Yechen dan Lijishuang bertemu, penuh tekad, tanpa kelam.
Pertarungan sengit, bayang-bayang masa lalu yang mengikat,
Di antara sekte, cinta dan dendam bergelut hebat.
Dantian Yechen dihancurkan, dibuang dari Zhenyang,
Lijishuang menyadari, tubuhnya inti muslihat, terang benderang.
Harga diri memisahkan dua hati yang pernah menyatu,
Namun di arena ini, nasib bertemu kembali, terbelenggu.
Yechen berjuang dengan tekad, meski kultivasinya lebih rendah,
Pedang melintasi udara, mengguratkan luka yang meresah.
Di saat darah mengalir, dan kekuatan mulai pudar,
Lijishuang terluka berat, kekalahan yang harus ditakar.
"Aku... Kalah," bisik Lijishuang, lemah dan tak berdaya,
Yechen menatapnya dingin, tanpa dendam yang memanah jiwa.
"Tidak ada lagi karma di antara kita," ujar Yechen tegas,
Lijishuang cemas, hati terbelah, bimbang tak terbalas.
"Apakah... Kau membenciku?" suara Lijishuang bergetar,
Yechen menjawab tenang, "Kenapa harus benci? Kita punya jalan sendiri, tak perlu gusar."
Air mata mengalir, merenung masa lalu yang kini sirna,
"Dulu ku pikir kita abadi, namun dantianmu rusak, dan aku memilih jalan berbeda."
Lijishuang teringat masa-masa bahagia yang kini hilang,
Yechen yang selalu hadir, di setiap mimpi dan petualang.
"Namun yang paling menggelikan, kau yang dulu kucampakkan,
Adalah yang menolongku, saat aku dalam kesulitan."
"Apakah ini hukuman atau balasan karma?" Lijishuang bertanya dalam hati,
Yechen merenung, cinta yang dulu ada kini terhenti.
"Dulu kita kekasih, kini asing, lalu musuh yang bertarung,
Pada akhirnya, hutang karma telah lunas, tak ada lagi yang mengurung."
Di bawah terik matahari yang membakar, pertarungan telah usai,
Dua jiwa yang terluka, mencari kedamaian yang damai.
Tak ada lagi dendam, hanya kenangan yang tersisa,
Pertarungan cinta dan karma, akhirnya berakhir dengan keikhlasan yang tercipta.