Membangun Talenta Muda Menuju Indonesia Emas 2045: Refleksi dari Tiga Keputusan Politik Budi Utomo dalam Kebijakan Pendidikan Kontemporer
Oleh: Ahmad Rusdiana
Perjuangan Budi Utomo yang lahir pada 20 Mei 1908 menjadi tonggak penting dalam sejarah kebangkitan nasional Indonesia. Organisasi ini menjadi pelopor pergerakan nasional dengan tujuan meningkatkan martabat rakyat melalui pendidikan dan budaya. Keputusan-keputusan yang diambil oleh Budi Utomo dalam kongres pertamanya memiliki dampak besar terhadap arah pergerakan pendidikan di Indonesia. Dengan memperhatikan semangat tersebut, refleksi dari tiga keputusan Budi Utomo dapat memberikan panduan melalui 3 Keputusannya yang berharga bagi kebijakan politik pendidikan kontemporer, terutama dalam membangun talenta muda menuju Indonesia Emas 2045.:
Keputusan pertama Budi Utomo adalah membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura serta tidak terlibat dalam politik. Keputusan ini menekankan pentingnya fokus dan kesatuan dalam gerakan pendidikan dan kebudayaan. Dalam konteks politik pendidikan kontemporer, semangat ini relevan dengan prinsip KURMA (Kualitas, Relevansi, Mutu, dan Akses). Fokus pada kualitas dan relevansi pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali menjadi penting agar setiap wilayah mendapatkan perhatian yang seimbang. Pembatasan ini juga mengajarkan kita untuk menghindari politisasi dalam pendidikan, memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi alat untuk pemberdayaan tanpa bias politik.
Keputusan kedua adalah memilih bidang pendidikan dan budaya, dengan alasan bahwa kebanyakan pendukung Budi Utomo adalah golongan priyayi rendahan yang perlu memperluas pendidikan Barat. Hal ini menekankan pentingnya akses terhadap pendidikan berkualitas bagi semua lapisan masyarakat. Dalam era kontemporer, ini berarti pemerintah harus memperkuat kebijakan yang mendukung inklusivitas dalam pendidikan, memastikan bahwa semua anak, terlepas dari latar belakang sosial dan ekonomi mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Ini sejalan dengan semangat KURMA, khususnya dalam hal akses dan mutu pendidikan yang berkeadilan.
Keputusan ketiga adalah memberikan prioritas pertama pada pengetahuan bahasa Belanda. Pada masanya, bahasa Belanda adalah bahasa pengantar ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini menyoroti pentingnya penguasaan bahasa asing sebagai jembatan untuk mengakses pengetahuan global. Dalam konteks kontemporer, meskipun bahasa yang diutamakan mungkin berbeda, prinsipnya tetap relevan: penguasaan bahasa internasional seperti Inggris dan bahasa lainnya sangat penting dalam era globalisasi. Ini sejalan dengan aspek kualitas dan relevansi dalam KURMA, di mana penguasaan bahasa asing menjadi salah satu indikator kualitas pendidikan yang mampu bersaing di kancah global.
Pada akhirnya, tiga keputusan Budi Utomo mengajarkan kita beberapa pelajaran penting bagi kebijakan pendidikan kontemporer Indonesia. Pertama, pentingnya menjaga fokus dan kesatuan dalam gerakan pendidikan serta menjauhkannya dari politisasi. Kedua, pentingnya inklusivitas dan akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas bagi semua lapisan masyarakat. Ketiga, pentingnya penguasaan bahasa asing untuk mengakses ilmu pengetahuan global. Dengan menerapkan semangat dan pelajaran ini dalam kebijakan pendidikan melalui pendekatan KURMA, Indonesia dapat mempersiapkan talenta muda yang kompeten dan siap berkontribusi menuju Indonesia Emas 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H