Sepanjang hidupnya, Seneca bergulat dengan masalah kesehatan, terutama penyakit asma yang melemahkannya. Penyakit fisiknya menimbulkan pertanyaan tentang perspektif Stoik tentang keterbatasan tubuh dan pencarian kebijaksanaan.
Hubungan Tubuh-Pikiran Stoic: Stoikisme mengajarkan bahwa kita harus fokus pada apa yang berada dalam kendali kita dan menerima apa yang tidak. Tantangan kesehatan Seneca melambangkan penerimaan Stoic terhadap keadaan eksternal, termasuk ketidaksempurnaan tubuh.
Ketangguhan yang tabah: Ketangguhan Seneca dalam menghadapi penyakit kronis adalah bukti dari prinsip Stoic dalam mengembangkan kekuatan batin. Dia mengubah kesulitan menjadi kesempatan untuk pertumbuhan spiritual, menggunakan penderitaannya sebagai wadah untuk ketahanan Stoikisme.
IV. Kebingungan Etis Seorang Filsuf yang Berkuasa
Peran Seneca sebagai penasihat Nero menimbulkan dilema etis yang terus beresonansi dengan mereka yang berada dalam posisi berpengaruh. Bagaimana seseorang mempertahankan integritas filosofis sambil melayani penguasa yang berubah-ubah dan tiran?
Penasihat yang tabah: Seneca percaya bahwa ia dapat mempengaruhi Nero secara positif, menggunakan posisinya untuk meredam ekses-ekses kaisar. Hal ini menggambarkan keterlibatan Stoik dengan dunia dan keyakinan bahwa individu yang bijaksana harus berusaha untuk memperbaiki masyarakat.
Kompromi Moral: Ketidakmampuan Seneca untuk mengendalikan tirani Nero menyebabkan kompromi moral, menimbulkan keraguan akan keefektifan seorang Stoik yang berkuasa. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kompromi semacam itu dapat dibenarkan demi mengejar kebaikan yang lebih besar.
V. Merangkul Keniscayaan Kematian
Ujian Stoikisme terakhir Seneca datang dalam bentuk bunuh diri paksa yang dilakukan oleh Nero. Menghadapi kematian dengan ketenangan hati yang Stoik, kematian Seneca menggaris bawahi penerimaan Stoik akan ketidakkekalan hidup.
Perspektif Stoikisme tentang Kematian: Penerimaan Seneca yang tabah akan kematian sebagai bagian tak terelakkan dari kehidupan menggemakan inti ajaran Stoik untuk mempersiapkan diri menghadapi akhir dengan penuh martabat dan ketenangan
Perpisahan yang Tabah: Surat perpisahan Seneca kepada istri dan orang-orang yang dicintainya sebelum kematiannya menjadi contoh praktik Stoik dalam menyikapi kematian secara terbuka, dengan cinta dan tanpa beban, memberikan kebijaksanaan yang abadi bagi mereka yang ditinggalkannya.