Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fighting Under the Hot Sun: Love and Cause-Effect

21 Juli 2024   07:54 Diperbarui: 21 Juli 2024   07:57 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil Screenshot di APK Mangatoon/Mangatoon.com

Di arena yang suram dan penuh dengan dendam,
Yechen dan Lijishuang bertemu, penuh tekad, tanpa kelam.
Pertarungan sengit, bayang-bayang masa lalu yang mengikat,
Di antara sekte, cinta dan dendam bergelut hebat.

Dantian Yechen dihancurkan, dibuang dari Zhenyang,
Lijishuang menyadari, tubuhnya inti muslihat, terang benderang.
Harga diri memisahkan dua hati yang pernah menyatu,
Namun di arena ini, nasib bertemu kembali, terbelenggu.

Yechen berjuang dengan tekad, meski kultivasinya lebih rendah,
Pedang melintasi udara, mengguratkan luka yang meresah.
Di saat darah mengalir, dan kekuatan mulai pudar,
Lijishuang terluka berat, kekalahan yang harus ditakar.

"Aku... Kalah," bisik Lijishuang, lemah dan tak berdaya,
Yechen menatapnya dingin, tanpa dendam yang memanah jiwa.
"Tidak ada lagi karma di antara kita," ujar Yechen tegas,
Lijishuang cemas, hati terbelah, bimbang tak terbalas.

"Apakah... Kau membenciku?" suara Lijishuang bergetar,
Yechen menjawab tenang, "Kenapa harus benci? Kita punya jalan sendiri, tak perlu gusar."
Air mata mengalir, merenung masa lalu yang kini sirna,
"Dulu ku pikir kita abadi, namun dantianmu rusak, dan aku memilih jalan berbeda."

Lijishuang teringat masa-masa bahagia yang kini hilang,
Yechen yang selalu hadir, di setiap mimpi dan petualang.
"Namun yang paling menggelikan, kau yang dulu kucampakkan,
Adalah yang menolongku, saat aku dalam kesulitan."

"Apakah ini hukuman atau balasan karma?" Lijishuang bertanya dalam hati,
Yechen merenung, cinta yang dulu ada kini terhenti.
"Dulu kita kekasih, kini asing, lalu musuh yang bertarung,
Pada akhirnya, hutang karma telah lunas, tak ada lagi yang mengurung."

Di bawah terik matahari yang membakar, pertarungan telah usai,
Dua jiwa yang terluka, mencari kedamaian yang damai.
Tak ada lagi dendam, hanya kenangan yang tersisa,
Pertarungan cinta dan karma, akhirnya berakhir dengan keikhlasan yang tercipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun