Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Antara Karier dan Cinta: Dilema Generasi Muda dan Ekspektasi Orang Tua

21 Oktober 2024   18:21 Diperbarui: 21 Oktober 2024   18:50 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by StockSnap from Pixabay 

Di era modern ini, pernikahan bukan lagi sekadar tujuan hidup yang pasti ditempuh setelah mencapai kedewasaan. Perubahan gaya hidup, karier, dan nilai-nilai individu membuat banyak generasi muda memilih menunda atau bahkan mempertimbangkan ulang keputusan untuk menikah. Di satu sisi, mereka ingin mengeksplorasi potensi diri, meraih impian karier, dan menikmati kebebasan pribadi sebelum berkomitmen dalam sebuah hubungan jangka panjang. Namun, di sisi lain, ekspektasi dari orang tua dan keluarga yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisional tentang pernikahan menciptakan tekanan tersendiri. Ketegangan antara keinginan mengejar pengalaman hidup dan tuntutan untuk memenuhi ekspektasi keluarga ini menjadi topik hangat di berbagai kalangan, menyoroti perbedaan pandangan antar generasi dalam menghadapi institusi pernikahan.

Fokus Karier vs. Mencari Jodoh

Prioritas generasi muda saat ini cenderung berfokus pada pengembangan karier dan pencapaian tujuan individu sebelum mempertimbangkan komitmen dalam pernikahan. Mereka lebih memilih untuk membangun stabilitas finansial, mengejar kesuksesan profesional, dan memperoleh pengalaman hidup yang beragam. Keinginan untuk mencapai kemandirian finansial menjadi alasan utama, karena dengan stabilitas ekonomi, mereka merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan hidup di masa depan.

Selain itu, dunia kerja yang semakin kompetitif menuntut mereka untuk menginvestasikan waktu dan energi dalam pengembangan karier sejak dini. Generasi muda juga memiliki pandangan bahwa pernikahan adalah keputusan yang serius dan membutuhkan kesiapan mental, emosional, serta materi yang matang. Oleh karena itu, menunda pernikahan menjadi salah satu cara untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi terlebih dahulu tanpa terburu-buru terikat dalam hubungan jangka panjang.

Keputusan ini sering kali didorong oleh pemikiran bahwa memiliki pengalaman hidup yang lebih luas, seperti perjalanan, pendidikan, dan kesempatan profesional, dapat membuat mereka menjadi individu yang lebih matang dan siap saat akhirnya memutuskan untuk menikah. Ini sejalan dengan perubahan zaman, di mana fleksibilitas dan keberhasilan dalam karier menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan yang penting bagi banyak generasi muda.

Namun, di sisi lain, kekhawatiran orang tua terhadap anak-anak mereka yang telah memasuki usia dewasa namun belum menikah sering kali muncul. Bagi banyak orang tua, pernikahan dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan yang memberikan stabilitas emosional dan kebahagiaan jangka panjang. Mereka cenderung melihat pernikahan sebagai cara untuk memastikan bahwa anak-anak mereka tidak akan kesepian di masa depan dan memiliki seseorang yang dapat berbagi kehidupan serta tanggung jawab.

Kekhawatiran ini sering kali muncul dari nilai-nilai tradisional yang dipegang oleh generasi sebelumnya, di mana pernikahan dianggap sebagai langkah alami setelah dewasa, dan menunda pernikahan bisa dipandang sebagai tanda bahwa seseorang belum sepenuhnya "mapan" dalam kehidupan. Selain itu, orang tua juga khawatir bahwa semakin lama anak mereka menunda pernikahan, semakin sulit pula bagi mereka untuk menemukan pasangan yang cocok. Faktor usia menjadi perhatian, karena mereka percaya bahwa peluang untuk menikah dan memiliki anak bisa berkurang seiring waktu.

Selain aspek emosional, beberapa orang tua juga merasa bahwa pernikahan memberikan stabilitas sosial dan dukungan dalam menghadapi tantangan hidup. Mereka khawatir jika anak-anaknya tidak segera menikah, mereka mungkin akan menghadapi kesulitan dalam menemukan kebahagiaan, terutama di masa tua ketika tidak memiliki pasangan untuk berbagi hidup. Pandangan ini menciptakan ketegangan antar generasi, dengan anak-anak yang fokus pada pencapaian individu di satu sisi dan orang tua yang menginginkan stabilitas hidup melalui pernikahan di sisi lain.

Baca juga: Night

Kencan Buta: Solusi atau Tekanan?

Sebagai upaya untuk mempertemukan anak-anak mereka dengan calon pasangan, banyak orang tua yang mengatur kencan buta, dengan harapan bisa membantu mempercepat proses menemukan jodoh. Meskipun niat mereka baik dan biasanya bertujuan untuk kebahagiaan anak-anak mereka, langkah ini tidak jarang malah menimbulkan tekanan. Kencan buta sering kali dipandang sebagai solusi instan untuk masalah pernikahan, seolah-olah pertemuan tersebut dapat segera berujung pada komitmen yang serius. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun