Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan Cantik Dianjurkan Tidak Sopan Kepada Laki-Laki Berpikiran Jelek? Ini Penjelasan Gus Baha

19 Maret 2024   23:02 Diperbarui: 19 Maret 2024   23:11 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim, yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, adalah seorang ulama terkemuka yang lahir pada tanggal 29 September 1970 di Rembang. Beliau dikenal sebagai seorang pakar dalam bidang tafsir Al-Qur'an. Beliau telah memberikan pernyataan yang menarik perhatian banyak orang. Dalam pernyataannya tersebut, Gus Baha menyatakan bahwa perempuan yang memiliki kecantikan yang mencolok sebaiknya berlaku sopan kepada lelaki yang tidak berniat baik dan memiliki kecenderungan buruk dalam hatinya. 

Pernyataan ini mengandung pesan penting mengenai perlunya menjaga diri dari orang-orang yang mungkin memiliki niat tidak baik. Gus Baha menekankan bahwa dalam interaksi dengan orang-orang seperti itu, perempuan yang cantik harus tetap menjaga sikap sopan dan menjaga batasan-batasan yang tepat. Hal ini bertujuan untuk melindungi diri mereka dari potensi bahaya yang mungkin timbul dari orang-orang yang memiliki penyakit dalam hati mereka.

Dalam konteks ini, "sopan" dapat diartikan sebagai sikap yang menjaga martabat diri dan menghormati orang lain, sementara "penyakit di hati" merujuk pada sifat-sifat negatif seperti kejahatan, ketidakjujuran, atau niat buruk terhadap orang lain. Pesan yang disampaikan oleh Gus Baha mengandung nilai-nilai perlindungan diri dan kebijaksanaan dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita. 

Dengan demikian, pernyataan Gus Baha ini tidak hanya memberikan pandangan tentang tata krama dan kesopanan, tetapi juga mengajak untuk memahami bahwa ketika berurusan dengan orang-orang yang tidak baik, kehati-hatian dan kesadaran akan pentingnya menjaga diri merupakan hal yang sangat penting.

Pernyataan ini didasarkan pada firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 32;

 يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ ۝٣٢

Artinya: "Wahai istri-istri Nabi, kamu tidaklah seperti perempuan-perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik."

 Dalam ayat ini, Allah memberikan peringatan kepada istri-istri Nabi Muhammad , yang dikenal dengan julukan "Ummahatul Mu'minin" (Ibu Para Mukminin). Mereka tidak dapat disamakan dengan perempuan mukmin mana pun dalam hal keutamaan dan penghormatan, asalkan mereka benar-benar bertakwa. Kedudukan istri-istri Nabi tersebut sangat istimewa karena suami mereka adalah "Sayyidul Anbiya' wal Mursalin" (Pemimpin Para Nabi dan Rasul). 

Oleh karena itu, jika mereka berbicara dengan orang lain, terutama dengan orang-orang fasik atau munafik yang niat baiknya diragukan, mereka dilarang untuk merendahkan suara mereka yang dapat menimbulkan perasaan kurang baik terhadap kesucian dan kehormatan mereka. Hal ini penting karena mereka merupakan istri-istri Nabi yang harus dihormati dan dijaga kehormatannya.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad , istri-istri beliau tidak boleh dinikahi oleh siapa pun. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Ahzab (33:53), yang menyatakan bahwa tidak boleh menyakiti hati Rasulullah dan tidak boleh menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah beliau wafat. 

Allah menegaskan bahwa tindakan tersebut sangatlah besar dosanya di sisi-Nya. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa perempuan yang bertakwa, seperti istri-istri Nabi, tidak perlu tunduk dalam berbicara kepada lelaki yang memiliki hati yang berpenyakit. Mereka diharapkan untuk menjaga martabat dan kehormatan mereka, serta untuk berinteraksi dengan penuh kesadaran akan keutamaan dan kedudukan mereka dalam pandangan Allah.

Gus Baha menjelaskan bahwa prinsip sopan santun memang merupakan ajaran agama, namun perlunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Menurutnya, ketika sopan santun diterapkan secara berlebihan kepada lelaki yang memiliki pikiran buruk, hal itu dapat disalahartikan dan bahkan menimbulkan masalah. 

Dalam kajiannya di Mahad Aly Situbondo, Gus Baha mengungkapkan pendapatnya tentang bagaimana seharusnya perempuan yang cantik berperilaku terhadap lelaki yang memiliki pemikiran negatif. Menurutnya, jika ditanya apakah seorang perempuan cantik sebaiknya bersikap sopan atau tidak sopan, beliau menyarankan untuk tidak bersikap terlalu sopan. 

Hal ini karena lelaki yang memiliki penyakit dalam hatinya cenderung memiliki pikiran yang buruk. Sikap sopan dan patuh dari perempuan cantik dianggap sebagai kesediaan untuk dipoligami oleh lelaki tersebut.

Pinterest.com/baesela000 
Pinterest.com/baesela000 

"Mbak-mbak yang cantik itu, baiknya berlaku sopan atau tidak sopan? Baiknya tidak sopan. Karena bawaannya lelaki yang di hatinya ada penyakit itu pikirannya juga jelek. Sopan dan manut dikira malah mau dipoligami," jelasnya saat kajian di Mahad Aly Situbondo seperti dikutip dari akun Youtube Ma'had Ay Situbondo, Ahad 2 April 2023.

Pendapat Gus Baha menggarisbawahi bahwa dalam berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pikiran buruk, perempuan perlu mempertimbangkan batasan-batasan dalam penerapan sopan santun. Terlalu berlebihan dalam bersikap sopan dapat memunculkan persepsi yang salah dan bahkan memicu masalah yang lebih besar. Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk memahami konteks dan kondisi sekitar serta bertindak dengan bijaksana dalam menjaga diri mereka sendiri.

Sebagai ilustrasi, Gus Baha memberikan contoh tentang seorang murid perempuan yang berbicara dengan guru lelakinya dengan sikap yang lemah lembut. Beliau menekankan bahwa perilaku seperti itu dapat disalahartikan oleh guru tersebut sebagai tanda bahwa murid perempuan tersebut tertarik untuk menjadi istri kedua. 

Gus Baha menyatakan bahwa secara logis, tunduknya seorang perempuan secara berlebihan di hadapan lelaki, entah itu orang yang baru dikenal atau guru, bisa dimanfaatkan oleh lelaki tersebut untuk kepentingan pribadi, yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah yang lebih besar.

Gus Baha menjelaskan bahwa meskipun sopan santun adalah hal yang baik, namun jika diterapkan secara berlebihan, hal tersebut tidak efektif. Beliau menegaskan bahwa dalam interaksi sosial, keseimbangan antara sopan santun yang diperlukan dan mempertahankan batasan-batasan yang jelas sangatlah penting. Terlalu tunduk atau terlalu lemah lembut dapat memberikan kesan yang salah dan bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 

"Sopan itu bagus, tapi kalau berlebihan tidak efektif," tegas kiai asal Rembang ini.

Pendapat Gus Baha menunjukkan pemahaman mendalam tentang dinamika interaksi sosial antara perempuan dan lelaki serta bahaya yang mungkin timbul dari penerapan sopan santun yang berlebihan. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya kehati-hatian dan kesadaran diri dalam menjaga keseimbangan antara sopan santun dan menjaga batasan-batasan yang sesuai dalam setiap interaksi. 

Oleh karena itu, Gus Baha menganjurkan agar perempuan tidak bersikap terlalu sopan terhadap lelaki yang memiliki pemikiran buruk, agar terhindar dari kesalahpahaman yang dapat merugikan perempuan. Namun, beliau juga menegaskan bahwa pengajaran sopan santun kepada perempuan tetap harus dilakukan. Hanya saja, dalam beberapa kondisi tertentu, kebutuhan akan sopan santun bisa tidak relevan karena ada hal lain yang lebih penting.

Gus Baha menekankan pentingnya kesadaran dalam mengatur tingkat sopan santun sesuai dengan konteks dan situasi yang ada. Meskipun sopan santun merupakan nilai yang penting dalam agama dan budaya, namun terlalu berlebihan dalam penerapannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan merugikan perempuan. 

Oleh karena itu, perlunya keseimbangan antara memberikan pengajaran sopan santun kepada perempuan dengan pemahaman akan situasi yang membutuhkan sikap yang lebih tegas. Pendapat Gus Baha menggarisbawahi bahwa dalam kasus-kasus di mana sopan santun tidak relevan atau bahkan dapat menimbulkan risiko, penting bagi perempuan untuk memahami hal ini dan bertindak sesuai dengan kebutuhan situasi. 

Kesadaran akan konteks dan kebutuhan situasi memungkinkan perempuan untuk menjaga diri mereka sendiri dan menghindari konsekuensi yang merugikan akibat dari penerapan sopan santun yang tidak tepat.

Instagram/@naahalizah
Instagram/@naahalizah

Gus Baha juga memberikan contoh lain yang menggambarkan situasi di mana biasanya santriwati menunjukkan sikap sopan dengan menunduk dan tidak berani melihat wajah kiai mereka. Namun, ketika kiai tersebut menghadapi situasi darurat, seperti terpeleset atau mengalami kesulitan, maka santriwati diharapkan untuk segera mendekat dan memberikan bantuan. 

Dalam contoh yang diberikan oleh Gus Baha, terlihat bahwa sopan santun tetap menjadi prinsip yang diperlukan dalam interaksi antara santriwati dan kiai mereka. Namun, ketika situasi darurat atau keadaan mendesak terjadi, prioritas utama adalah memberikan bantuan dan pertolongan kepada kiai tersebut. 

Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, kebutuhan akan tindakan yang mendesak dapat mengatasi kepatutan sopan santun yang biasanya ditekankan. Pendapat Gus Baha menggarisbawahi pentingnya memahami bahwa dalam situasi tertentu, prinsip-prinsip seperti sopan santun harus disesuaikan dengan kebutuhan mendesak. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam penerapan nilai-nilai moral dan etika, di mana terdapat pengecualian yang dapat diterima dalam keadaan tertentu, seperti dalam situasi darurat.

Pendapat Gus Baha ini tentu saja memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Ada yang setuju dengan pendapatnya karena dianggap sesuai dengan ajaran agama yang terdapat dalam Al-Qur'an. Namun, di sisi lain, ada juga yang tidak setuju karena dianggap bertentangan dengan budaya dan adat ketimuran yang telah lama menjadi bagian integral dari masyarakat. 

Mereka yang setuju dengan pendapat Gus Baha merujuk pada ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya kesopanan dan kepatutan dalam berinteraksi antara lelaki dan perempuan. Argumen mereka didasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur'an yang menegaskan perlunya menjaga martabat dan kesucian dalam pergaulan antara kedua jenis kelamin.

Namun, di sisi lain, terdapat pendapat yang tidak setuju dengan Gus Baha. Mereka berargumen bahwa pandangan tersebut tidak selaras dengan nilai-nilai budaya dan adat ketimuran yang telah menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Indonesia. Mereka cenderung memandang bahwa sikap sopan santun yang berlebihan merupakan ekspresi dari nilai-nilai tradisional yang patut dijunjung tinggi dalam masyarakat. 

Perdebatan antara pro dan kontra terhadap pendapat Gus Baha mencerminkan kompleksitas dalam penafsiran dan penerapan nilai-nilai agama serta nilai-nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga menunjukkan pentingnya dialog dan pemahaman yang mendalam dalam merespons perubahan sosial dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Terlepas dari adanya pendapat yang mendukung maupun menentang, pandangan yang disampaikan oleh Gus Baha memberikan kontribusi yang berharga dalam memperluas wawasan kita tentang bagaimana perempuan seharusnya bersikap dalam berbagai situasi yang berbeda. Pendapat tersebut mengajarkan pentingnya pemahaman konteks dan kebutuhan situasional dalam menentukan sikap dan perilaku yang tepat. Melalui pandangannya, Gus Baha menyoroti pentingnya keseimbangan antara menjaga sopan santun dan kepatutan dengan respons terhadap keadaan yang mendesak. 

Hal ini membuka ruang bagi refleksi tentang bagaimana kita sebagai individu dapat menyesuaikan sikap dan perilaku kita sesuai dengan tuntutan situasi, tanpa melanggar nilai-nilai yang kita anut. Pendapat Gus Baha mengingatkan kita akan kompleksitas dalam dinamika interaksi sosial antara perempuan dan lelaki, serta perlunya kesadaran akan konsekuensi yang mungkin timbul dari penerapan sopan santun yang tidak tepat. 

Dengan demikian, pandangan tersebut tidak hanya memberikan pandangan baru, tetapi juga merangsang pemikiran kritis dan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana kita dapat berperilaku secara bijaksana dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun