Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Transisi Energi Hijau: Kurangi Beban APBN dan Tingkatkan Daya Tarik Investor Global

20 Oktober 2024   08:18 Diperbarui: 20 Oktober 2024   08:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Markus Distelrath from Pixabay

Perubahan iklim global semakin nyata dengan kejadian-kejadian cuaca ekstrem yang berlawanan, seperti yang terjadi pada Sungai Amazon dan Gurun Sahara. Sungai Amazon, yang dikenal sebagai sungai terpanjang kedua dan sumber air terbesar di dunia, kini mengalami kekeringan parah. Beberapa anak sungainya telah mencapai rekor kedalaman terendah dalam sejarah. Kekeringan ini dapat berdampak besar pada ekosistem Amazon, mengancam kehidupan flora, fauna, serta komunitas lokal yang bergantung pada sungai tersebut sebagai sumber air dan mata pencaharian.

Sementara itu, Sahara, gurun paling kering di dunia, mengalami hujan lebat hingga menyebabkan banjir untuk pertama kalinya dalam 50 tahun. Banjir di daerah gurun yang biasanya tidak menerima curah hujan yang signifikan adalah fenomena luar biasa. Ini menggambarkan betapa tidak stabilnya pola cuaca saat ini, yang dipengaruhi oleh peningkatan suhu global dan perubahan sirkulasi atmosfer.

Kondisi-kondisi ekstrem ini mencerminkan bahwa Bumi sedang mengalami perubahan iklim yang serius. Anomali cuaca seperti kekeringan di Amazon dan banjir di Sahara menunjukkan bahwa keseimbangan alam terganggu, dan dampaknya sangat luas, baik bagi ekosistem maupun kehidupan manusia.

Krisis iklim bukan hanya ancaman bagi lingkungan, tetapi juga bagi perekonomian global. Peningkatan suhu bumi yang menyebabkan berbagai anomali iklim, seperti curah hujan ekstrem, gelombang panas, dan bencana alam lainnya, secara langsung memengaruhi aktivitas ekonomi. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada 17 April 2024, krisis iklim diperkirakan akan memangkas pendapatan global hingga 19 persen dalam 25 tahun mendatang.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan iklim merusak infrastruktur penting di berbagai negara, seperti jalan, jembatan, jaringan listrik, dan fasilitas produksi, yang semuanya diperlukan untuk menunjang perekonomian. Bencana alam yang meningkat menyebabkan gangguan logistik, produksi, dan distribusi barang, serta meningkatkan biaya pemulihan dan pembangunan kembali. Negara-negara dengan infrastruktur yang rentan terhadap perubahan cuaca, terutama negara berkembang, akan lebih terkena dampaknya.

Selain itu, krisis iklim meningkatkan risiko ketidakstabilan pangan, kelangkaan air, dan migrasi paksa, yang semuanya dapat memperburuk ketegangan sosial dan ekonomi. Studi ini juga memperkirakan bahwa kerugian ekonomi global akibat krisis iklim dapat mencapai rata-rata 38 triliun dolar AS per tahun pada 2049, mencakup kerugian dari kerusakan fisik, gangguan produksi, dan penurunan produktivitas akibat suhu ekstrem.

Krisis ini menuntut tindakan segera untuk menekan laju pemanasan global dan berinvestasi dalam adaptasi terhadap iklim, guna melindungi ekonomi global dari dampak yang semakin merusak di masa depan.

Pentingnya Perubahan Menuju Energi Berkelanjutan

Di Indonesia, pemerintah mengalokasikan ratusan triliun rupiah setiap tahun untuk impor minyak dan gas (migas) guna memenuhi kebutuhan energi domestik. Minyak dan gas ini merupakan bahan bakar fosil yang memainkan peran utama dalam sektor energi Indonesia, namun penggunaannya berdampak langsung pada kerusakan lingkungan dan memperburuk krisis iklim global.

Penggunaan bahan bakar fosil seperti migas melepaskan emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), yang berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global. Proses ekstraksi, pengolahan, dan pembakaran migas menghasilkan polusi yang merusak atmosfer, meningkatkan suhu bumi, dan memicu perubahan iklim. Efeknya meliputi cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air laut, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun