Meskipun Indonesia dikenal dengan iklim tropisnya yang hangat, Puncak Gunung Jayawijaya di Papua menjadi pengecualian yang menarik. Berada pada ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, puncak ini menjadi salah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang memiliki salju abadi. Salju di Jayawijaya tidak terbentuk dari hujan salju yang rutin terjadi, seperti di daerah beriklim dingin lainnya, melainkan merupakan sisa-sisa gletser kuno yang telah ada selama ribuan tahun.
Ketinggian ekstrem ini menciptakan kondisi suhu yang jauh lebih dingin dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Di puncak Jayawijaya, suhu dapat turun di bawah titik beku (0C), memungkinkan terbentuknya dan bertahannya salju serta es gletser. Pada ketinggian tersebut, tekanan udara lebih rendah dan radiasi panas yang dipantulkan dari permukaan bumi juga berkurang, sehingga suhu tetap dingin meskipun berada di wilayah tropis.
Namun, gletser di Puncak Jayawijaya menghadapi ancaman serius akibat perubahan iklim global. Peningkatan suhu rata-rata bumi menyebabkan gletser mencair lebih cepat, sehingga salju abadi di puncak ini semakin menyusut. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada keunikan geografis Papua, tetapi juga menjadi pengingat penting akan dampak perubahan iklim yang mengancam keanekaragaman alam di seluruh dunia.
Hujan Es
Meskipun salju hampir tidak pernah terjadi di Indonesia, negara ini memiliki fenomena hujan es yang menarik, meski jarang terjadi. Hujan es, atau sering disebut hail, adalah fenomena di mana tetesan air di atmosfer membeku menjadi bongkahan es dan jatuh ke permukaan bumi. Berbeda dengan salju, yang berbentuk kristal es lembut, hujan es berbentuk bongkahan es padat yang bisa berukuran cukup besar, sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan atau cedera jika menimpa manusia atau objek di bawahnya.
Fenomena ini biasanya terjadi akibat pengaruh udara dingin dari pegunungan atau angin dingin yang tiba-tiba berpindah ke lapisan atmosfer yang lebih rendah. Udara dingin tersebut mendinginkan awan kumulonimbus, yang sering menjadi tempat terbentuknya hujan badai. Ketika udara dingin menghantam awan ini, suhu di dalam awan turun drastis, menyebabkan uap air yang terkondensasi berubah menjadi es.
Selanjutnya, bongkahan es kecil yang terbentuk mulai naik dan turun di dalam awan akibat arus udara yang kuat, dikenal sebagai arus konveksi. Saat proses ini berlangsung, lapisan-lapisan es baru terbentuk di sekitar inti es awal, membuat ukurannya semakin besar. Ketika bongkahan es tersebut menjadi terlalu berat untuk ditahan oleh arus udara, es akhirnya jatuh ke bumi sebagai hujan es.
Hujan es ini sangat berbahaya karena ukurannya yang lebih besar dan keras dibandingkan tetesan air hujan biasa. Jika terkena tubuh manusia, hujan es bisa menyebabkan memar, luka-luka, atau bahkan kerusakan properti seperti atap rumah, kendaraan, atau tanaman. Fenomena ini cenderung terjadi di wilayah tertentu yang memiliki kombinasi udara dingin dari pegunungan dan kondisi atmosfer yang mendukung pembentukan awan badai. Meskipun jarang, kehadirannya menunjukkan keanekaragaman fenomena cuaca yang dapat terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia.
Dampak Jika Salju Turun di Indonesia
Bayangkan jika salju tiba-tiba turun di wilayah Indonesia yang secara alami tidak dirancang untuk menghadapi suhu dingin. Hal ini tidak hanya akan menjadi peristiwa yang mengejutkan, tetapi juga dapat menyebabkan kekacauan besar dalam ekosistem, sektor ekonomi, dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Flora dan fauna di Indonesia telah beradaptasi dengan iklim tropis yang hangat dan lembap. Tumbuhan tropis membutuhkan suhu stabil dan kelembapan tinggi untuk tumbuh dan berkembang. Jika suhu tiba-tiba turun di bawah titik beku dan salju menutupi permukaan tanah, banyak tanaman tropis akan mati karena mereka tidak mampu bertahan dalam kondisi dingin ekstrem. Kehilangan vegetasi ini akan berdampak langsung pada ekosistem, mengganggu rantai makanan dan habitat satwa liar.