"mak buat nanti sore arisan kayaknya perlu dibelikan getuk deh, untuk sajian" kata anak perempuan berambut keriting
"ah emak nggak suka getuk, dibelikan cenil saja lebih enak" kata ibunya yang rempong
"bagaimana kalau kita belikan dua -- duanya? atau ditambah dadar gulung singkong? Kue lapis singkong mungkin? Biar beraneka ragam mak, memiliki rasa nasionalisme gitu" ucap anaknya
" jangan terlalu banyak, beli cenil saja, banyak macamnya nanti malah nggak rata pembagiaanya, ada yang ini ada yang itu kan repot"
" tapi mak semuanya juga belum tentu suka cenil. Kayak bapak di rumah suka getuk, adek dirumah suka dadar gulung singkong, biar sama -- sama memakan makanan kesukaannya" kondisi semakin ramai, penjual hanya bengong melihat perdebatan singkat anak dan ibunya.
"eh neng, mending beli singkong saja nanti neng masak sesuka hati di rumah" kata penjual sambil mengangkat satu ikat singkong.
"pokoknya harus cenil, kalau  yang lain silahkan beli sendiri titik !" kata terakhir untuk anaknya. Akhirnya anak dan ibu tersebut hanya membeli beberapa bungkus cenil dan di bawanya pulang.
"bu ! itu satu ikat singkongnya saya beli" kata Buana sambil mengeluarkan uang.
"ini nak delapan ribu saja" sambil menyodorkan satu ikat singkong
Saat sang kakak membeli satu ikat singkong mentah adek -- adeknya tambah bingung, yang seharusnya beli makanan langsung jadi agar cepat dimakan tapi kakaknya beli singkong mentah tidak tahu nanti akan dibuat seperti apa, mereka bertiga menggelengkan kepala.
Akhirnya mereka berempat keluar dari pasar rakyat, tapi sayang tidak membeli makanan apapun kecuali singkong mentah yang dibawa Buana.