Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Tembok Pesantren: Tantangan Membentuk Akhlak Mulia di Era Modern

10 Oktober 2024   09:31 Diperbarui: 10 Oktober 2024   10:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/cang_design 

Pendahuluan

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah berabad-abad berdiri memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak dan karakter yang mulia. Sejak awal didirikan, pesantren dikenal sebagai tempat untuk mendalami ilmu agama dan membangun moralitas yang tinggi di kalangan santri. Harapan orang tua yang menitipkan anak-anak mereka di pondok pesantren adalah agar mereka tumbuh menjadi individu yang baik, berakhlak, dan memiliki etika serta sopan santun yang tinggi.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena yang memprihatinkan di kalangan santri, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pantas, bahkan mengandung kata-kata kasar yang merendahkan orang lain. Hal ini tentu menjadi tanda tanya besar tentang seberapa maksimal pondok pesantren dalam menjalankan tugasnya dalam pendidikan karakter. Banyak orang tua dan masyarakat berharap bahwa pesantren dapat menjadikan anak-anak mereka lebih baik, tetapi kenyataan yang ada menunjukkan bahwa tidak semua santri berhasil mencapai harapan tersebut. Fenomena santri yang berbicara kotor ini mengindikasikan adanya celah dalam proses pendidikan karakter di lingkungan pesantren, yang seharusnya menjadi benteng moral dan etika.

Untuk memahami fenomena ini lebih dalam, perlu dilakukan analisis terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter santri di pesantren. Aspek lingkungan, metode pengajaran, dan interaksi sosial antar santri dapat menjadi kunci untuk mengetahui penyebab munculnya perilaku yang tidak diharapkan ini. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kembali pendekatan pendidikan yang diterapkan di pesantren agar dapat memberikan kontribusi yang lebih efektif dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan mampu menghadapi tantangan zaman dengan baik.

Mengapa Fenomena Ini Bisa Terjadi?

Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebabnya antara lain:

1. Pengaruh Lingkungan Luar 

Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi telah membawa dampak signifikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di kalangan santri di pondok pesantren. Dengan kemudahan akses internet, santri dapat dengan cepat menjelajahi berbagai konten yang tersedia secara online. Meskipun teknologi memiliki potensi untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan, namun di sisi lain, santri juga sangat rentan terhadap paparan konten-konten negatif, seperti video, meme, atau komentar yang menggunakan bahasa kasar dan perilaku tidak sopan.

Paparan yang terus-menerus terhadap bahasa yang tidak pantas ini dapat memengaruhi perilaku santri dalam beberapa cara. Pertama, interaksi di dunia maya sering kali berlangsung tanpa pengawasan, sehingga santri dapat menyerap dan meniru perilaku yang mereka lihat tanpa mempertimbangkan dampaknya. Ketika mereka sering terpapar pada konten yang mengandung unsur kekerasan, kebencian, atau penghinaan, ada kemungkinan mereka akan menginternalisasi norma-norma tersebut, sehingga perilaku negatif tersebut menjadi bagian dari cara mereka berkomunikasi.

Kedua, adanya norma sosial di dunia maya yang cenderung meremehkan perilaku sopan santun dapat memperkuat perilaku kasar di kalangan santri. Di lingkungan online, bahasa yang kasar sering kali dianggap lucu atau menghibur, dan ini dapat menimbulkan anggapan bahwa penggunaan bahasa tersebut adalah hal yang wajar. Akibatnya, santri mungkin merasa tidak ada yang salah dengan berbicara atau bertindak kasar, karena mereka melihat rekan-rekan mereka di dunia maya melakukan hal yang sama.

Ketiga, kurangnya pendampingan dan edukasi mengenai penggunaan teknologi yang bijak dapat memperburuk situasi ini. Jika pesantren tidak memberikan pemahaman yang memadai tentang dampak negatif dari konten yang diakses, santri mungkin tidak menyadari bahwa paparan tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif untuk mendidik santri mengenai literasi digital, termasuk cara menyaring informasi dan memahami dampak dari apa yang mereka konsumsi secara online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun