Selain dampak lingkungan, ketergantungan pada impor migas juga menambah beban fiskal negara. Dengan mengimpor energi dalam jumlah besar, Indonesia terpapar fluktuasi harga migas global, yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Hal ini mendorong pemerintah untuk memikirkan kembali strategi energi dengan beralih ke sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi, yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Transisi ke energi terbarukan tidak hanya mengurangi emisi karbon dan kerusakan lingkungan, tetapi juga dapat membantu mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor migas, menghemat anggaran negara, dan memperkuat ketahanan energi jangka panjang. Dengan demikian, transisi energi ini penting dalam upaya mitigasi krisis iklim dan menjaga keberlanjutan ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti dampak signifikan dari ketergantungan Indonesia pada impor minyak dan gas (migas) terhadap perekonomian nasional. Menurutnya, transisi energi menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan tersebut, mengingat beban ekonomi yang semakin besar dari impor migas. Sebagai contoh, pada tahun 2014, Indonesia mengalami defisit migas sebesar 13,3 miliar dolar AS (sekitar Rp 206 triliun), yang berarti Indonesia mengimpor jauh lebih banyak migas daripada yang diekspor. Kondisi ini semakin memburuk pada 2023, ketika defisit migas melonjak 49 persen menjadi 19,9 miliar dolar AS (sekitar Rp 308,4 triliun).
Bhima menjelaskan bahwa keterlambatan dalam melakukan transisi energi menyebabkan hilangnya devisa negara dalam jumlah besar. Sumber daya negara yang bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur atau sektor penting lainnya malah terpaksa digunakan untuk membayar impor migas. Selain itu, besarnya defisit juga menyebabkan beban subsidi energi yang terus meningkat setiap tahunnya, yang menurut Bhima tidak sehat bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta masyarakat sebagai pembayar pajak.
Subsidi energi, khususnya untuk bahan bakar minyak (BBM), menjadi beban yang signifikan bagi APBN. Semakin besar impor migas, semakin tinggi subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menjaga harga bahan bakar tetap terjangkau bagi masyarakat. Hal ini menekan anggaran negara, mengurangi ruang fiskal untuk pembiayaan sektor lain, dan menambah utang negara.
Transisi menuju energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan biomassa, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada migas, mengurangi beban subsidi energi, dan menjaga keberlanjutan fiskal Indonesia. Selain itu, transisi ini juga akan membantu mengurangi emisi karbon dan mendukung upaya global dalam mengatasi krisis iklim.
Mengurangi Beban Anggaran Negara
Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa transisi energi terbarukan tidak hanya dapat menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara signifikan, tetapi juga memperkuat ketahanan energi Indonesia. Dengan beralih ke sumber energi terbarukan seperti panel surya, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan gas (migas) yang selama ini membebani ekonomi. Salah satu keunggulan energi terbarukan adalah ketidaktergantungannya pada fluktuasi harga minyak mentah dunia, yang sering kali naik atau turun dengan cepat.
Panel surya, misalnya, menjadi semakin terjangkau. Bhima mencatat bahwa harga perangkat panel surya telah turun hingga 89 persen dalam satu dekade terakhir. Ini menjadikannya pilihan yang lebih ekonomis dibandingkan energi fosil yang harganya sangat volatil. Dengan biaya yang semakin murah dan teknologi yang terus berkembang, energi surya memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mengurangi beban subsidi energi. Pengurangan subsidi ini akan membebaskan anggaran negara untuk dialokasikan ke sektor lain yang lebih mendesak, seperti kesehatan, pendidikan, atau infrastruktur.
Bhima juga menekankan bahwa ketergantungan pada energi fosil menciptakan kerentanan besar bagi perekonomian Indonesia, terutama ketika terjadi gangguan pada produksi atau distribusi energi global. Misalnya, perang di Timur Tengah yang sering kali mengganggu pengiriman minyak bisa memicu krisis energi di Indonesia. Ketidakstabilan ini mengancam kelangsungan pasokan energi di dalam negeri.
Sebaliknya, dengan transisi ke energi terbarukan, Indonesia bisa memperkuat ketahanan energinya. Sumber energi seperti matahari, angin, dan air ada secara alami di dalam negeri, sehingga tidak bergantung pada pasokan dari luar. Hal ini menjadikan sistem energi lebih stabil, berkelanjutan, dan tahan terhadap disrupsi global, sekaligus mendukung pengurangan emisi karbon dan membantu mitigasi krisis iklim.