"Dia lagi liburan di pantai. Pakaiannya... aduh nggak kuat," kata Anton sambil menjilat bibirnya.
Jari Arief memegang ponsel gusti. Rasanya ada magnet tak kasat mata yang menariknya untuk segera melihat unggahan tersebut. Namun, ia masih berupaya untuk menahan diri.
"Jangan dititip dong, bahaya. Lagi puasa pula," tegur Arief dengan nada setengah hati.
"Ya makanya tantangannya di situ, bro. Bikin bulan puasa lebih berwarna," kelakar Anton dengan suara rendah.
Arief menggeleng perlahan. Ia tahu perbuatan itu salah. Namun, tantangan itu seperti bisikan setan yang terus menggelitik telinganya. Apalagi dengan panasnya cuaca dan godaan visual seperti yang dikatakan Anton.
Tiba-tiba ponsel Arief berdering. Nama Sarah tertera di layar. Jantungnya berdegup kencang. Sekilas ia melirik Anton yang sedang asyik dengan ponselnya sendiri.
Dengan tangan gemetar, ia mencari toilet yang sedikit jauh dari kantin. Setelah memastikan tidak ada orang lain, ia pun mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?" suara Sarah terdengar manis dari seberang sana.
Arief menelan ludah susah payah. Rasanya tenggorokannya semakin kering ketimbang sebelumnya.
"Hai, Arief. lagi apa?" sapa Sarah dengan nada genit.
Arief tak bisa berkata-kata. Pikirannya kacau balau antara nafsu dan rasa bersalah.