Memahami Perilaku Toxic-People: Keinginan Menjadi Pusat Perhatian dan Implikasinya bagi Talenta Muda di Era Bonus Demografi 2030
Oleh: Ahmad Rusdiana
Indonesia akan segera memasuki era bonus demografi pada tahun 2030, di mana jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya. Momen ini menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, tantangan besar juga menanti, termasuk bagaimana mengelola talenta muda agar mereka dapat berkontribusi secara maksimal. Salah satu kendala yang dapat menghambat perkembangan talenta muda adalah perilaku toxic yang kerap muncul di lingkungan kerja dan sosial. Salah satu perilaku toxic yang umum adalah keinginan untuk selalu menjadi pusat perhatian. Dalam tulisan ini, kita akan membahas ciri-ciri perilaku tersebut dan dampaknya bagi perkembangan talenta muda. Yu kita breakdown, satu persatu:
Pertama: Selalu Ingin Menjadi Pusat Perhatian; Individu dengan perilaku toxic ini selalu merasa perlu menjadi pusat perhatian di segala situasi. Mereka sering kali mengalihkan percakapan ke diri mereka sendiri dan berusaha keras agar semua orang memperhatikan mereka. Perilaku ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari pamer, bercerita berlebihan tentang prestasi pribadi, hingga mengambil alih diskusi dalam tim. Akibatnya, hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan menghambat komunikasi yang efektif di lingkungan kerja atau pendidikan.
Kedua: Kurang Menghargai Kontribusi Orang Lain; Keinginan untuk selalu menjadi pusat perhatian sering kali membuat individu tersebut mengabaikan atau meremehkan kontribusi orang lain. Mereka cenderung menganggap ide dan prestasi orang lain sebagai ancaman bagi posisi mereka. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat di mana kolaborasi dan kerja tim menjadi sulit tercapai. Talenta muda yang berada di sekitar individu seperti ini mungkin merasa demotivasi dan kurang dihargai, yang akhirnya dapat mengurangi produktivitas dan kreativitas mereka.
Ketiga: Manipulatif dan Kompetitif yang Tidak Sehat; Untuk memastikan semua mata tertuju pada mereka, individu dengan perilaku ini sering menggunakan taktik manipulatif. Mereka mungkin menyebarkan informasi palsu, menjelekkan orang lain, atau bahkan mengambil kredit atas kerja keras orang lain. Kompetisi yang tidak sehat ini tidak hanya merusak moral tim tetapi juga menciptakan lingkungan yang penuh tekanan dan konflik. Talenta muda yang terjebak dalam situasi seperti ini bisa mengalami stres berlebihan, kehilangan semangat kerja, dan pada akhirnya memilih untuk meninggalkan organisasi.
Singkatnya, perilaku toxic yang selalu ingin menjadi pusat perhatian memiliki dampak negatif yang signifikan bagi lingkungan kerja dan perkembangan talenta muda. Dalam menghadapi era bonus demografi pada tahun 2030, penting bagi Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi para talenta muda. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan kebijakan dan budaya kerja yang mendorong kolaborasi, menghargai kontribusi setiap individu, dan mengatasi perilaku toxic secara efektif. Dengan demikian, potensi penuh dari bonus demografi dapat dioptimalkan untuk kemajuan bangs. Wallahu A'lam Bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H