BAB 2
John Rawls, seorang filsuf politik liberal-kiri abad ke-20, menggambarkan masyarakat sebagai "badan kerjasama untuk keuntungan bersama." Artinya, masyarakat tidak hanya kumpulan individu yang hidup bersama, tetapi mereka berpartisipasi dalam struktur yang terorganisir untuk mencapai manfaat yang saling menguntungkan.
Rawls berpendapat bahwa setiap masyarakat, kecuali yang kacau atau tidak teratur, lebih menguntungkan bagi individu jika mereka hidup dalam harmoni dan kerjasama, dibandingkan dengan hidup secara terpisah atau terpecah-belah. Dalam pandangan ini, masyarakat menyediakan kerangka dasar yang membantu individu mencapai kehidupan yang lebih baik melalui aturan, norma, dan lembaga-lembaga yang menyatukan mereka.
Dengan demikian, Rawls menekankan bahwa kita semua memiliki kepentingan dalam keberadaan dan pengaturan lembaga-lembaga dasar di masyarakat, karena lembaga-lembaga ini menyusun aturan-aturan kerjasama yang memungkinkan kita hidup lebih baik. Setiap individu diuntungkan dengan adanya lembaga-lembaga yang adil dan fungsional, seperti pemerintahan, hukum, dan sistem ekonomi, yang semuanya bekerja untuk kepentingan bersama.
Konsep ini mendasari teori keadilan Rawls, di mana ia menekankan pentingnya mendesain lembaga-lembaga yang mendistribusikan keuntungan secara adil di antara semua anggota masyarakat, sehingga menciptakan sistem yang tidak hanya menguntungkan segelintir orang tetapi juga memberikan keuntungan bagi setiap orang, terutama yang paling rentan.
Meskipun aturan-aturan dalam masyarakat ada untuk mengatur kerjasama demi keuntungan bersama, John Rawls mengakui bahwa aturan-aturan tersebut juga bisa menjadi sumber konflik. Konflik ini terjadi karena aturan yang dibuat oleh institusi-institusi masyarakat mendistribusikan manfaat dan beban secara berbeda, tergantung pada struktur dan konteks sosialnya.
Institusi-institusi, seperti sistem hukum, ekonomi, dan sosial, menentukan siapa yang diuntungkan dan siapa yang terbebani dalam kehidupan bersama. Rawls menekankan bahwa aturan-aturan ini tidak sepenuhnya menentukan nasib individu, karena kehidupan seseorang juga bergantung pada pilihan pribadi. Namun, aturan-aturan tetap berpengaruh signifikan terhadap peluang dan hasil hidup seseorang.
Sebagai contoh, dalam masyarakat Eropa atau Jepang pada Abad Pertengahan, institusi cenderung memberikan keistimewaan kepada orang-orang yang lahir dalam keluarga bangsawan atau yang memiliki bakat dalam pertempuran. Dengan kata lain, status kelahiran dan kemampuan fisik menjadi faktor utama yang menentukan siapa yang akan diuntungkan oleh struktur sosial.
Berbeda dengan itu, institusi-institusi di Amerika Serikat modern cenderung memberikan keistimewaan kepada mereka yang memiliki IQ tinggi atau kemampuan untuk membangun jaringan politik. Orang yang pandai secara intelektual atau memiliki koneksi politik yang kuat lebih mungkin untuk berhasil dalam struktur sosial ini.
Selain itu, dalam tatanan dunia saat ini yang terdiri dari berbagai negara-bangsa dengan pembatasan perpindahan internasional, institusi global cenderung lebih menguntungkan bagi para profesional terampil dibandingkan pekerja yang tidak terampil. Pekerja yang memiliki keterampilan tinggi, seperti dalam teknologi atau manajemen, lebih mudah mendapatkan kesempatan di pasar internasional, sementara pekerja yang kurang terampil sering kali terjebak dalam batasan-batasan nasional.