Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyingkap Rahasia Alkimia: Perpaduan Ilmu Pengetahuan dan Spiritualitas

13 Juli 2024   10:17 Diperbarui: 13 Juli 2024   10:23 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/itslyssaleigh 

Alkimia adalah disiplin protosains yang mengintegrasikan berbagai elemen seperti kimia, fisika, astrologi, seni, semiotika, metalurgi, kedokteran, mistisisme, dan agama. Praktik ini dilakukan oleh orang yang disebut ahli alkimia atau alkimiawan. Dua tujuan utama dalam alkimia adalah pertama, menciptakan batu filosofis, sebuah substansi mitos yang dikatakan mampu mengubah logam biasa menjadi emas (transmutasi); dan kedua, mencari panacea universal, obat yang diyakini dapat menyembuhkan segala penyakit dan memperpanjang usia.

Etimologi kata "alkimia" berasal dari Bahasa Arab "al-kimiya" atau "al-khimiya" ( atau ), yang kemungkinan besar terbentuk dari partikel "al-" dan kata Bahasa Yunani "khumeia". Kata Yunani ini memiliki makna "mencetak bersama", "menuangkan bersama", "melebur", "aloy", dan sebagainya (berasal dari "khumatos", yang berarti "yang dituangkan, batang logam"). Ada juga etimologi alternatif yang menghubungkan kata "alkimia" dengan "Al Kemi", yang dapat diterjemahkan sebagai "Seni Mesir". Nama ini merujuk pada Mesir Kuno, di mana negerinya disebut "Kemi" dan bangsa Mesir dianggap memiliki keahlian magis di dunia kuno.

Secara historis, alkimia dianggap sebagai nenek moyang ilmu kimia modern sebelum metode ilmiah terstruktur. Praktik alkimia melibatkan pencarian spiritual dan filosofis untuk pemahaman tentang alam semesta, sambil mencoba menggabungkan aspek-aspek praktis seperti eksperimen kimia dan pengembangan teknik metalurgi. Meskipun tidak lagi dianggap sebagai ilmu pengetahuan formal, warisan alkimia tetap mempengaruhi budaya dan pemikiran modern dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, simbolisme, dan budaya populer.

A. Tinjauan Umum

Secara umum, orang menganggap ahli alkimia sebagai praktisi pseudosains yang berusaha mengubah timah menjadi emas dan percaya bahwa semua materi tersusun atas empat elemen dasar: tanah, udara, api, dan air. Mereka juga sering dikaitkan dengan mistisisme dan sihir. Dari sudut pandang masa kini, usaha dan keyakinan mereka dianggap memiliki keabsahan terbatas. Namun, dalam konteks zaman mereka, ahli alkimia mencoba menjelajahi dan menyelidiki alam sebelum adanya sebagian besar alat dan praktik ilmiah dasar. Mereka bergantung pada pengalaman, tradisi, pengamatan dasar, dan mistisisme untuk mengisi kekosongan pengetahuan.

Untuk memahami para ahli alkimia, perlu direnungkan betapa ajaibnya perubahan suatu zat menjadi zat lain. Hal ini merupakan dasar dari metalurgi sejak masa Neolitikum bagi kebudayaan yang tidak memahami fisika atau kimia secara formal. Bagi ahli alkimia, tidak ada alasan kuat untuk memisahkan dimensi kimiawi (material) dengan dimensi penafsiran, perlambangan, atau filsafat. Pada masa itu, fisika yang tidak memiliki wawasan metafisika dianggap tidak lengkap, seperti halnya metafisika yang tidak memiliki perwujudan fisik. Jadi, lambang dan proses alkimia biasanya memiliki makna batiniah yang merujuk pada perkembangan spiritual praktisinya, serta makna material yang berkaitan dengan perubahan fisik zat.

Transmutasi logam biasa menjadi emas melambangkan upaya menuju kesempurnaan atau ketinggian tertinggi eksistensi. Ahli alkimia meyakini bahwa seluruh alam semesta bergerak menuju keadaan sempurna, dan emas, karena tidak pernah rusak, dianggap zat yang paling sempurna. Dengan mencoba mengubah logam biasa menjadi emas, mereka sebenarnya berusaha membantu alam semesta. Maka, cukup logis jika mereka berpikir bahwa dengan memahami rahasia ketakberubahan emas, mereka akan menemukan kunci untuk menangkal penyakit dan pembusukan organik. Inilah sebabnya tema-tema kimiawi, spiritual, dan astrologi menjadi ciri khas alkimia zaman pertengahan.

1. Penilaian Ahli Alkimia

Penafsiran naif sebagian ahli alkimia, atau harapan palsu yang dipromosikan oleh sebagian lainnya, jangan sampai mengurangi nilai upaya para praktisi lain yang lebih tulus. Selain itu, bidang alkimia banyak berubah sepanjang zaman. Awalnya, alkimia adalah cabang metalurgis/obat agama. Kemudian, berkembang menjadi bidang studi yang kaya dan sah. Namun, akhirnya, beberapa aspek alkimia berdevolusi menjadi mistisisme dan penipuan blak-blakan. Meskipun begitu, alkimia memberikan sebagian pengetahuan empiris dasar untuk bidang kimia dan obat-obatan modern.

Hingga abad ke-18, alkimia dianggap sebagai ilmu serius di Eropa. Contohnya, Isaac Newton mengabdikan banyak waktu untuk seni ini. Ahli alkimia terkemuka lainnya di dunia Barat adalah Roger Bacon, Santo Thomas Aquinas, Tycho Brahe, Thomas Browne, dan Parmigianino. Penurunan alkimia dimulai pada abad ke-18 dengan lahirnya kimia modern, yang memberikan kerangka kerja lebih teliti dan andal untuk transmutasi zat dan obat-obatan, dalam desain baru alam semesta yang berdasarkan materialisme rasional.

2. Kebangkitan dan Kontroversi

Idealisme transmutasi zat dalam alkimia menjadi terkenal lagi pada abad ke-20 ketika para fisikawan mampu mengubah atom timah menjadi atom emas melalui reaksi nuklir. Namun, atom emas baru ini, karena merupakan isotop yang labil, hanya bertahan lima detik lalu terurai. Lebih belakangan, laporan mengenai transmutasi unsur atas-tabel---dengan cara elektrolisis atau kavitasi suara---menjadi pusat kontroversi fusi dingin (cold fusion) pada tahun 1989. Tidak satu pun dari klaim ini dapat diduplikasi. Dalam kedua kasus ini, kondisi yang diperlukan berada jauh di luar jangkauan para ahli alkimia kuno.

3. Pengaruh dalam Bidang Lain

Perlambangan alkimia sesekali digunakan pada abad ke-20 oleh psikolog dan filosof. Carl Jung memeriksa kembali perlambangan dan teori alkimia serta mulai menunjukkan makna batin dalam pekerjaan alkimia sebagai jalan spiritual. Filsafat, lambang, dan metode alkimia menikmati kebangkitan kembali dalam konteks posmodern, seperti dalam gerakan New Age. Bahkan, sebagian fisikawan bermain-main dengan gagasan alkimia dalam buku-buku seperti The Tao of Physics dan The Dancing Wu Li Masters.

4. Studi Sejarah Alkimia

Sejarah alkimia menjadi bidang akademis yang giat. Seraya bahasa ahli alkimia yang kabur---dan tentunya hermetis---perlahan-lahan dapat "dipecahkan sandinya", para ahli sejarah menjadi semakin menyadari hubungan intelektual antara alkimia dengan segi-segi lain dalam sejarah budaya Barat, seperti masyarakat Rosicrucian dan masyarakat mistis lainnya, sihir, dan tentu saja evolusi sains dan filsafat.

Meskipun tidak dianggap sebagai ilmu pengetahuan formal pada masa kini, alkimia memainkan peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern. Upaya para ahli alkimia untuk memahami alam semesta melalui kombinasi ilmu kimia, spiritualitas, dan filsafat membuka jalan bagi banyak penemuan ilmiah dan perkembangan filosofis yang masih berpengaruh hingga sekarang.

B. Sejarah Alkimia

Alkimia adalah disiplin yang mencakup beberapa tradisi filsafat yang tersebar selama empat ribu tahun dan di tiga benua. Penggunaan bahasa yang penuh sandi dan perlambangan oleh para praktisinya membuat pelacakan pengaruh dan hubungan "genetis" di antara berbagai tradisi alkimia menjadi sulit. Namun, kita dapat membedakan setidaknya dua benang utama dalam sejarah alkimia: alkimia Tiongkok dan alkimia Barat.

1. Alkimia Tiongkok

Alkimia Tiongkok berpusat di Tiongkok dan wilayah-wilayah yang berada di bawah pengaruh budaya Tiongkok. Alkimia Tiongkok berkaitan erat dengan Taoisme, sebuah sistem kepercayaan dan filsafat yang menekankan keharmonisan dengan Tao, yang dapat diartikan sebagai "jalan" atau "prinsip kosmik". Dalam konteks alkimia, para ahli alkimia Tiongkok berusaha mencapai keabadian dan kesehatan yang sempurna melalui pembuatan eliksir kehidupan dan pemurnian diri. Praktik ini melibatkan penggunaan berbagai bahan kimia dan herbal serta meditasi dan latihan pernapasan.

2. Alkimia Barat

Alkimia Barat memiliki sejarah yang lebih kompleks dan pusatnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Alkimia Barat dimulai di Mesir Kuno, kemudian berkembang di Yunani dan Roma Kuno, lalu diteruskan oleh dunia Islam pada Abad Pertengahan, dan akhirnya kembali ke Eropa selama Renaisans. Berbeda dengan alkimia Tiongkok, alkimia Barat mengembangkan sistem filsafatnya sendiri yang hanya sedikit berkaitan dengan agama-agama besar Barat seperti Kristen, Yahudi, dan Islam.

Di Mesir Kuno, alkimia dikenal sebagai "Khemia", yang diambil dari kata "Khem" yang berarti "tanah hitam", merujuk pada tanah subur di sekitar Sungai Nil. Alkimia Mesir terutama berfokus pada proses mumifikasi dan pengawetan jenazah, serta transformasi zat-zat alamiah.

Di Yunani dan Roma Kuno, alkimia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, terutama teori empat elemen yang diajukan oleh Empedokles dan konsep materi oleh Aristoteles. Para alkimiawan Yunani berusaha menemukan "batu filsuf" yang dipercaya dapat mengubah logam biasa menjadi emas dan memberikan keabadian.

Pada Abad Pertengahan, alkimia dibawa ke dunia Islam melalui penaklukan dan perdagangan. Para ilmuwan Muslim seperti Jabir ibn Hayyan (dikenal di Barat sebagai Geber) mengembangkan teknik-teknik baru dalam distilasi dan sublimasi, serta menyempurnakan teori-teori alkimia yang sudah ada. Karya-karya mereka kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibawa ke Eropa.

Di Eropa, alkimia mencapai puncaknya pada periode Renaisans. Alkimiawan seperti Paracelsus dan Isaac Newton melakukan eksperimen-eksperimen yang menggabungkan aspek kimia, fisika, dan mistisisme. Mereka juga mencoba mencari "batu filsuf" dan "panacea universal". Namun, seiring perkembangan metode ilmiah dan ilmu kimia modern pada abad ke-17 dan ke-18, alkimia mulai ditinggalkan dan dianggap sebagai ilmu semu.

3. Hubungan antara Alkimia Tiongkok dan Barat

Masih menjadi pertanyaan apakah kedua benang utama alkimia ini memiliki asal usul yang sama atau sejauh mana mereka saling memengaruhi. Meskipun ada beberapa kesamaan dalam tujuan dan simbolisme, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara alkimia Tiongkok dan alkimia Barat pada tahap-tahap awal perkembangan mereka. Kedua tradisi ini tampaknya berkembang secara independen dan hanya sedikit bercampur satu sama lain.

Sejarah alkimia adalah cerita yang kompleks dan panjang, yang mencakup berbagai tradisi filsafat dan praktik yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia. Meskipun alkimia sering kali dianggap sebagai ilmu semu pada masa kini, upaya dan pencapaian para alkimiawan di masa lalu telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ilmu kimia dan pengetahuan manusia secara umum.

C. Alkimia dan Astrologi

Pinterest.com/itslyssaleigh 
Pinterest.com/itslyssaleigh 

Alkimia di dunia Barat, serta di tempat-tempat lain yang mempraktikkannya, memiliki kaitan erat dan keterkaitan dengan astrologi bergaya Yunani-Babilonia tradisional. Dalam banyak hal, alkimia dan astrologi dibangun untuk saling melengkapi dalam pencarian pengetahuan gaib. Secara tradisional, setiap tujuh planet dalam tata surya yang dikenal pada masa itu bertalian dengan, menguasai, dan mengatur logam tertentu.

1. Hubungan antara Planet dan Logam

Berikut adalah hubungan tradisional antara planet dan logam yang dikenal dalam alkimia:

  • Matahari (Sol): menguasai emas (Aurum).
  • Bulan (Luna): menguasai perak (Argentum).
  • Merkurius (Mercurius): menguasai merkuri (Hydrargyrum).
  • Venus: menguasai tembaga (Cuprum).
  • Mars: menguasai besi (Ferrum).
  • Jupiter: menguasai timah (Stannum).
  • Saturnus: menguasai timbal (Plumbum).

Para ahli alkimia percaya bahwa planet-planet ini mempengaruhi karakteristik dan sifat-sifat logam yang mereka kuasai. Hubungan ini merupakan bagian integral dari praktik alkimia, di mana para alkimiawan menggabungkan pengetahuan astrologi dengan eksperimen kimia untuk mencapai tujuan mereka, seperti transmutasi logam biasa menjadi emas atau penciptaan eliksir kehidupan.

2. Isaac Newton dan Astrologi

Isaac Newton, seorang tokoh terkemuka dalam sejarah ilmu pengetahuan, juga dikenal sebagai ahli alkimia. Pada masanya, astrologi dan alkimia sangat berkaitan erat. Oleh karena itu, sangat mungkin bahwa Newton memiliki pengetahuan yang baik tentang astrologi, atau setidaknya pemahaman dasar mengenai metodologi astrologi yang berkaitan dengan alkimia.

Newton terkenal dengan penemuannya dalam bidang fisika dan matematika, tetapi minatnya terhadap alkimia menunjukkan bahwa ia juga terlibat dalam pencarian pengetahuan gaib. Mengingat hubungan erat antara alkimia dan astrologi, Newton kemungkinan besar mempelajari dan menggunakan prinsip-prinsip astrologi dalam eksperimen alkimianya.

3. Pentingnya Pengetahuan Astrologi dalam Alkimia

Untuk menggunakan alkimia secara efektif, seorang alkimiawan perlu memiliki pengetahuan tentang astrologi. Hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa posisi dan pergerakan planet mempengaruhi proses kimiawi dan transmutasi zat. Sebagai contoh, waktu tertentu dalam satu bulan atau tahun mungkin dianggap lebih baik untuk melakukan eksperimen tertentu berdasarkan posisi planet.

Pengetahuan astrologi ini memungkinkan para alkimiawan untuk merencanakan dan melaksanakan eksperimen mereka dengan lebih baik, dengan harapan mencapai hasil yang lebih sukses. Oleh karena itu, ahli alkimia terkemuka seperti Newton pasti memahami pentingnya astrologi dalam praktik alkimia.

Hubungan antara alkimia dan astrologi sangat erat, terutama dalam tradisi Barat. Keterkaitan ini dibangun berdasarkan keyakinan bahwa planet-planet dalam tata surya mempengaruhi logam-logam tertentu di Bumi. Para ahli alkimia, termasuk Isaac Newton, menggunakan pengetahuan astrologi untuk mendukung eksperimen dan pencarian mereka akan pengetahuan gaib. Pengetahuan tentang astrologi dianggap penting bagi seorang alkimiawan untuk dapat menggunakan alkimia secara efektif.

D. Alkimia Tiongkok

Wellcome Images/ Wikipedia 
Wellcome Images/ Wikipedia 

Sementara alkimia Barat akhirnya berfokus pada transmutasi logam biasa menjadi logam mulia, alkimia Tiongkok memiliki hubungan yang lebih kentara dengan obat-obatan dan kesehatan. Meskipun terdapat perbedaan dalam fokus dan pendekatan, kedua tradisi ini memiliki beberapa kesamaan yang mendasar.

1. Batu Filosof dan Eliksir Keabadian

Dalam alkimia Barat, tujuan utama banyak alkimiawan adalah menemukan Batu Filosof, sebuah zat mitos yang diyakini dapat mengubah logam biasa menjadi emas dan memberikan keabadian. Sebaliknya, para alkimiawan Tiongkok mencari Grand Elixir of Immortality, yang juga dikenal sebagai Eliksir Keabadian. Meskipun tujuan spesifiknya berbeda, kedua tradisi ini memiliki kesamaan dalam pencarian mereka akan zat yang dapat memberikan kesempurnaan material dan spiritual.

Dalam pandangan hermetis, kedua tujuan ini tidaklah berdiri sendiri. Batu Filosof sering disetarakan dengan panacea universal, obat yang dapat menyembuhkan segala penyakit dan memperpanjang usia. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa kedua tradisi alkimia ini mungkin memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang diperkirakan semula.

2. Penemuan Bubuk Hitam

Salah satu pencapaian terpenting alkimiawan Tiongkok adalah penemuan bubuk hitam atau mesiu. Bubuk hitam disebut-sebut dalam teks-teks abad ke-9 dan sudah digunakan dalam kembang api pada abad ke-10. Pada tahun 1290, bubuk ini digunakan dalam meriam. Dari Tiongkok, penggunaan mesiu menyebar ke Jepang, bangsa Mongol, dunia Arab, dan Eropa. Mesiu digunakan oleh bangsa Mongol melawan bangsa Hungaria pada tahun 1241, dan di Eropa mulai digunakan pada abad ke-14.

Penemuan mesiu menunjukkan bagaimana alkimia Tiongkok tidak hanya berfokus pada pencarian keabadian tetapi juga pada aplikasi praktis yang memiliki dampak besar terhadap teknologi militer dan hiburan.

3. Hubungan dengan Obat-Obatan dan Seni Bela Diri

Alkimia Tiongkok berkaitan erat dengan obat-obatan, terutama dalam konteks Taoisme. Praktik-praktik seperti akupunktur dan moksibusi (penggunaan panas dari pembakaran ramuan tertentu pada titik-titik akupunktur) merupakan bagian integral dari tradisi alkimia Tiongkok. Selain itu, alkimia juga memiliki hubungan dengan seni bela diri seperti Tai Chi Chuan dan Kung Fu.

Meskipun beberapa aliran Tai Chi meyakini bahwa ilmu mereka diturunkan dari cabang-cabang Higienis atau Filosofis Taoisme, bukan dari cabang Alkimia, ada pengaruh signifikan dari prinsip-prinsip alkimia dalam latihan-latihan tersebut. Seni bela diri ini tidak hanya difokuskan pada kekuatan fisik tetapi juga pada keseimbangan energi dalam tubuh, yang sejalan dengan tujuan alkimia untuk mencapai kesempurnaan dan harmoni.

Alkimia Tiongkok menunjukkan bagaimana tradisi alkimia dapat beradaptasi dengan konteks budaya yang berbeda dan mengembangkan fokus yang unik. Meskipun berbeda dalam beberapa aspek, alkimia Tiongkok dan alkimia Barat memiliki kesamaan dalam pencarian mereka akan kesempurnaan material dan spiritual. Penemuan seperti bubuk hitam dan hubungan erat dengan praktik obat-obatan dan seni bela diri menunjukkan kekayaan dan kompleksitas tradisi alkimia Tiongkok.

E. Alkimia India

Pinterest.com/enchantefragrance.com
Pinterest.com/enchantefragrance.com

Alkimia India, meskipun kurang dikenal di Barat, memiliki ciri khas dan sejarah yang kaya. Seorang alkimiawan Iran abad ke-11 bernama al-Biruni mencatat bahwa di India terdapat ilmu yang mirip dengan alkimia yang disebut "Rasavtam". Nama ini berarti seni yang terbatas pada operasi, obat, senyawa, dan obat-obatan tertentu, yang sebagian besar diambil dari tumbuhan. Prinsip utama dari Rasavtam adalah mengembalikan kesembuhan bagi orang yang sakit parah dan mengembalikan kemudaan bagi usia tua.

1. Prinsip dan Praktik Alkimia India

Alkimia India berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan manusia. Para alkimiawan India berusaha menemukan obat-obatan dan senyawa yang dapat menyembuhkan penyakit dan memperpanjang umur. Ilmu ini sangat terkait dengan penggunaan tumbuhan dan bahan alami lainnya. Mereka percaya bahwa melalui proses alkimia, mereka dapat mengekstrak esensi obat dari bahan-bahan alami untuk menciptakan eliksir yang dapat memberikan kesehatan dan umur panjang.

2. The Vaishashik Darshana

Salah satu teks terpenting yang menggambarkan prinsip-prinsip alkimia India adalah The Vaishashik Darshana karya Kanada, seorang filsuf India yang hidup pada sekitar abad ke-6 SM. Teks ini menggambarkan teori atom, yang menjelaskan bahwa materi terdiri dari partikel-partikel kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Teori ini muncul seabad sebelum teori atom yang dikemukakan oleh Democritus di Yunani.

Dalam The Vaishashik Darshana, Kanada menjelaskan bahwa semua benda di alam semesta terdiri dari atom-atom yang berbeda, dan perubahan yang terjadi pada benda-benda tersebut adalah hasil dari kombinasi dan rekombinasi atom-atom ini. Teori ini menunjukkan pemahaman mendalam tentang struktur materi dan proses alami, yang sejalan dengan prinsip-prinsip alkimia.

3. Pengaruh dan Kontribusi Alkimia India

Meskipun alkimia India kurang dikenal di luar Asia, kontribusinya terhadap ilmu kesehatan dan obat-obatan sangat signifikan. Praktik-praktik alkimia di India berkontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran tradisional India, seperti Ayurveda, yang masih digunakan hingga saat ini. Ayurveda menggunakan prinsip-prinsip alkimia untuk menciptakan obat-obatan dari tumbuhan dan bahan alami lainnya, yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan memperpanjang umur.

Alkimia India juga memengaruhi tradisi alkimia di wilayah-wilayah lain melalui pertukaran budaya dan pengetahuan. Misalnya, beberapa konsep dan teknik alkimia India mungkin telah menyebar ke dunia Islam melalui perdagangan dan interaksi antara para sarjana.

Alkimia India, dengan fokusnya pada kesehatan dan kesejahteraan, menunjukkan bagaimana tradisi alkimia dapat beradaptasi dengan kebutuhan dan kepercayaan budaya setempat. Melalui teks seperti The Vaishashik Darshana, kita dapat melihat bahwa India memiliki tradisi ilmiah yang kaya dan mendalam yang setara dengan tradisi alkimia di bagian dunia lainnya. Kontribusi alkimia India terhadap ilmu kedokteran dan obat-obatan tradisional terus memengaruhi praktik kesehatan hingga saat ini.

F. Alkimia di Mesir Kuno

upload.wikimedia.org
upload.wikimedia.org

Para alkimiawan Barat umumnya menelusuri asal usul seni mereka ke Mesir Kuno, tempat di mana metalurgi dan mistisisme saling bertautan erat. Perubahan bijih kusam menjadi logam berkilau dianggap oleh masyarakat kuno sebagai suatu bentuk sihir yang diatur oleh aturan-aturan misterius. Karena itu, diperkirakan bahwa alkimia di Mesir Kuno dikuasai oleh kelas pendeta yang memiliki pengetahuan dan kekuasaan atas praktik-praktik tersebut.

1. Kota Iskandariyah sebagai Pusat Pengetahuan Alkimia

Kota Iskandariyah di Mesir menjadi pusat pengetahuan alkimia yang sangat penting. Kota ini terus diagungkan bahkan setelah keruntuhan budaya Mesir Kuno, selama masa-masa Yunani dan Romawi. Namun, sayangnya, hampir tidak ada dokumen asli dari Mesir tentang alkimia yang masih tersisa hingga sekarang. Jika pun ada, kemungkinan besar tulisan-tulisan tersebut hilang ketika Kaisar Diocletian memerintahkan pembakaran buku-buku alkimia setelah meredam pemberontakan di Iskandariyah pada tahun 296 M. Pemberontakan ini terjadi di kota yang merupakan pusat alkimia Mesir.

Alkimia Mesir sebagian besar dikenal melalui tulisan para filosof kuno Helenistik Yunani, yang sekarang hanya tersisa dalam bentuk terjemahan Islam. Dengan demikian, pengetahuan tentang alkimia Mesir lebih banyak didapatkan dari sumber-sumber sekunder ini.

2. Dewa Thoth dan Hermes Trismegistus

Menurut legenda, pendiri alkimia Mesir adalah Dewa Thoth, yang oleh bangsa Yunani disebut Hermes-Thoth atau Hermes Trismegistus (Hermes yang Tiga Kali Agung). Dewa Thoth konon menulis sesuatu yang disebut 42 Kitab Pengetahuan, yang mencakup semua bidang pengetahuan, termasuk alkimia. Lambang Hermes adalah caduceus atau tongkat ular, yang menjadi salah satu lambang utama alkimia.

"Tablet Emerald" atau Hermetica, yang dikaitkan dengan Hermes Trismegistus, dikenal hanya melalui terjemahan Yunani dan Arab. Teks ini secara umum diakui telah membentuk dasar praktik dan filsafat alkimia Barat, yang disebut filsafat hermetis oleh para praktisi awalnya. Inti pertama "Tablet Emerald" menyampaikan tujuan ilmu hermetis:

"Sebenar-benarnya, seyakin-yakinnya, dan tanpa keraguan, apa-apa yang di bawah itu sama dengan apa-apa yang di atas, dan apa-apa yang di atas sama dengan apa-apa yang di bawah, untuk menciptakan mukjizat satu hal."

Ini adalah keyakinan makrokosmos-mikrokosmos yang menjadi inti dari filsafat hermetis. Dengan kata lain, tubuh manusia (mikrokosmos) dipengaruhi oleh dunia luar (makrokosmos), yang mencakup langit melalui astrologi, dan bumi melalui unsur-unsur alami.

3. Pengaruh dan Perkembangan Alkimia di Iskandariyah

Pada tahun 331 SM, bangsa Masedonia yang berbahasa Yunani menaklukkan Mesir dan mendirikan kota Iskandariyah. Penaklukan ini mempertemukan mereka dengan pemikiran dan tradisi Mesir, termasuk alkimia. Iskandariyah menjadi tempat bertemunya berbagai pemikiran dan tradisi, yang kemudian memengaruhi perkembangan alkimia dalam budaya Yunani dan Romawi.

Iskandariyah menjadi pusat pengetahuan yang penting, di mana para cendekiawan dan filosof dari berbagai latar belakang berkumpul dan bertukar gagasan. Di sini, tradisi alkimia Mesir bercampur dengan pemikiran Helenistik, menghasilkan sintesis baru yang memperkaya dan memperluas cakupan alkimia.

Alkimia di Mesir Kuno merupakan fondasi penting bagi perkembangan alkimia di Barat. Mesir Kuno, dengan kota Iskandariyah sebagai pusat pengetahuannya, menjadi tempat di mana metalurgi dan mistisisme bertautan erat. Meskipun banyak dokumen asli telah hilang, warisan alkimia Mesir terus hidup melalui tulisan para filosof Yunani dan terjemahan Islam. Dewa Thoth atau Hermes Trismegistus dianggap sebagai pendiri alkimia Mesir, dan ajarannya membentuk dasar dari filsafat hermetis yang mempengaruhi alkimia Barat. Kota Iskandariyah, dengan perpaduan pemikiran Mesir dan Helenistik, memainkan peran kunci dalam penyebaran dan pengembangan alkimia di dunia kuno.

G. Alkimia di Era Yunani Kuno

Bangsa Yunani mengambil keyakinan hermetis dari Mesir dan memadukannya dengan filsafat Pythagoreanisme, ionianisme, dan gnostisisme, membentuk suatu tradisi alkimia yang kaya dan kompleks.

1. Filsafat Pythagoreanisme

Pada intinya, filsafat Pythagorean adalah keyakinan bahwa bilangan mengatur alam semesta. Keyakinan ini berasal dari pengamatan terhadap bunyi, bintang, bentuk geometris seperti segitiga, dan fenomena lain yang dapat dijelaskan melalui angka dan rasio. Pythagoras dan para pengikutnya percaya bahwa bilangan bukan hanya alat hitung, tetapi juga memiliki makna esoteris dan mistis yang mengungkapkan struktur fundamental alam semesta.

2. Pemikiran Ionia

Pemikiran Ionia didasarkan pada keyakinan bahwa alam semesta dapat dijelaskan melalui studi fenomena alam. Filsafat ini diyakini diciptakan oleh Thales dan dikembangkan oleh muridnya, Anaximander, serta oleh Plato dan Aristoteles. Menurut pandangan ini, alam semesta diatur oleh beberapa hukum alam yang dapat diketahui melalui penjelajahan filosofis yang hati-hati dan teliti. Aristoteles, khususnya, memiliki pengaruh besar dalam pengembangan konsep-konsep alkimia dengan teorinya tentang empat unsur dan substansi.

3. Gnostisisme

Komponen ketiga yang dimasukkan ke dalam filsafat hermetis oleh bangsa Yunani adalah gnostisisme. Keyakinan ini tersebar luas di Kekaisaran Romawi Kristen dan berpendapat bahwa dunia tidak sempurna karena diciptakan dengan cara yang cacat. Menurut kaum Gnostik, mempelajari sifat materi spiritual akan menuntun manusia ke keselamatan. Mereka juga meyakini bahwa Tuhan tidak "menciptakan" alam semesta dalam makna klasik, melainkan bahwa alam semesta diciptakan "dari-Nya", tetapi kemudian rusak. Bagi kaum Gnostik, dosa adalah akibat dari ketidaktahuan, bukan pelanggaran terhadap Tuhan.

4. Konsep Empat Unsur

Sebuah konsep yang sangat penting yang diperkenalkan pada masa ini adalah teori tentang empat unsur yang berasal dari Empedocles dan dikembangkan oleh Aristoteles. Menurut Aristoteles, semua hal di alam semesta terbentuk dari hanya empat unsur: tanah, udara, air, dan api. Setiap unsur memiliki lingkup asalnya dan akan kembali ke tempat asalnya jika tidak terganggu. Aristoteles berpendapat bahwa keempat unsur ini lebih merupakan aspek kualitatif materi daripada kuantitatif sebagaimana unsur kimia modern.

Menurut Aristoteles:

"...Alkimia sejati tak pernah menganggap tanah, udara, air, dan api sebagai zat fisik atau kimia sebagaimana makna katanya pada masa kini. Keempat unsur ini sederhananya adalah sifat-sifat primer dan umum. Melalui sifat-sifat ini, zat nirbentuk dan kuantitatif dari semua benda mewujudkan dirinya dalam bentuk-bentuk yang jelas".

5. Pengaruh Mistisisme

Para alkimiawan selanjutnya mengembangkan aspek mistis dari konsep ini secara luas. Filsafat alkimia Yunani tidak hanya mencari penjelasan material bagi fenomena alam, tetapi juga mencari makna batiniah dan spiritual. Mereka percaya bahwa perubahan material juga mencerminkan perubahan spiritual. Dengan demikian, transformasi logam biasa menjadi emas dipandang sebagai simbol pencapaian kesempurnaan spiritual.

Alkimia di Era Yunani Kuno adalah hasil dari perpaduan antara filsafat hermetis Mesir dan berbagai tradisi filosofis Yunani. Filsafat Pythagorean, pemikiran Ionia, dan gnostisisme semuanya berkontribusi pada perkembangan alkimia Yunani. Konsep empat unsur Aristoteles memberikan dasar bagi pemahaman material dan spiritual tentang alam semesta, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para alkimiawan dalam tradisi mistis dan esoteris. Alkimia Yunani, dengan demikian, menjadi jembatan penting antara ilmu pengetahuan kuno dan pemikiran mistis, yang terus mempengaruhi tradisi alkimia di masa-masa berikutnya.

H. Alkimia di Kekaisaran Romawi

Bangsa Romawi mengambil alkimia dan metafisika Yunani, sebagaimana mereka menyerap sebagian besar pengetahuan dan filsafat Yunani. Pada akhir Kekaisaran Romawi, filsafat alkimia Yunani telah digabungkan dengan filsafat bangsa Mesir dan membentuk aliran Hermetisisme. Hermetisisme ini menggabungkan unsur-unsur mistisisme Mesir dengan logika dan rasionalitas Yunani, menciptakan sebuah tradisi yang kaya akan simbolisme dan praktik esoteris.

1. Pengaruh Agustinus

Perkembangan agama Kristen di Kekaisaran Romawi membawa jalur pemikiran yang bertolak belakang, terutama berakar dari filsafat Agustinus (354-430 M), seorang filsuf Kristen awal. Agustinus menulis keyakinannya menjelang runtuhnya Kekaisaran Romawi, dan pada intinya, ia merasa bahwa akal dan iman dapat digunakan untuk memahami Tuhan, tetapi filsafat eksperimental itu buruk. Ia menyatakan:

"Dalam jiwa juga terdapat, melalui indra badaniah ini, sejenis keinginan dan keingintahuan hampa yang bertujuan bukan untuk menikmati tubuh, tetapi memperoleh pengalaman melalui tubuh, dan keingintahuan hampa ini dihormati atas nama pembelajaran dan ilmu pengetahuan".

Gagasan Agustinian jelas-jelas menentang eksperimen. Namun, ketika teknik eksperimental Aristotelian tersedia bagi dunia Barat, teknik tersebut tidak sepenuhnya ditolak. Akan tetapi, pemikiran Agustinian sudah mendarah daging dalam masyarakat Zaman Pertengahan dan digunakan untuk menuding alkimia sebagai ilmu yang tidak ilahiah. Pada akhirnya, pada akhir era pertengahan, arus pemikiran ini menciptakan celah permanen yang memisahkan alkimia dari agama yang justru dahulu mendorong kelahirannya.

2. Kerahasiaan dan Kehilangan Pengetahuan

Sebagian besar pengetahuan Romawi tentang alkimia, sebagaimana pengetahuan Yunani dan Mesir, sekarang hilang. Di Alexandria, pusat pengkajian alkimia di Kekaisaran Romawi, seni tersebut disampaikan dari mulut ke mulut dan untuk mempertahankan kerahasiaan, hanya sedikit yang dituliskan. Sejak itu, kata "hermetis" berarti "rahasia". Mungkin saja ada sebagian yang ditulis di Alexandria, tetapi kemudian hilang atau terbakar pada masa-masa kericuhan setelahnya.

Kota Alexandria di Mesir tetap menjadi pusat penting bagi pengetahuan alkimia, bahkan setelah runtuhnya budaya Mesir Kuno. Namun, banyak dokumen dan karya tulis alkimia asli yang hilang seiring waktu, terutama setelah perintah Kaisar Diocletian pada tahun 296 M untuk membakar buku-buku alkimia setelah meredam pemberontakan di Alexandria. Hal ini mengakibatkan hilangnya banyak pengetahuan alkimia yang mungkin telah ditulis oleh para praktisi Mesir.

3. Hermetisisme dan Keilmuan Tertutup

Hermetisisme yang berkembang di Kekaisaran Romawi menggabungkan elemen-elemen esoteris dan mistis dari Mesir dengan pemikiran rasional Yunani. Pendiri alkimia Mesir, yang dikenal sebagai Hermes Trismegistus atau "Hermes yang tiga kali agung", menjadi figur sentral dalam tradisi ini. Ia dikaitkan dengan penulisan karya-karya penting seperti "Tablet Emerald" yang dianggap membentuk dasar praktik dan filsafat alkimia Barat.

Inti pertama "Tablet Emerald" menyampaikan tujuan ilmu hermetis:

"Sebenar-benarnya, seyakin-yakinnya, dan tanpa keraguan, apa-apa yang di bawah itu sama dengan apa-apa yang di atas, dan apa-apa yang di atas sama dengan apa-apa yang di bawah, untuk menciptakan mukjizat satu hal".

Keyakinan makrokosmos-mikrokosmos ini menjadi inti bagi filsafat hermetis, di mana tubuh manusia (mikrokosm) dipengaruhi oleh dunia luar (makrokosm), termasuk langit melalui astrologi dan bumi melalui unsur-unsurnya.

Alkimia di Kekaisaran Romawi mencerminkan perpaduan antara pengetahuan Yunani dan Mesir, yang kemudian berkembang menjadi tradisi Hermetisisme. Meskipun agama Kristen membawa arus pemikiran yang menentang eksperimen dan filsafat eksperimental, tradisi alkimia tetap hidup melalui praktik-praktik rahasia dan simbolisme esoteris. Hermetisisme ini menjadi dasar bagi pengembangan alkimia di Eropa pada masa-masa berikutnya, meskipun banyak pengetahuan asli yang hilang seiring berjalannya waktu.

I. Alkimia di Era Islam

Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, fokus perkembangan alkimia berpindah ke Timur Tengah. Dunia Islam menjadi pusat peleburan dan pengembangan alkimia, serta pengetahuan dari berbagai tradisi, termasuk Yunani, Mesir, dan India, yang diserap dan dikembangkan lebih lanjut.

1. Dokumentasi dan Pengaruh Yunani-Mesir

Yang diketahui tentang alkimia Islam jauh lebih banyak karena dokumentasinya lebih baik. Banyak tulisan-tulisan yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga pengetahuan alkimia dapat dilestarikan dan disebarluaskan. Pemikiran Platonis dan Aristotelian, yang sudah sedikit-banyak disisihkan menjadi ilmu hermetis, terus diasimilasi dalam tradisi alkimia Islam.

2. Kontribusi Ilmuwan Islam

Alkimiawan Islam seperti Abu Bakar Muhammad bin Zakariya al-Razi (dikenal sebagai Rhazes dalam Bahasa Latin) memberikan sumbangan besar dalam ilmu kimia. Beberapa penemuan penting yang berasal dari al-Razi meliputi teknik penyulingan (kata alembic dan alkohol berasal dari Bahasa Arab), asam klorida, asam sulfat, dan asam nitrat. Selain itu, istilah al-natrun dan alkali, yang kemudian membentuk nama untuk unsur natrium dan kalium, juga berasal dari bahasa Arab. Penemuan aqua regia, campuran asam nitrat dan asam klorida yang dapat melarutkan logam mulia emas, menginspirasi imajinasi para alkimiawan selama berabad-abad.

3. Jabir bin Hayyan

Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam alkimia Islam adalah Jabir bin Hayyan (  dalam Bahasa Arab, Geberus dalam Bahasa Latin, Geber dalam Bahasa Inggris). Tujuan utama Jabir adalah takwin, yaitu penciptaan buatan makhluk hidup dalam laboratorium alkimia, hingga dan termasuk manusia. Ia menganalisis setiap unsur Aristotelian, yaitu panas, dingin, kering, dan lembap. Menurut Jabir, dalam setiap logam, dua sifat ini berada di dalam dan dua berada di luar. Misalnya, timah itu dingin dan kering di luar, sedangkan emas itu panas dan lembap. Maka, Jabir berteori bahwa dengan mengatur ulang sifat-sifat sebuah logam, bisa dihasilkan logam lain.

Dengan penalaran ini, pencarian batu filosof diperkenalkan dalam alkimia Barat. Jabir juga mengembangkan numerologi yang rumit, yakni huruf-akar dari nama sebuah zat dalam Bahasa Arab, jika ditransformasi, akan berkaitan dengan sifat fisika unsur tersebut.

3. Pengaruh Alkimia Tiongkok dan Hindu

Sekarang sudah umum diterima bahwa alkimia Tiongkok memengaruhi alkimiawan Arab, meskipun sejauh apa pengaruh itu masih diperdebatkan. Demikian pula, ilmu Hindu diasimilasi ke dalam alkimia Islam. Namun, besarnya dan pengaruhnya tidak banyak diketahui secara mendetail.

Alkimia di dunia Islam merupakan kelanjutan dan pengembangan dari tradisi alkimia yang telah ada sebelumnya, dengan kontribusi besar dari para ilmuwan Muslim yang tidak hanya melestarikan tetapi juga memperluas pengetahuan alkimia. Integrasi elemen-elemen dari berbagai tradisi, termasuk Yunani, Mesir, Tiongkok, dan Hindu, menciptakan sebuah tradisi alkimia yang kaya dan kompleks, yang berpengaruh besar terhadap perkembangan ilmu kimia dan alkimia di dunia Barat pada masa berikutnya.

J. Alkimia di Eropa Zaman Pertengahan

Karena eratnya hubungan dengan kebudayaan Yunani dan Romawi, alkimia diterima dengan mudah oleh filsafat Kristen. Para alkimiawan Eropa Zaman Pertengahan mengembangkan dan memperluas pengetahuan alkimia Islam. Salah satu tokoh yang pertama membawa ilmu pengetahuan Islam ke Eropa dari Spanyol adalah Gerbert dari Aurillac, yang kemudian menjadi Paus Silvester II (meninggal 1003). Tokoh-tokoh berikutnya seperti Adelard dari Bath, yang hidup pada abad ke-12, juga menambahkan pengetahuan dari Timur Tengah ke dalam tradisi Eropa. Namun, hingga abad ke-13, gerakan ini bersifat asimilatif.

1. Pengaruh Agustinus dan Anselm

Pada periode ini, terdapat penyimpangan dari prinsip Augustinian yang dianut oleh pemikir Kristen awal. Saint Anselm (1033--1109), seorang pengikut St. Benedict, percaya bahwa keyakinan atau iman harus mendahului rasionalisme, namun Anselm juga berpendapat bahwa iman dan rasionalisme sesuai dan saling melengkapi. Pandangannya mempersiapkan ledakan filsafat yang kemudian terjadi. Saint Abelard, seorang murid Anselm, meletakkan dasar untuk penerimaan pemikiran Aristotelian sebelum karya-karya Aristoteles mencapai dunia Barat. Abelard juga menyusun analisis kontradiksi filsafat, dan meyakini bahwa alam semesta Platonis tidak memiliki eksistensi terpisah di luar kesadaran manusia.

 2. Grosseteste dan Pemikiran Aristotelian

Robert Grosseteste (1170--1253) adalah perintis teori ilmiah yang menggunakan metode analisis Abelard serta menambahkan penggunaan pengamatan, eksperimentasi, dan penyimpulan dalam evaluasi ilmiah. Grosseteste juga banyak menjembatani pemikiran Platonis dan Aristotelian. Albertus Magnus (1193--1280) dan Thomas Aquinas (1225--1274) adalah pengikut Dominican yang mempelajari Aristoteles dan berusaha mendamaikan filsafat dengan agama Kristen. Aquinas banyak menyumbangkan karya dalam pengembangan metode ilmiah dan menyatakan bahwa alam semesta bisa diketahui melalui pemikiran logis, bertentangan dengan keyakinan Platonis yang mengandalkan ilham ketuhanan.

3. Roger Bacon dan Eksperimen Ilmiah

Seorang alkimiawan sejati pertama di Eropa Zaman Pertengahan adalah Roger Bacon (1214--1294). Ia seorang Fransiskan Oxford yang mengeksplorasi bidang ilmu optik dan bahasa selain alkimia. Bacon percaya bahwa eksperimen lebih penting daripada pemikiran dan mengatakan bahwa

 "Di antara tiga cara di mana manusia merasa memperoleh pengetahuan: otoritas, pemikiran, pengalaman; maka hanya yang terakhirlah yang efektif dan mampu mendamaikan akal budi." 

Roger Bacon juga dikenal memulai pencarian batu filosof serta obat mujarab untuk kehidupan, dan ide tentang keabadian diganti dengan gagasan tentang umur panjang.

4. Peran Pendeta dan Gereja

Sebagian besar alkimiawan pada masa ini adalah anggota kependetaan karena pendidikan yang mendalam mengenai karya-karya turunan dari bahasa Arab terbatas pada mereka yang belajar di sekolah parokial. Alkimia pada masa ini disetujui oleh gereja sebagai metode yang baik untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teologi, dan juga menawarkan pandangan rasionalistik tentang alam semesta yang baru mulai dipahami manusia.

5. Perkembangan dan Tantangan pada Abad Empat Belas

Pada akhir abad ke-13, alkimia berkembang menjadi sebuah sistem keyakinan yang hampir terstruktur. Para ahli percaya pada teori makrokosmos-mikrokosmos dari Hermes, yang menyatakan bahwa proses yang berpengaruh pada mineral dan zat-zat lain juga akan berpengaruh pada tubuh manusia. Mereka memiliki tradisi kuat untuk membungkus ide-ide mereka dalam bahasa simbolis dan jargon yang penuh dengan teka-teki. Alkimiawan mempraktikkan seni mereka dengan bereksperimen secara aktif dengan bahan kimiawi serta membuat observasi dan teori tentang cara kerja alam semesta.

6. William of Ockham dan Pandangan Baru

Pada abad empat belas, pandangan-pandangan ini mengalami perubahan penting. William of Ockham, seorang Fransiskan Oxford yang meninggal pada 1349, menyerang pandangan kaum Thomist tentang kesesuaian antara iman dan pemikiran, dan pandangannya bahwa Tuhan hanya bisa diterima lewat iman, menghapus praktik alkimia pada abad empat belas dan limabelas. Paus Yohanes XXII pada awal tahun 1300 mengeluarkan fatwa menentang alkimia, membersihkan semua personil gereja dari praktik Seni.

7. Peran Nicolas Flamel dan Alkimia Selanjutnya

Iklim berubah akibat Black Plague, peperangan, dan bencana kelaparan yang menghambat pencarian filsafat secara umum. Alkimia dijaga oleh orang seperti Nicolas Flamel, yang menulis pada masa sulit tersebut. Flamel, yang hidup dari tahun 1330 sampai 1417, bukan seorang dari kalangan religius tetapi tertarik pada pencarian batu filsuf. Karya-karyanya banyak mengumpulkan pengetahuan alkimia yang telah ada sebelumnya.

8. Perkembangan Akhir Zaman Pertengahan

Pada akhir zaman pertengahan (1300-1500), para alkimiawan seperti Flamel berkonsentrasi pada pencarian batu filsuf dan eliksir kehidupan (elixir of life). Kiasan dan simbolisme dalam tulisan mereka menimbulkan berbagai penafsiran. Kebanyakan alkimiawan pada periode ini menafsirkan pemurnian jiwa sebagai transmutasi timah menjadi emas. Mereka sering kali dianggap sebagai tukang sihir dan mengalami penyiksaan karena praktik mereka.

Tokoh terkenal seperti Tycho Brahe juga memiliki laboratorium alkimia. Heinrich Cornelius Agrippa, seorang alkimiawan yang percaya bahwa dirinya mampu memanggil makhluk gaib, menghasilkan tulisan-tulisan yang menjadi acuan bagi para alkimiawan sesudahnya. Agrippa mengubah alkimia dari filsafat mistis menjadi praktik okultis, meskipun ia tetap seorang Kristen.

Alkimia di Eropa Zaman Pertengahan adalah proses asimilasi dan pengembangan pengetahuan dari tradisi sebelumnya. Para alkimiawan mengintegrasikan elemen-elemen dari berbagai tradisi dan berusaha mendamaikan filsafat dengan teologi Kristen. Eksperimen ilmiah dan pemikiran rasional mulai mendapatkan tempat yang penting dalam tradisi alkimia, meskipun tantangan dari gereja dan perubahan iklim sosial-politik sering kali menghambat perkembangan tersebut.

K. Alkimia di Zaman Modern dan Renaisans

Pada Zaman Modern dan Renaisans, alkimia Eropa mengalami perkembangan dan transformasi yang signifikan. Alkimia terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan munculnya tokoh-tokoh penting yang berkontribusi pada evolusi disiplin ini.

1. Penipuan dan Penyimpangan

Era Renaisans menyaksikan maraknya penipu yang menggunakan trik kimiawi dan sulap untuk menunjukkan "transmutasi" logam biasa menjadi emas. Mereka sering mengklaim memiliki pengetahuan rahasia yang, dengan sedikit investasi awal, akan membawa hasil yang diinginkan. Penipuan ini mencoreng reputasi alkimia dan membuatnya sering kali dianggap sebagai praktik yang tidak ilmiah.

2. Philippus Aureolus Paracelsus

Salah satu tokoh terpenting pada masa ini adalah Philippus Aureolus Paracelsus (Theophrastus Bombastus von Hohenheim, 1493--1541). Paracelsus memberikan bentuk baru pada alkimia dengan menolak sebagian okultisme yang telah berkembang selama bertahun-tahun. Ia mempromosikan penggunaan pengamatan dan eksperimen untuk mempelajari tubuh manusia, sebuah pendekatan yang jauh lebih ilmiah dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya.

Paracelsus menolak tradisi Gnostisisme tetapi mempertahankan sebagian besar filsafat Hermetis, neo-Platonis, dan Pythagorean. Meskipun demikian, ilmu Hermetis yang dipelajarinya tetap mengandung banyak teori Aristotelian sehingga penolakannya terhadap Gnostisisme hampir tidak berarti. Paracelsus juga menolak teori-teori sihir yang diajukan oleh Agrippa dan Flamel, dan ia mengecam orang-orang yang mengaku sebagai penyihir.

3. Inovasi dalam Kedokteran

Paracelsus adalah pelopor dalam penggunaan zat kimia dan mineral dalam bidang kedokteran. Ia menulis bahwa 

"Banyak orang berkata bahwa alkimia bertujuan membuat emas dan perak. Bagiku, tujuan alkimia bukan itu, melainkan untuk mempelajari kebaikan dan kekuatan yang terkandung dalam obat." 

Pandangan hermetisnya adalah bahwa penyakit dan kesehatan dalam tubuh bergantung pada keselarasan antara manusia sebagai mikrokosmos dan alam sebagai makrokosmos.

Pendekatan Paracelsus berbeda dengan para pendahulunya. Ia menggunakan analogi mikrokosmos-makrokosmos bukan untuk pemurnian jiwa, melainkan untuk menjelaskan bahwa manusia harus memiliki keseimbangan mineral tertentu dalam tubuhnya. Penyakit-penyakit tertentu dapat disembuhkan dengan obat yang tepat. Meskipun beberapa upayanya, seperti penggunaan air raksa, tampak keliru dari sudut pandang modern, gagasan dasar Paracelsus tentang obat kimiawi bertahan dan terbukti memiliki dampak jangka panjang.

4. John Dee dan Edward Kelley

Di Inggris, alkimia pada masa ini sering dikaitkan dengan Dr. John Dee (13 Juli 1527 -- Desember 1608). Dee dikenal sebagai astrolog, kriptografer, dan konsultan ilmiah bagi Ratu Elizabeth I. Ia juga tertarik pada alkimia dan menulis tentang topik ini dalam bukunya "Monas Hieroglyphica" (1564), yang dipengaruhi oleh Kabala. Dee dianggap sebagai ahli dalam karya-karya Roger Bacon.

Teman Dee, Edward Kelley, mengklaim bisa berbicara dengan malaikat melalui bola kristal dan memiliki bubuk yang dapat mengubah air raksa menjadi emas. Kelley mungkin merupakan asal mula citra alkimiawan penipu yang banyak dikenal di kalangan masyarakat pada waktu itu.

5. Micha Sdziwj

Micha Sdziwj (Michael Sendivogius) (1566 - 1636) adalah alkimiawan Polandia yang terkenal, filosof, dan dokter. Ia adalah perintis dalam ilmu kimia dan mengasumsikan bahwa udara mengandung oksigen, jauh sebelum penemuan oleh Scheele dan Priestley. Sdziwj menghangatkan nitre (saltpetre) dan menghasilkan gas yang disebutnya "minuman kehidupan," yang kemudian dikenal sebagai oksigen.

Zaman Modern dan Renaisans menandai periode penting dalam perkembangan alkimia. Meskipun praktik alkimia sering kali disalahgunakan oleh penipu, tokoh-tokoh seperti Paracelsus, John Dee, dan Micha Sdziwj memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ilmu pengetahuan. Mereka membantu menggeser alkimia dari okultisme menuju pendekatan yang lebih ilmiah, yang kemudian menjadi dasar bagi perkembangan ilmu kimia modern.

L. Keruntuhan Alkimia Barat

Keruntuhan alkimia Barat terjadi seiring dengan munculnya sains modern yang menekankan eksperimentasi tepat dan mengabaikan "kebijaksanaan kuno." Meskipun benih-benih pergeseran ini mulai ditanam pada awal abad ke-17, alkimia tetap bertahan dan bahkan mencapai puncaknya pada abad ke-18. Misalnya, pada akhir tahun 1781, James Price mengklaim telah menemukan bubuk yang bisa mengubah air raksa menjadi perak atau emas.

1. Robert Boyle dan Metode Ilmiah

Robert Boyle (1627--1691) adalah salah satu tokoh penting dalam transisi ini. Lebih dikenal melalui studinya tentang gas (seperti Hukum Boyle), Boyle merintis metode ilmiah dalam penyelidikan kimia. Boyle tidak memiliki asumsi awal dalam eksperimennya; ia mengumpulkan semua data yang relevan. Dalam setiap eksperimen, Boyle mencatat lokasi eksperimen, karakteristik angin, posisi matahari dan bulan, serta angka barometer, dengan harapan bahwa informasi ini mungkin relevan . Pendekatan ini akhirnya membawa pada pembentukan ilmu kimia modern pada abad ke-18 dan ke-19.

Penemuan revolusioner oleh Antoine Lavoisier dan John Dalton kemudian menyediakan kerangka kerja logis, kuantitatif, dan dapat diandalkan untuk memahami transmutasi materi, serta mengungkapkan kegagalan tujuan alkimia yang telah berlangsung lama seperti misalnya pencarian batu filsuf.

2. Perkembangan Ilmu Kedokteran

Sementara itu, alkimia Paracelsian berkontribusi pada perkembangan ilmu obat-obatan modern. Para eksperimentalis secara bertahap menemukan cara kerja tubuh manusia, seperti peredaran darah yang ditemukan oleh William Harvey pada tahun 1616, dan kemudian menyadari bahwa banyak penyakit disebabkan oleh infeksi kuman, sebagaimana ditunjukkan oleh Robert Koch dan Louis Pasteur pada abad ke-19. Mereka juga menemukan bahwa beberapa penyakit disebabkan oleh kekurangan vitamin dan zat gizi alami. Didukung oleh perkembangan dalam ilmu kimia organik, ilmu pengetahuan baru ini dengan mudah menggantikan alkimia dalam bidang medis. Penemuan-penemuan ini mengurangi harapan terhadap obat atau ramuan ajaib, dan mengungkapkan ketidakefektifan serta potensi racun dari obat semacam itu.

4. Dampak Perkembangan Sains

Seiring kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin mantap menguak tabir alam semesta melalui metafisika materialistik, alkimia mulai dipisahkan dari kimia dan medis, tetapi masih terbebani oleh keterkaitannya. Alkimia menyusut menjadi sistem filsafat yang dianggap sulit dimengerti dan memiliki hubungan lemah dengan dunia material. Nasib alkimia menjadi serupa dengan disiplin ilmu esoteris lainnya seperti astrologi dan Kabbalah: dikeluarkan dari kurikulum pendidikan, dihindari oleh para pendukung sebelumnya, diasingkan oleh ilmuwan, dan umumnya dipandang sebagai simbol charlatanism dan takhayul.

5. Reaksi terhadap Gerakan Romantik

Perkembangan ini bisa ditafsirkan sebagai bagian dari reaksi yang lebih luas dalam intelektualisme Eropa terhadap gerakan Romantik dari abad sebelumnya. Ini adalah fenomena yang menarik untuk diteliti: bagaimana sebuah disiplin ilmu yang pernah memiliki martabat intelektual dan material selama lebih dari dua ribu tahun dapat dengan mudahnya lenyap dari pemikiran Barat.

Keruntuhan alkimia Barat mencerminkan pergeseran besar dalam cara pandang manusia terhadap ilmu pengetahuan dan dunia material. Dengan kemunculan metode ilmiah yang lebih tepat dan kuantitatif, serta penemuan-penemuan revolusioner dalam kimia dan kedokteran, alkimia kehilangan relevansinya dan akhirnya digantikan oleh disiplin ilmu yang lebih empiris dan terstruktur. Proses ini menandai berakhirnya era panjang di mana alkimia memegang peran penting dalam pemikiran ilmiah dan filosofis Barat.

M. Alkimia dalam Sastra

Dalam dunia sastra, alkimia sering kali menjadi subjek yang digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk kritik, olok-olok, dan penggambaran metaforis. Beberapa karya sastra terkenal mengeksplorasi tema alkimia baik dengan mengkritiknya maupun dengan mengangkatnya sebagai elemen penting dalam cerita.

1. Kritik dan Olok-Olok

Salah satu contoh terkenal penggunaan alkimia sebagai bahan olok-olok adalah dalam sandiwara "The Alchemist" karya Ben Jonson. Karya ini mengejek para alkimiawan yang sering dianggap sebagai penipu yang menjanjikan keajaiban namun tidak dapat membuktikan klaim mereka. Sandiwara ini menggambarkan alkimiawan sebagai individu yang penuh tipu muslihat dan penipuan, yang memanfaatkan kepercayaan orang lain untuk keuntungan pribadi.

2. Alkimia dalam Harry Potter

Dalam seri buku anak-anak yang sangat populer, Harry Potter karya J.K. Rowling, alkimia mengambil bentuk yang lebih magis dan fantastis. Salah satu elemen penting dalam buku pertama, "Harry Potter and the Philosopher's Stone" (atau "Harry Potter and the Sorcerer's Stone" di edisi Amerika), adalah Batu Filosof. Dalam dunia Harry Potter, Batu Filosof diciptakan oleh alkimiawan legendaris Nicholas Flamel dan memiliki kemampuan untuk mengubah logam biasa menjadi emas murni serta menciptakan "Elixir of Life" yang membuat peminumnya hidup selamanya. Penggunaan alkimia di sini menambah dimensi magis dan misterius dalam cerita, memperkaya latar dunia sihir yang diciptakan Rowling.

3. Goethe dan Homunculus dalam Faust

Dalam bagian kedua dari karya besar Faust karya Johann Wolfgang von Goethe, ilmu alkimia digambarkan melalui karakter Wagner, pelayan Faust. Wagner menggunakan ilmu alkimia untuk menciptakan homunculus, makhluk kecil yang dihasilkan dari eksperimen alkimia. Homunculus ini mewakili usaha manusia untuk menciptakan kehidupan dan menguasai rahasia alam melalui ilmu pengetahuan dan sihir. Penggambaran ini menunjukkan bagaimana alkimia dianggap sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan dan sihir, serta obsesi manusia untuk memahami dan mengendalikan alam.

4. Alkimia sebagai Metafora Ilmu Pengetahuan yang Belum Matang

Istilah alkimia kadang-kadang digunakan dalam sastra untuk menggambarkan suatu disiplin ilmu yang sedang dalam tahap perkembangan dan belum mencapai kematangan sebagai ilmu pengetahuan yang sesungguhnya. Contoh menarik dapat ditemukan dalam karya Larry Niven, Known Space. Niven menggambarkan psikologi abad ke-20 sebagai 'pada tahapan alkimia', sebelum disempurnakan oleh generasi selanjutnya menjadi disiplin ilmu yang benar-benar matang. Ini menunjukkan pandangan bahwa alkimia adalah tahap awal yang penuh dengan percobaan dan ketidakpastian, sebelum akhirnya berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang lebih mapan dan dapat diandalkan.

Alkimia dalam sastra digunakan dengan berbagai cara untuk menyampaikan pesan yang beragam, dari kritik dan olok-olok hingga penggambaran magis dan metaforis. Melalui karya-karya ini, kita dapat melihat bagaimana pandangan terhadap alkimia telah berubah dari masa ke masa, mencerminkan perubahan dalam pemahaman manusia tentang ilmu pengetahuan dan dunia alam. Penggunaan alkimia dalam sastra tidak hanya menambah dimensi cerita tetapi juga menawarkan wawasan tentang bagaimana manusia berusaha memahami dan mengendalikan alam melalui perpaduan antara ilmu pengetahuan dan imajinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun