indeks ini telah dibuat oleh Frederik de Haan pada awal abad 20. 

Belajar sejarah dari peta kuno, barangkali menimbulkan banyak tanda tanya, tetapi memang kita bisa belajar sejarah dari peta-peta kuno dari wilayah-wilayah, daerah-daerah maupun kota-kota pada jaman dahulu dengan jaman sekarang. Sebagaimana lazimnya perubahan sebuah pemerintahan dari bentuk kerajaan atau kesultanan hingga masa penjajahan, perubahan tingkat sebuah wilayah dari bentuk yang lebih kecil seperti kampung, dusun atau dukuh dan desa menjadi tempat yang lebih luas, ramai dan status wilayah administrasinya menjadi sebuah kecamatan (onderdistrik) kemudian menjadi kacutakan atau kademangan (distrik) atau bahkan menjadi kabupaten (regentschappen), dari yang ada menjadi tiada dan dari tiada  menjadi ada dan seterusnya.

Dan seperti itulah sejak adanya peradaban manusia, termasuk ketika perjalanan Bhujangga Manik keliling Pulau Jawa dan Bali, ia memerincikan nama-nama topografis yang bahkan hingga kini masih dikenali, maupun berubah nama ataupun hilang dari peta bumi masa kini. Hingga pada masa penjelajahan dan penjajahan bangsa-bangsa Barat (Eropa), khususnya di wilayah Kepulauan Nusantara yang sekarang dikenal sebagai Indonesia oleh bangsa-bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, Perancis dan Jepang.

Yang bagiku sangat menarik adalah koleksi khazanah peta kuno yang berkenaan dengan wilayah Kabupaten Karawang pada masa lalu yang kemudian dipecah menjadi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang. Penamaan suatu tempat atau wilayah geografis oleh bangsa Belanda yang notebene didahului oleh VOC hingga pemerintahan kolonial Hindia Belanda tentu saja agak berbeda dengan pengucapan atau pelafalan dan tulisan dalam bahasa Sunda. Hal ini dalam ilmu bahasa (linguistik) dan ilmu sejarah sering disebit (verbastering). Maksudanya adalah apa yang didengar, dituliskan dan diucapkan kembali tidak sama atau jauh berbeda dengan nama atau lebih sedikit menyimpang dari istilah aslinya.

Dalam penelitian sejarah yang aku lakukan, secara sengaja aku hanya memfokuskan pada 3 (tiga) wilayah tersebut, walaupun secara sedikit aku ulas juga tentang wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi serta Kabupaten Meester Cornelis yang sekarang dikenal sebagai Kecamatan Jatinegara dan sekitarnya. Demikian pula wilayah lain, seperti Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.

Kartografi

Kartografi ( /kɑːrˈtɒɡrəfi/; berasal dari bahasa Yunani chartes χάρτης, yang artinya papirus, selembar kertas, peta dan graphein γράφειν, yang artinya tulis), merupakan sebuah studi dan seni membuat peta. Kartografi menggabungkan sains, estetika dan teknik untuk bisa menyatakan bahwa realitas (atau realitas yang dibayangkan) dapat dimodelkan dengan cara yang bisa mengomunikasikan informasi spasial secara efektif.

Kartografer

Merujuk pada Brainly, yang dimaksud dengan kartografer adalah istilah yang menunjuk pada orang atau pelaku yang membuat peta. Adapun istilah yang menunjuk pada ilmu pembuatan peta adalah kartografi.

Berdasarkan pada pendapat Aryono Prihandito, yang dimaksud dengan kartografi adalah suatu ilmu yang secara khusus mempelajari mengenai peta, mulai dari proses pengumpulan data, proses pengolahan data, proses simbolisasi, proses penggambaran, proses analisa peta hingga proses interpretasi peta.

Kartografi dalam hal ini dipandang pula oleh ahli sebagai seni tersendiri. Oleh sebab itu, seorang kartografer atau pembuat peta harus memiliki syarat kecakapan sebagai berikut:

  1. Pengetahuan geografis sebanyak 50%
  2. Pengetahuan bidang seni sebanyak 30%
  3. Pengetahuan matematis sebanyak 10%
  4. Pengetahuan peta sebanyak 10%

Dari hasil penelitianku itu muncul beberapa nama kartografer, sebut saja, misalnya: Gerard van Keulen, H. de Roo, J.A. Krajenbrink, J.C. Kaldeweij, J.G. Mathee, Jeremias van Riemsdyk, Nicolaas Engelhard, Reyner de Klerk, S.F. Eerhardt, W.F. Eerhardt, Wimmercrantz dan masih banyak lagi yang lain, termasuk kartografer anonim dan barangkali kartografer ghostwritter.

Beberapa nama di antara para kartografer itu aku duga inilah yang kemudian pernah menjadi Gouverneur Generaal Vereenigde Oostindische Compagnie (Gubernur Jenderal Persatuan Perusahaan Hindia Timur, VOC), seperti:  Jeremias van Riemsdyk dan Reyner de Klerk.

Sementara peta-peta kuno yang aku temukan, misalnya: Bekasi (14), Cikao (4), Cipamingkis (6), Citarum (9), Gandasoli (4), Jawa (9), Jawa Barat (5), Karangsambung (1), Karawang (8), Pamanukan (1), Purwakarta (2), Sindangkasih (2), Tanjungpura (2) dan Wanayasa (2). Sedangkan peta-peta kuno semi modern yang aku temukan, misalnya: Indonesia (3), Karawang (8), Purwakarta (6) dan Subang (2).

Hanya saja peta kuno pada masa lalu itu tentu saja tidak sama atau bahkan sama sekali berbeda dari banyak hal, misalnya peta masa lalu itu ditulis tangan, baik dengan pensil, ballpoint atau pena bulu angsa, dibantu teodolit, astrolab dan lain-lain yang jelas berbeda dengan masa-masa sesudahnya yang sudah dibantu dengan peralatan yang jauh lebih canggih, bahkan menggunakan foto udara dari pesawat terbang dibantu giroskop dan juga citra foto dari satelit dengan kamera super canggih dengan resolusi yang sangat tinggi. Sebut saja, misalnya Google Earth, Google Map, Wikimapia dan Waze dan masih banyak lagi yang lain. 

Produk digital seperti ini biasa disebut dengan penginderaan jarak jauh. Penginderaan jarak jauh adalah studi mengenai pengumpulan data bumi dari jarak yang jauh dari area yang dipelajari. Penginderaan jarak jauh dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan satelit, radar, radar inframerah, seismogram, sonar dan lain-lain. Jadi pada intinya belajar sejarah melalui sumber primer berupa peta akan terasa lebih menarik, sama halnya mempelajari sejarah melalui sumber primer berupa manuskrip. 

---oooO000---

Peta Jawa Barat H 0027 (1808-1811), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Jawa Barat H 0027 (1808-1811), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Purwakarta F 0064 (11 November 1865),  Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Purwakarta F 0064 (11 November 1865),  Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Purwakarta K 0022 (1865),  Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Purwakarta K 0022 (1865),  Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Cikao F 0025 (21 Juli 1790), Karya J.G. Mathee, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Cikao F 0025 (21 Juli 1790), Karya J.G. Mathee, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Cikao A 0054, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Cikao A 0054, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Cikao D 0063 (1840), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Cikao D 0063 (1840), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Cikao K 0027, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Cikao K 0027, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Citarum H 0061 (24 Oktober 1730), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Citarum H 0061 (24 Oktober 1730), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Citarum H 0055 (1771-1755), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Citarum H 0055 (1771-1755), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Citarum B 0012 (1780), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Citarum B 0012 (1780), Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Gandasoli A 0101A1, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Gandasoli A 0101A1, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Peta Gandasoli A 0101A2, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia
Peta Gandasoli A 0101A2, Koleksi Frederik de Haan, Arsip Nasional Republik Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun