Artinya: "Islam itu diasakan atas lima perkara: penyaksian bahwa tidak ada tuhan kecuali hanya Allah taala dan bahwa Muhammad itu Rasulullah, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan ramadan, mengerjakan haji ke Baitullah bagi mereka yang mampu pergi kesana."
Hadis Rasulullah SAW pun telah menegaskan, "Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat, sholat, zakat, puasa Ramadan, dan haji bagi yang mampu." Imam Al-Ghazali dengan tegas menjelaskan bahwa iman yang sejati tidak cukup hanya diucapkan di bibir dan diterima di dalam hati. Iman membutuhkan manifestasi dalam tindakan nyata. Dan bukti-bukti yang mewajibkan amal ini sangatlah banyak. Imam Al-Ghazali menyoroti bahwa keberadaan iman yang sejati tercermin dalam perilaku yang baik dan ketaatan kepada ajaran agama. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk tidak hanya berbicara tentang iman, tetapi juga untuk mengaplikasikannya dalam amal perbuatan yang benar. Pesan ini menekankan bahwa amalan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh kesadaran adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman yang sejati dalam Islam.
Memang benar, surga adalah anugerah dari Allah SWT. Namun, rahmat dan kemurahan-Nya tidak diperoleh begitu saja. Keduanya harus diperoleh melalui ketaatan dan ibadah yang sungguh-sungguh. Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran, rahmat Allah dekat kepada orang yang berbuat baik. Pesan ini menyoroti bahwa untuk mencapai rahmat dan kemurahan Allah, seseorang harus berusaha secara aktif dalam menjalankan perintah-Nya dan meningkatkan ibadah serta ketaatan kepada-Nya. Al-Quran menekankan bahwa Allah SWT sangat dekat dengan orang-orang yang melakukan kebaikan dan berusaha untuk mengamalkan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perlu bagi umat Muslim untuk memahami bahwa rahmat dan kemurahan Allah tidaklah datang secara otomatis, melainkan diperoleh melalui usaha dan dedikasi dalam beribadah dan berbuat baik.
Jika ada yang beranggapan bahwa surga bisa diraih hanya dengan "pemberian" semata, maka perlu diingat bahwa perjalanan menuju surga tidaklah semudah itu. Banyak rintangan dan godaan yang harus dihadapi. Rintangan pertama adalah menjaga keimanan agar tetap teguh hingga akhir hayat. Dan yang tak kalah pentingnya, di akhirat nanti, Allah SWT akan menempatkan hamba-Nya di surga sesuai dengan amal perbuatannya. Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa surga bisa diraih hanya dengan pemberian Allah SWT. Memang benar, tetapi bagaimana kita bisa mencapainya dengan selamat? Berapa banyak rintangan dan godaan yang harus dilalui? Godaan pertama adalah menjaga keimanan hingga akhir hayat. Dan setelah wafat dalam keadaan beriman, apakah kita terhindar dari kebangkrutan amal? Pesan ini menyoroti bahwa keimanan yang teguh dan amal perbuatan yang baik adalah kunci menuju surga, dan bahwa perjalanan tersebut tidaklah mudah, melainkan memerlukan ketekunan, ketabahan, dan konsistensi dalam menjalankan ajaran Allah SWT.
Imam Hasan Al-Bashri (wafat 110 H) rahimahullahu taala memberikan gambaran yang menakjubkan tentang hari akhir. Allah SWT berfirman kepada hamba-Nya, "Masuklah ke dalam surga dengan rahmat-Ku, dan tentukanlah kedudukan kamu masing-masing di dalamnya mengikuti amalan kamu."
 Pernyataan ini menegaskan bahwa surga merupakan anugerah Allah yang diberikan atas rahmat-Nya, namun pada saat yang sama, Allah juga menetapkan posisi masing-masing individu di dalam surga berdasarkan amal perbuatan yang telah dilakukan selama hidupnya. Hal ini menunjukkan pentingnya amal sholeh sebagai kunci untuk mendapatkan tempat yang layak di surga. Pesan ini mengajarkan bahwa setiap tindakan baik dan kebaikan yang dilakukan oleh hamba Allah akan dihitung dan dihargai di akhirat, sehingga menempatkan mereka pada posisi yang layak di dalam surga. Oleh karena itu, Imam Hasan Al-Bashri menegaskan bahwa di hari akhir, amal perbuatan yang baik menjadi penentu bagi setiap individu untuk mendapatkan tempat di surga, sementara rahmat Allah tetap menjadi faktor utama yang mengarahkan mereka ke dalamnya.
KesimpulanÂ
Puasa Ramadan yang kita laksanakan saat ini merupakan sebuah kesempatan emas untuk mengamalkan ilmu agama yang kita miliki. Mari kita manfaatkan puasa ini sebagai momentum untuk melakukan introspeksi diri, meningkatkan ketaqwaan, serta memperbanyak amal saleh. Penting untuk diingat bahwa ilmu tanpa amal ibarat orang yang sakit diberi resep obat namun tidak mengonsumsinya. Pesan ini menegaskan bahwa keberadaan ilmu agama yang dimiliki oleh seseorang harus disertai dengan amal yang baik dan konsisten. Puasa Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk mengaplikasikan pengetahuan agama dalam tindakan nyata, meningkatkan kualitas ibadah, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Dengan demikian, puasa bukan hanya menjadi kewajiban ritual, tetapi juga sebuah sarana untuk pertumbuhan spiritual dan peningkatan kesadaran akan ketaatan kepada ajaran agama.
Mari kita jadikan Ramadan ini sebagai titik awal untuk menjadi seorang Muslim yang tidak hanya kaya akan ilmu, tetapi juga kaya akan amal. Dengan demikian, insya Allah, kita dapat meraih ridho Allah SWT dan memperoleh tempat terbaik di akhirat nanti. Pesan ini menggarisbawahi pentingnya menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas spiritual dan praktik ibadah. Selain mengejar pengetahuan agama, kita juga diingatkan untuk mengaplikasikannya dalam tindakan nyata yang baik dan bermanfaat bagi sesama. Hanya dengan menyatukan ilmu dan amal dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat berharap mendapatkan ridho Allah SWT dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H