Optimalisasi Potensi Siswa melalui Pemahaman Gaya Belajar dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Menuju Indonesia Emas 2045
Oleh: Ahmad Rusdian
Setiap orang memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Ada yang lebih mudah memahami informasi melalui penglihatan, ada yang lebih suka mendengarkan, ada yang lebih aktif bergerak, dan ada yang menggabungkan beberapa cara tersebut. Cara belajar ini disebut dengan gaya belajar.
Implementasi Kurikulum Merdeka dalam pendidikan di Indonesia memerlukan pendekatan yang fleksibel dan adaptif terhadap berbagai gaya belajar siswa. Tiga gaya belajar utama menurut DePorter (2000) adalah visual, auditori, dan kinestetik. Memahami dan menerapkan ketiga gaya belajar ini dalam konteks Kurikulum Merdeka adalah kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan efektif. Guru profesional memiliki peran penting dalam menyesuaikan metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan individu siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif. Ketiga gaya belajar tersebut, antara lain:
Pertama: Gaya Belajar Visual; Gaya belajar visual menekankan pada penggunaan gambar, grafik, diagram, dan media visual lainnya untuk membantu siswa memahami materi pelajaran. Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru dapat memanfaatkan berbagai alat bantu visual seperti infografis, presentasi slide, dan video pembelajaran untuk mendukung pemahaman siswa visual.
Misalnya, saat mengajarkan konsep matematika, guru dapat menggunakan diagram alur atau grafik untuk menjelaskan langkah-langkah penyelesaian masalah. Dalam pelajaran sejarah, peta dan timeline bisa menjadi alat bantu yang efektif. Guru juga bisa mendorong siswa untuk membuat mind map atau sketsa sebagai bagian dari proses belajar.
Kedua: Â Gaya Belajar Auditori; Gaya belajar auditori fokus pada pendengaran sebagai cara utama dalam menerima informasi. Siswa dengan gaya belajar ini lebih mudah memahami materi melalui diskusi, ceramah, atau audio pembelajaran. Dalam Kurikulum Merdeka, guru dapat memperkaya pengalaman belajar siswa auditori dengan berbagai metode seperti diskusi kelompok, debat, dan presentasi verbal.
Sebagai contoh, dalam pelajaran bahasa, guru bisa menggunakan teknik storytelling atau mendengarkan rekaman audio buku untuk membantu siswa memahami dan mengapresiasi karya sastra. Selain itu, penggunaan podcast edukatif atau lagu yang relevan dengan materi pelajaran dapat menjadi alat bantu yang efektif.
Ketiga: Gaya Belajar Kinestetik; Gaya belajar kinestetik mengutamakan aktivitas fisik dan pengalaman langsung sebagai metode utama dalam belajar. Siswa dengan gaya belajar ini cenderung lebih mudah memahami materi melalui praktek, simulasi, atau aktivitas yang melibatkan gerakan. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, guru bisa mengintegrasikan metode pembelajaran yang aktif dan interaktif.
Sebagai contoh, dalam pelajaran sains, guru bisa mengadakan eksperimen langsung di kelas atau kegiatan lab yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi langsung dengan materi pelajaran. Dalam pelajaran olahraga atau pendidikan jasmani, metode kinestetik bisa diterapkan secara langsung dengan latihan dan aktivitas fisik yang terstruktur.
Adapun, peran Guru Profesional dalam Implementasi Kurikulum Merdeka; Guru profesional dalam konteks Kurikulum Merdeka harus mampu mengidentifikasi gaya belajar masing-masing siswa dan menyesuaikan strategi pengajaran yang sesuai. Ini memerlukan keterampilan dalam merancang kurikulum yang fleksibel, penggunaan berbagai metode pengajaran, dan evaluasi yang berfokus pada perkembangan individu siswa. Guru juga perlu berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan gaya belajar mereka sendiri dan menyediakan berbagai sumber daya dan aktivitas yang mendukung setiap gaya belajar. Selain itu, kolaborasi antara guru dan siswa dalam merancang proses belajar yang adaptif sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memberdayakan.
Pada Akhirnya, Implementasi Kurikulum Merdeka yang efektif memerlukan pemahaman yang mendalam tentang berbagai gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Guru profesional harus dapat mengidentifikasi dan menyesuaikan metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan individual siswa, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan dinamis. Dengan demikian, setiap siswa dapat mencapai potensi maksimal mereka dan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna. Wallahu A'lam Bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H