Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Pendidikan, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung- Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca dan Menulis Dengan Moto Belajar dan Mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengatasi Penyebab Gangguan Psikologis untuk Memaksimalkan Talenta Muda Menyongsong Era Bonus Demografi 2030

15 Juni 2024   13:59 Diperbarui: 15 Juni 2024   14:14 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengatasi Penyebab Gangguan Psikologis untuk Memaksimalkan Talenta Muda Menyongsong Era Bonus Demografi 2030

Oleh: Ahmad Rusdiana

Indonesia sedang bersiap memasuki era bonus demografi pada tahun 2030, sebuah periode di mana populasi usia produktif akan mencapai puncaknya. Memanfaatkan momentum ini sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Salah satu aspek krusial dalam memaksimalkan potensi talenta muda adalah memastikan kesehatan mental mereka dalam kondisi optimal. Memahami faktor-faktor penyebab psikologis terganggu, seperti yang diidentifikasi oleh American Psychiatric Association, dapat membantu kita dalam mengembangkan strategi yang efektif untuk menangani dan mencegah gangguan mental di kalangan generasi muda. Mari kita breakdown, satu persatu:  

Pertama: Faktor Biologis; Zat kimia otak, terutama neurotransmiter, memainkan peran penting dalam kesehatan mental. Ketidakseimbangan atau perubahan pada neurotransmiter dapat menyebabkan gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan skizofrenia. Untuk mengatasi faktor biologis ini, penting untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental yang dapat melakukan diagnosis dini dan intervensi tepat waktu. Program pendidikan kesehatan di sekolah dan tempat kerja juga dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan kimia otak melalui pola makan yang sehat, olahraga, dan tidur yang cukup.

Kedua: Paparan Zat; Anak-anak yang terpapar zat berbahaya di dalam rahim memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental. Ini termasuk paparan alkohol, obat-obatan terlarang, atau racun lingkungan selama kehamilan. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan edukasi kepada calon ibu tentang bahaya paparan zat berbahaya dan pentingnya perawatan prenatal. Pemerintah juga bisa mengimplementasikan kebijakan yang mengurangi paparan zat berbahaya di lingkungan, seperti regulasi ketat terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya.

Keempat: Faktor Genetik; Penyakit mental cenderung memiliki komponen genetik, artinya orang dengan riwayat keluarga gangguan mental memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi yang sama. Pemahaman tentang risiko genetik dapat membantu dalam deteksi dini dan intervensi. Program konseling genetik dan pemeriksaan kesehatan mental rutin bagi individu dengan riwayat keluarga gangguan mental dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda awal dan memberikan penanganan yang tepat.

Kelima: Pengalaman Hidup; Peristiwa hidup yang penuh tekanan, seperti trauma atau kehilangan, dapat memicu perkembangan gangguan mental. Misalnya, peristiwa traumatis yang berkepanjangan dapat menyebabkan PTSD. Untuk memitigasi dampak ini, penting untuk menyediakan layanan dukungan psikososial yang dapat membantu individu mengatasi trauma dan stres. Selain itu, menciptakan lingkungan yang mendukung dan aman di sekolah dan tempat kerja dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental.

Kelima: Pengalaman Masa Kecil; Pengalaman negatif pada masa kanak-kanak, seperti perubahan berulang pada pengasuh utama, dapat memengaruhi perkembangan mental anak. Gangguan keterikatan dapat berkembang dari pengalaman-pengalaman ini. Memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan anak dan memastikan mereka memiliki lingkungan keluarga yang stabil dan penuh kasih dapat mencegah gangguan ini. Program pengasuhan yang mendukung dan intervensi dini juga bisa membantu anak-anak mengembangkan keterikatan yang sehat.

Untuk memaksimalkan potensi talenta muda menjelang era bonus demografi 2030, penting untuk memahami dan mengatasi berbagai faktor penyebab psikologis terganggu. Melalui edukasi, dukungan kesehatan mental, kebijakan preventif, dan lingkungan yang mendukung, kita dapat membantu generasi muda mencapai kesejahteraan mental yang optimal. Dengan demikian, mereka akan lebih siap untuk berkontribusi secara produktif dalam pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia di masa depan. Wallahu A'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun