DEBAT ANTI CENIL VS ANTI GETUK
Suasana pagi itu sangat ramai dibandingkan suasana malam hari saat Buana dan adek -- adeknya tertidur pulas di depan toko dekat pasar rakyat. Keramaian tersebut terlihat damai saat  pembeli dan penjual saling tawar menawar harga barang, beda sama keramaian saat demo di tempat -- tempat pemerintah ataupun Istana Negara.
Sebelum ketiga adiknya terbangun Buana menyambut sang surya di perempatan jalan dengan nyanyian merdu, petikan gitar dan lemparan koin dari pengendara, bukan hanya itu umpatan kebencian juga terlempar di selubung hatinya yang selalu menahan sabar.Â
"andai ada lapangan pekerjaan untukku, aku akan kerja, tapi tempat mana lagi yang menerimaku karena kondisiku seperti ini? Nggak punya rumah, orang tua hanya jadi bayangan, dan kakiku pincang jalan tak normal" batin Buana melamun sambil memainkan senar gitarnya.
Tidak lama kemudian adek -- adeknya datang menghampirinya, ketiganya terasa sudah lapar karena kemarin tidak makan. Sang kakak dengan senyumnya mengajak masuk ke pasar rakyat, banyak makanan disana yang  beraneka ragam bentuk, jenis maupun rasa, seperti Indonesia yang kaya tradisi dan budaya.Â
Harga makananya terjangkau hingga paling rendah dan norma yang  bisa di jangkau rakyat biasa seperti mereka.  Suara di pasar rakyat tersebut membuat pecah, burung -- burung berkicaupun tidak terdengar, suara pengendara nyaris hening yang terdengar hanyalah berdebatan soal harga yang membuat masyarakat gempar.Â
"Lang ! kamu ingin apa?" Tanya Buana
"Belum pernah makan pizza sih, tapi cenil kayaknya enak" Jawab Langlang sambil tertawa
"Aku klepon singkong aja mas, sambil makan sambil mengingat racikan klepon singkon masakan ibu" timpa lagi Bara yang suka berbicara tidak jelas dengan kakak --kakaknya.
"Sejak kapan ibu memasak makanan klepon singkong? Wajahnya aja belum pernah melihatnya" Langlang mencoba melamun karena ibunya sudah tiada sejak mereka baru lahir. Sedangkan Gundawa hanya bisa menggetarkan bibirnya karena bisu. Menabok -- nabok pundak kakaknya, Gundawa mengalihkan pembicaraan kakaknya dan memperlihatkan seorang yang sedang memperdebatkan makannan.
Meskipun perdebatan itu tidak bisa di dengarkan oleh Gundawa tapi ekspresi wajahnya terlihat dengan jelas dimata. Mereka berempat mencoba mendekati penjual jajanan pasar tersebut sambil memilah -- milah jajanan mereka mendengarkan perdebatan sengit soal makanan.