Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Perang Takjil: Semarak Toleransi dan Kedermawanan di Bulan Ramadan 1445 H

19 Maret 2024   07:36 Diperbarui: 19 Maret 2024   07:48 1660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/agussolihin1928 

Ramadhan 2024 tidak hanya ditandai oleh pelaksanaan ibadah puasa, tetapi juga oleh fenomena menarik yang dikenal sebagai "perang takjil." Ungkapan "Bagimu Agamamu,  Takjilmu juga Takjilku" ramai ditemukan di berbagai platform media sosial, menggambarkan antusiasme umat non-Muslim dalam berpartisipasi dalam kegiatan berburu takjil bersama umat Muslim. Respons positif terhadap konten perang takjil menunjukkan sebuah bentuk toleransi yang diapresiasi oleh banyak warganet. Perang takjil adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan interaksi antara umat Muslim dan non-Muslim selama bulan Ramadhan, di mana umat non-Muslim ikut berpartisipasi dalam memberikan atau membeli takjil kepada umat Muslim yang sedang berpuasa. Takjil sendiri merupakan makanan atau minuman ringan yang biasanya dikonsumsi untuk berbuka puasa. Melalui perang takjil, tercipta sebuah atmosfer saling pengertian dan kebersamaan antara berbagai kelompok agama dalam masyarakat.

Ungkapan "Bagimu Agamamu, Takjilmu juga Takjilku" mencerminkan semangat saling mendukung dan mempererat tali persaudaraan antarumat beragama. Hal ini menjadi sebuah simbol dari semangat gotong royong dan saling menghormati antarumat beragama yang ada di Indonesia. Dalam konteks ini, perang takjil bukan hanya sekadar kegiatan ekonomi, tetapi juga sebuah wujud nyata dari toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Reaksi positif dari warganet terhadap perang takjil menunjukkan bahwa masyarakat menghargai inisiatif untuk memperkuat kerukunan antarumat beragama. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan dampak ekonomi positif, di mana dagangan penjual takjil menjadi laris dan membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan berpartisipasi dalam perang takjil, umat non-Muslim juga berkontribusi dalam mendukung perekonomian lokal dan memberikan manfaat bagi penjual takjil serta UMKM lainnya.

"Dagangan penjual takjil jadi laris, bantu UMKM, dan siapa tahu jadi bisa bikin mereka cepet pulang, buka puasa di rumah sama keluarganya," kata seorang pengguna X, dulunya Twitter, baru-baru ini.

Lebih lanjut, adanya partisipasi umat non-Muslim dalam perang takjil juga diharapkan dapat menciptakan suasana yang lebih kondusif dan mempercepat proses berbuka puasa bagi umat Muslim, sehingga mereka dapat lebih cepat pulang dan menikmati berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa perang takjil tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga memberikan kontribusi positif dalam mempererat hubungan antarumat beragama serta memperkokoh nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan dalam masyarakat Indonesia.

Tidak jarang, konten mengenai berburu takjil, di mana kebanyakan skenarionya menggambarkan umat Muslim yang kehabisan takjil, direspons dengan berbagai candaan. 

"Biarin aja nanti pas Imlek kita borong jeruknya biar mereka sembahyang pake (minuman jeruk) instan," kelakar seorang warganet.

Seiring berjalannya waktu, cerita ini menyebar tidak hanya sebagai perang takjil semata, tetapi juga sebagai ajakan untuk memesan tempat buka puasa bersama. 

"Enggak puasa sih, tapi jadwal bukber udah hampir penuh," ujar seorang pengguna Instagram.

 Fenomena ini menunjukkan bahwa lebih dari sekadar mencari kuliner, "perang takjil" menjadi simbol toleransi dan kedermawanan di bulan penuh berkah ini. Tradisi berbagi takjil tidak hanya didasari oleh anjuran agama, tetapi juga merupakan bentuk konkret dari kepedulian terhadap sesama. Melalui candaan dan ajakan untuk memesan tempat buka puasa bersama, tergambar semangat saling menghargai dan kebersamaan antarumat beragama. Dalam konteks ini, kehadiran umat non-Muslim yang turut serta dalam perang takjil bukanlah sekadar tindakan konsumtif, melainkan juga sebagai bentuk partisipasi dalam memperkuat ikatan sosial dan toleransi di masyarakat.

Dalam suasana yang penuh dengan keceriaan dan candaan, perang takjil menjadi wahana untuk memupuk rasa saling pengertian dan persahabatan antarumat beragama. Candaan-candaan seperti "borong jeruk" untuk Imlek sebagai balasan atas kehabisan takjil oleh umat Muslim menggambarkan bahwa humor dapat digunakan sebagai alat untuk menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang agama dan budaya. Pentingnya tradisi berbagi takjil juga terlihat dalam upaya mempersiapkan tempat untuk buka puasa bersama, meskipun tidak semua pesertanya menjalani puasa. Hal ini menegaskan bahwa semangat berbagi dan kebersamaan tidak terbatas hanya pada praktik ibadah tertentu, tetapi juga dapat dilakukan melalui tindakan nyata yang menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan sesama. Dengan demikian, perang takjil bukan hanya menjadi momentum untuk menikmati berbagai hidangan ringan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat toleransi, persahabatan, dan kepedulian sosial di tengah-tengah masyarakat yang multikultural dan multiagama.

Sejarah dan Makna Takjil 

Freepik.com/lifestyle.bisnis.com
Freepik.com/lifestyle.bisnis.com

Takjil berasal dari kata "ta'jil" yang berarti menyegerakan. Tradisi ini telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan telah menjadi bagian penting dalam budaya Muslim di seluruh dunia. Di Indonesia, tradisi takjil sudah dikenal sejak abad ke-15, yang dibawa oleh para Wali Songo. Menurut laman resmi Muhammadiyah, pada Senin (18/3/2024), istilah takjil diambil dari hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi, "Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (Ajjalu) berbuka." Dalam bahasa Arab, istilah "menyegerakan" dalam hadits tersebut memiliki medan semantik, yaitu ajjala--yu'ajjilu--ta'jilan yang artinya momentum, tergesa-gesa, menyegerakan, atau mempercepat. Dari situ, takjil diasosiasikan dengan anjuran untuk menyegerakan berbuka puasa.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa tradisi takjil dimiliki oleh setiap komunitas Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Snouck Hurgronje dalam laporannya setelah mengunjungi Aceh pada 1891--1892, dalam karyanya yang berjudul "De Atjehers," mencatat bahwa masyarakat lokal telah mengadakan buka puasa (takjil) di masjid secara beramai-ramai dengan menyajikan ie bu peudah atau bubur pedas. Riwayat lain mencatat bahwa takjil menjadi salah satu sarana dakwah yang digunakan oleh Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Jawa sejak sekitar abad ke-15. Suara Muhammadiyah menyebutkan bahwa tradisi takjil dilakukan di Masjid Kauman Yogyakarta pada tahun 1950-an, dan sejak itu terus dilestarikan oleh Muhammadiyah dan akhirnya populer di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa tradisi takjil memiliki akar yang kuat dalam sejarah Islam di Indonesia, dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya berpuasa umat Muslim, tidak hanya sebagai praktik ibadah, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.

Profesor Munir Mulkhan dalam bukunya berjudul "Kiai Ahmad Dahlan & Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan" (2010) menyimpulkan bahwa Muhammadiyah memiliki peran yang signifikan dalam mempopulerkan tradisi takjil selama Ramadan. Munir menegaskan bahwa Muhammadiyah, sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan, turut serta dalam memperkenalkan praktik menyelenggarakan takjil untuk mempercepat waktu berbuka puasa umat Muslim. Dalam pandangan Munir, berbagi takjil selama Ramadan dianggap sebagai salah satu amalan yang mulia. Beliau mengutip bahwa anjuran untuk memberi takjil bahkan disampaikan secara langsung oleh Rasulullah sebagai sebuah upaya untuk mendapatkan rahmat dan pahala dari Allah.

Melalui pendekatannya, Profesor Munir Mulkhan menyoroti peran Muhammadiyah dalam memperkuat tradisi takjil sebagai bagian dari upaya pembaharuan dalam dunia Islam. Pengenalan tradisi ini tidak hanya menjadi sebuah praktik keagamaan semata, tetapi juga menjadi bagian dari upaya untuk mempercepat dan memperkaya pengalaman spiritual umat Muslim selama bulan Ramadan. Dengan demikian, tradisi takjil menjadi simbol dari nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas sosial, dan spiritualitas yang dijunjung tinggi dalam Islam, serta bagian integral dari praktik keagamaan umat Muslim di Indonesia.

Ketika seseorang memberikan takjil kepada orang lain, tindakan tersebut tidak hanya memberikan manfaat fisik berupa makanan, tetapi juga membawa kehangatan dan memperkuat rasa persaudaraan. Syekh Said Muhammad Ba'asyin, dalam kitabnya yang berjudul "Busyral Karim," menyatakan bahwa dalam Islam, disunahkan bagi orang yang sedang berpuasa untuk berbagi sesuatu dengan orang lain untuk membuka puasanya, meskipun hanya sebatang kurma atau secangkir air. Pernyataan Syekh Said Muhammad Ba'asyin menggarisbawahi pentingnya berbagi dalam agama Islam, terutama saat berpuasa. Tindakan memberi takjil tidak hanya merupakan kewajiban sosial dan moral, tetapi juga merupakan bagian dari praktik keagamaan yang dianjurkan. Lebih dari sekadar memberikan makanan, memberi takjil mencerminkan semangat saling peduli dan persaudaraan yang harus dijaga dalam komunitas Muslim.

Dengan memberikan takjil, seseorang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik orang lain, tetapi juga menyuburkan hubungan sosial dan emosional antarindividu. Hal ini menciptakan ikatan yang lebih erat dalam komunitas Muslim, meningkatkan rasa saling percaya, dan memperkuat solidaritas antar sesama umat Muslim. Dalam konteks ini, tradisi memberi takjil bukan hanya sebuah praktik rutin selama bulan Ramadan, tetapi juga sebuah amalan yang membawa berkah dan memberikan dampak positif secara sosial dan spiritual bagi individu dan masyarakat. Dengan demikian, tindakan memberi takjil merupakan wujud nyata dari ajaran Islam tentang kasih sayang, kepedulian, dan kebersamaan yang harus dijunjung tinggi oleh umat Muslim.

Keutamaan Berbagi Takjil 

Sumber gambar: banksampoerna.com/artikula.id
Sumber gambar: banksampoerna.com/artikula.id

Memberi takjil tidak hanya mengenai memenuhi kebutuhan perut seseorang, tetapi juga membawa banyak keutamaan dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berbagi takjil, bahkan jika hanya sebatang kurma atau secangkir air. Beberapa keutamaan memberi takjil antara lain sebagai berikut:

1. Memberi takjil bukanlah sekadar tindakan sosial, tetapi juga merupakan salah satu bentuk amal yang dianjurkan dalam ajaran Islam. Dengan memberikan takjil kepada orang lain, seseorang akan memperoleh rahmat dan pahala dari Allah SWT. Tindakan memberi takjil mencerminkan kebaikan hati dan kemurahan jiwa seseorang. Dalam Islam, kebaikan kepada sesama merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Allah SWT menjanjikan pahala yang besar bagi orang yang berbuat baik kepada sesama, termasuk dalam hal memberi takjil. Dalam berbagi takjil, seseorang juga menunjukkan kepedulian dan kebaikan hati kepada orang lain, terutama kepada mereka yang sedang berpuasa. Rasulullah SAW dan para sahabatnya seringkali memberi contoh dalam berbagi dan menyantuni sesama, sehingga menjadi tauladan yang harus diikuti oleh umat Muslim.

Dengan memberikan takjil, seseorang juga memperluas lingkaran kasih sayang dan persaudaraan dalam masyarakat. Ini merupakan bagian dari ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk saling tolong-menolong dan peduli terhadap sesama, terutama dalam situasi yang membutuhkan. Oleh karena itu, memberi takjil bukan hanya sekadar kegiatan sosial, tetapi juga merupakan ibadah yang mendatangkan rahmat dan pahala dari Allah SWT. Dengan berbagi takjil, seseorang tidak hanya memberikan manfaat fisik kepada orang lain, tetapi juga membawa berkah spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan ampunan dosa merupakan janji Allah SWT bagi mereka yang melakukan tindakan baik memberi takjil kepada orang yang berpuasa. Amal baik ini tidak hanya mendatangkan ampunan dosa, tetapi juga memberikan perlindungan dari siksa api neraka pada hari kiamat. Dalam ajaran Islam, memberi takjil kepada orang yang sedang berpuasa dianggap sebagai suatu perbuatan mulia yang dianjurkan. Rasulullah SAW dan para sahabatnya sering kali memberi contoh dalam berbagi dan menolong sesama, sehingga menjadi teladan yang harus diikuti oleh umat Muslim.

Dengan memberikan takjil, seseorang menunjukkan kepedulian, kasih sayang, dan kebaikan hati kepada sesama manusia. Tindakan ini merupakan wujud nyata dari ajaran Islam yang mengajarkan pentingnya berbagi rezeki dengan orang lain, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Allah SWT berjanji memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama. Dengan memberikan takjil, seseorang tidak hanya mendapatkan kebaikan di dunia, tetapi juga di akhirat. Janji akan dibebaskan dari siksa api neraka dan mendapatkan ampunan dosa merupakan salah satu bentuk rahmat Allah SWT bagi hamba-Nya yang tekun dalam berbuat kebaikan. Oleh karena itu, memberi takjil bukan hanya sekadar tindakan sosial, tetapi juga merupakan ibadah yang mendatangkan berbagai keberkahan dan perlindungan dari siksaan Allah SWT di akhirat. Dengan berbagi takjil, seseorang tidak hanya memberikan manfaat fisik kepada orang lain, tetapi juga membawa berkah spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Mendapatkan kamar indah di surga merupakan janji Allah SWT bagi mereka yang melakukan kebaikan dengan memberi takjil. Tindakan ini dijanjikan dengan ganjaran berupa tempat yang indah dan nyaman di surga sebagai balasan atas perbuatan baik yang dilakukan selama hidup di dunia. Dalam ajaran Islam, memberi takjil dianggap sebagai suatu bentuk ibadah yang mulia dan dianjurkan. Rasulullah SAW dan para sahabatnya sering kali memberi teladan dalam berbagi dan menyantuni sesama, sehingga menjadi contoh yang harus diikuti oleh umat Muslim. Dengan memberikan takjil, seseorang menunjukkan kepedulian, kasih sayang, dan kebaikan hati kepada sesama manusia. Tindakan ini merupakan wujud nyata dari ajaran Islam yang mengajarkan pentingnya berbagi rezeki dengan orang lain, terutama kepada mereka yang membutuhkan.

Allah SWT berjanji memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama. Dengan memberikan takjil, seseorang tidak hanya mendapatkan kebaikan di dunia, tetapi juga di akhirat. Janji akan mendapatkan kamar indah di surga adalah salah satu bentuk rahmat Allah SWT bagi hamba-Nya yang tekun dalam berbuat kebaikan. Oleh karena itu, memberi takjil bukan hanya sekadar tindakan sosial, tetapi juga merupakan ibadah yang mendatangkan berbagai keberkahan dan balasan yang luar biasa di akhirat. Dengan berbagi takjil, seseorang tidak hanya memberikan manfaat fisik kepada orang lain, tetapi juga membawa berkah spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4. Mendapat doa dari para malaikat merupakan salah satu hasil dari tindakan memberi takjil. Dalam ajaran Islam, memberikan takjil dianggap sebagai amalan mulia yang akan mendatangkan doa baik dari para malaikat. Doa tersebut dianggap membawa berkah dan perlindungan bagi mereka yang melakukan tindakan tersebut. Dalam agama Islam, malaikat dianggap sebagai makhluk Allah SWT yang senantiasa patuh dan melaksanakan segala perintah-Nya. Mereka juga diberi wewenang oleh Allah SWT untuk berdoa bagi kebaikan dan keselamatan umat manusia. Oleh karena itu, ketika seseorang memberi takjil kepada sesama, tindakan tersebut dianggap sebagai perbuatan baik yang layak mendapat doa dari para malaikat.

Dengan mendapatkan doa dari para malaikat, seseorang diharapkan akan mendapatkan berkah dan perlindungan dari Allah SWT. Doa dari para malaikat dianggap sebagai salah satu bentuk rahmat dan anugerah Allah SWT bagi hamba-Nya yang tekun dalam berbuat kebaikan.Oleh karena itu, memberi takjil bukan hanya sekadar tindakan sosial, tetapi juga merupakan ibadah yang mendatangkan berbagai keberkahan dan perlindungan dari Allah SWT. Dengan berbagi takjil, seseorang tidak hanya memberikan manfaat fisik kepada orang lain, tetapi juga membawa berkah spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

5. Mendapatkan pahala sedekah adalah salah satu hasil dari memberi takjil. Dalam ajaran Islam, memberikan takjil termasuk dalam kategori sedekah yang akan memberikan pahala besar kepada pelakunya. Dengan memberikan takjil, seseorang turut berkontribusi dalam membantu sesama dan memperbaiki kondisi sosial di sekitarnya. Sedekah merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini karena sedekah memiliki banyak manfaat, baik bagi penerima maupun bagi pemberi. Dalam konteks memberi takjil, seseorang tidak hanya memberikan manfaat fisik berupa makanan atau minuman kepada orang yang berpuasa, tetapi juga memberikan manfaat spiritual dan sosial. Dengan memberikan takjil, seseorang menunjukkan kepedulian dan kebaikan hati kepada sesama manusia. Tindakan ini juga menjadi wujud nyata dari ajaran Islam yang mengajarkan pentingnya berbagi rezeki dengan orang lain, terutama kepada mereka yang membutuhkan.

Melalui memberi takjil, seseorang juga turut berkontribusi dalam memperbaiki kondisi sosial di sekitarnya. Dengan menyebarluaskan kebaikan dan kepedulian, masyarakat dapat menjadi lebih bersatu dan saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, memberi takjil bukan hanya sekadar tindakan sosial, tetapi juga merupakan ibadah yang mendatangkan berbagai keberkahan dan pahala besar dari Allah SWT. Dengan berbagi takjil, seseorang tidak hanya memberikan manfaat fisik kepada orang lain, tetapi juga membawa berkah spiritual dan memperbaiki kondisi sosial di sekitarnya. 

Dengan demikian, memberi takjil bukan hanya sekadar tindakan sosial, tetapi juga merupakan amal yang penuh keberkahan dan mendatangkan banyak keutamaan serta pahala dari Allah SWT bagi yang melakukannya dengan ikhlas dan penuh kebaikan.

Perang Takjil: Simbol Toleransi dan Kedermawanan 

Meme perang takjil dengan slogan lucu
Meme perang takjil dengan slogan lucu "Untukmu Agamamu, Takjilmu juga Takjilku." (Istimewa)/bengkulu.antaranews.com

Fenomena "perang takjil" menjadi bukti yang menggambarkan tingginya tingkat toleransi antarumat beragama di Indonesia. Umat non-Muslim juga turut berpartisipasi dengan penuh semangat dalam membeli takjil, yang berkontribusi pada larisnya dagangan dan menyemarakkan suasana Ramadhan. Lebih dari sekadar aktivitas jual-beli, "perang takjil" menjadi simbol kedermawanan dan kepedulian sosial di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, masyarakat saling berbagi makanan dan minuman tanpa memandang perbedaan agama, suku, atau ras. Tindakan ini mencerminkan semangat persatuan dan kebersamaan yang tinggi di Indonesia, di mana berbagai komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan damai dan menghargai satu sama lain.

Partisipasi umat non-Muslim dalam "perang takjil" juga menunjukkan adanya kerjasama antarumat beragama dalam menciptakan atmosfer harmonis dan penuh toleransi di negara ini. Hal ini merupakan cerminan dari semangat Bhinneka Tunggal Ika, bahwa meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu dalam kesatuan. Dengan demikian, "perang takjil" bukan hanya merupakan peristiwa biasa selama bulan Ramadan, tetapi juga merupakan simbol dari nilai-nilai kemanusiaan yang universal, di mana solidaritas dan kepedulian terhadap sesama menjadi prioritas utama di tengah-tengah keragaman masyarakat Indonesia.

Kesimpulan 

Tradisi berbagi takjil selama bulan Ramadhan dianggap sebagai amalan mulia yang mengandung banyak keutamaan dalam ajaran Islam. Fenomena "perang takjil" yang terjadi di Indonesia menjadi bukti nyata akan tingkat toleransi dan kedermawanan yang tinggi dalam masyarakat. Partisipasi aktif umat non-Muslim dalam tradisi ini juga menegaskan semangat persaudaraan lintas agama. 

Peristiwa "perang takjil" tidak hanya sekadar aktivitas jual-beli, tetapi juga menjadi simbol kesatuan dan solidaritas di tengah keragaman budaya dan kepercayaan. Melalui tradisi ini, masyarakat Indonesia menunjukkan semangat bersama untuk saling berbagi dan peduli terhadap sesama, tanpa memandang perbedaan agama, suku, atau ras. Semoga tradisi berbagi takjil ini terus lestari dan menjadi perekat persatuan bangsa Indonesia. Dengan mempertahankan nilai-nilai toleransi, kepedulian, dan persaudaraan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis, damai, dan berkeadilan. Kesinambungan tradisi ini akan membawa berkah dan memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan dan keberlanjutan bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun