Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aswaja dan Tantangan Ideologi Trans-Nasional di Era Modern: Menjaga Keseimbangan dalam Dunia yang Kompleks

8 Maret 2024   21:48 Diperbarui: 8 Maret 2024   22:01 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan 

Pemikiran Islam moderat yang dianut oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang dikenal sebagai Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jamaah), menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks di era modern ini. Seiring dengan perkembangan globalisasi, ideologi transnasional, baik yang berbasis agama maupun sekular, mulai merambah dan menyebar dengan cepat. 

Tantangan ini mengancam untuk menggeser nilai-nilai fundamental yang menjadi pijakan utama Aswaja, yang selama ini menjadi landasan bagi pemahaman Islam yang moderat dan inklusif. Dalam konteks ini, pemahaman yang mendalam dan analisis yang cermat tentang dampak serta respons Aswaja terhadap tantangan-tantangan ini menjadi sangat penting. 

Oleh karena itu, pendekatan yang komprehensif dan mendetail diperlukan untuk memahami bagaimana Aswaja dapat mempertahankan relevansinya di tengah dinamika perubahan global dan lokal yang semakin cepat. Dengan demikian, penelitian yang mendalam dan analisis yang kritis tentang dinamika hubungan antara Aswaja dengan berbagai ideologi transnasional akan menjadi kontribusi yang berharga dalam menggali solusi-solusi untuk menjaga keutuhan dan keberlanjutan pemikiran Islam moderat di masa depan.

Karakteristik Aswaja 

slideplayer.info
slideplayer.info

Aswaja didasarkan pada prinsip-prinsip tawassuth (moderasi), tawazun (keseimbangan), ta'adul (keadilan), dan tasamuh (toleransi). Aswaja menghindari sikap ekstremis dan menghargai keberagaman budaya. Prinsip tawassuth mencerminkan semangat moderasi yang mengedepankan pendekatan tengah dalam memahami ajaran Islam, menghindari penafsiran yang ekstrem atau radikal. 

Tawazun menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hubungan antara individu dan masyarakat maupun dalam pemahaman agama dan budaya. Ta'adul menekankan pentingnya penerapan keadilan dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun hukum. 

Sedangkan tasamuh menekankan pentingnya sikap toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan, baik dalam agama, budaya, maupun pandangan politik. Dengan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip ini, Aswaja mempromosikan nilai-nilai moderat yang memungkinkan keragaman budaya dan pemikiran untuk berkembang secara harmonis dalam masyarakat. 

Dalam konteks globalisasi dan tantangan ideologi transnasional, pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip ini menjadi kunci dalam mempertahankan identitas dan relevansi Aswaja sebagai pemikiran Islam moderat yang inklusif dan berdaya tahan.

Tantangan Ideologi Transnasional 

batamtoday.com
batamtoday.com

Beberapa ideologi transnasional yang menjadi tantangan bagi Aswaja antara lain:

1. Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir adalah dua organisasi yang memiliki orientasi politik yang berbeda dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan berpotensi memicu polarisasi di kalangan umat Islam. Ikhwanul Muslimin cenderung memiliki agenda politik yang lebih proaktif, dengan fokus pada partisipasi politik dalam proses demokratisasi dan reformasi sosial. Mereka seringkali terlibat dalam kegiatan politik seperti pembentukan partai politik dan pencalonan kandidat dalam pemilihan umum. 

Di sisi lain, Hizbut Tahrir menekankan pada gagasan khilafah Islam yang bersifat universal. Mereka berupaya untuk mengembangkan pemahaman dan kesadaran akan konsep khilafah Islam sebagai sistem politik yang dianggap sebagai solusi tunggal bagi umat Islam di seluruh dunia. Hizbut Tahrir menolak bentuk-bentuk pemerintahan sekuler dan mendorong penggantian sistem politik yang ada dengan khilafah Islam yang mereka pandang sebagai bentuk pemerintahan yang ideal berdasarkan ajaran Islam.

Perbedaan orientasi politik antara Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir dengan NU menimbulkan dinamika yang kompleks dalam ranah politik Islam. Sementara NU cenderung mengutamakan pendekatan pragmatis dan inklusif dalam partisipasi politik serta menegaskan pentingnya pluralisme politik, kedua organisasi lainnya menampilkan pendekatan yang lebih eksklusif dan militan dalam mempromosikan visi politik mereka. Oleh karena itu, dinamika hubungan antara NU dan organisasi lain ini memerlukan pemahaman yang mendalam serta strategi yang tepat dalam menjaga stabilitas dan keberlangsungan dialog antarumat Islam di Indonesia.

2. Salafi-Wahhabi, aliran keagamaan yang mendasarkan pemahamannya pada pemahaman yang lebih literal terhadap teks-teks agama, seringkali memiliki perbedaan pandangan yang signifikan dengan NU, terutama terkait dengan praktik ibadah (amaliyah) dan sistem kenegaraan. Aliran ini cenderung menentang berbagai bentuk inovasi dalam praktik ibadah dan mempertahankan interpretasi agama yang konservatif serta bersifat tekstual. 

Dalam hal amaliyah, Salafi-Wahhabi menekankan pentingnya mengikuti tuntunan langsung dari teks-teks agama dan menolak segala bentuk penyimpangan atau penambahan dalam praktik ibadah. Mereka seringkali memandang praktik ibadah yang tidak didasarkan langsung pada tuntunan tekstual sebagai bid'ah (inovasi yang tidak disyariatkan) dan berpotensi mengarah pada kesyirikan. 

Sementara itu, dalam hal kenegaraan, Salafi-Wahhabi cenderung mempromosikan konsep kenegaraan yang berbasis pada penerapan syariah Islam secara ketat, seringkali dengan gagasan mendirikan negara yang berdasarkan hukum-hukum agama. 

Mereka menolak sistem kenegaraan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti sistem demokrasi sekuler. Perbedaan pandangan ini menciptakan dinamika kompleks dalam interaksi antara Salafi-Wahhabi dan NU. NU, sebagai organisasi yang mengusung pendekatan inklusif dan moderat, seringkali menegaskan pentingnya pemahaman agama yang kontekstual dan menolak pendekatan yang terlalu kaku dalam interpretasi teks-teks agama. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang perbedaan pandangan ini sangat penting dalam menjaga stabilitas dan harmoni di antara berbagai aliran keagamaan di Indonesia.

3. Liberalisme dan Sosialisme adalah dua ideologi yang memiliki pandangan berbeda dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Aswaja. Liberalisme menekankan kebebasan individu, pasar bebas, dan hak asasi manusia sebagai nilai-nilai utama, yang mungkin tidak selaras dengan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi oleh Aswaja, yang menekankan kesetiaan pada ajaran agama dan keadilan sosial.

Dalam konteks ini, nilai-nilai liberalisme seperti penekanan pada kebebasan individu dan pasar bebas dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang diwariskan oleh Aswaja, yang mengutamakan ketaatan pada ajaran agama dan kesetiaan pada nilai-nilai keadilan sosial. 

Selain itu, hak asasi manusia dalam pandangan liberalisme seringkali dilihat sebagai hak individual yang tidak terbatas, sedangkan dalam pemahaman Aswaja, hak asasi manusia harus disesuaikan dengan ajaran agama dan nilai-nilai masyarakat yang dianggap sesuai.

Sementara itu, sosialisme menitikberatkan pada kesetaraan ekonomi dan redistribusi kekayaan, yang bisa bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang dianut oleh Aswaja. Meskipun Aswaja juga menekankan pentingnya keadilan dalam distribusi kekayaan, namun pendekatan yang digunakan dalam Islam lebih mengedepankan konsep keberkahan dalam kekayaan dan penyebaran zakat sebagai bentuk redistribusi yang diatur oleh ajaran agama. 

Prinsip-prinsip ekonomi Islam menekankan pentingnya kepemilikan dan perdagangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang mungkin berbeda dengan konsep redistribusi yang diadvokasi oleh sosialisme. Perbedaan dalam pandangan ini menciptakan dinamika kompleks dalam hubungan antara Aswaja dan ideologi liberalisme serta sosialisme. 

Pentingnya pemahaman yang mendalam tentang perbedaan pandangan ini menjadi kunci dalam menjaga kesinambungan dan relevansi Aswaja dalam menghadapi tantangan ideologi yang berkembang pesat di era modern ini.

Tantangan-tantangan ini menunjukkan kompleksitas dalam mempertahankan identitas dan nilai-nilai Aswaja di tengah dinamika global yang berkembang pesat. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang perbedaan ideologi ini serta strategi yang tepat dalam menghadapinya menjadi penting bagi Aswaja untuk tetap relevan dan memperkuat eksistensinya di era modern ini.

Strategi Mempertahankan Aswaja 

Sekolah Aswaja yang diadakan PK PMII Sunan Ampel Kediri, Jumat (12/02/2021). (Foto: NOJ/ Imam Muzakki)/jatim.nu.or.id
Sekolah Aswaja yang diadakan PK PMII Sunan Ampel Kediri, Jumat (12/02/2021). (Foto: NOJ/ Imam Muzakki)/jatim.nu.or.id

PMII sebagai organisasi mahasiswa Islam moderat perlu melakukan beberapa strategi untuk mempertahankan Aswaja: 

1. Memahami Aswaja secara mendalam melibatkan upaya kaderisasi dan pendidikan yang komprehensif tentang ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang diusung oleh Aswaja. Kaderisasi merujuk pada proses pembentukan kader-kader yang memiliki pemahaman yang kuat dan komprehensif tentang Aswaja, serta mampu menjadi pemimpin dan penggerak dalam mempromosikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 

Pendekatan ini mencakup berbagai kegiatan seperti pelatihan, pembinaan, dan pengembangan kapasitas kader dalam memahami, mengartikan, dan mengaplikasikan prinsip-prinsip Aswaja dalam berbagai konteks kehidupan.

Pendidikan tentang Aswaja juga perlu dilakukan secara komprehensif agar masyarakat dapat memahami dengan baik ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pendidikan ini meliputi pengajaran di berbagai tingkatan, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat lanjutan, dan mencakup berbagai materi seperti teologi, fiqh (hukum Islam), tasawuf (mistisisme Islam), sejarah, dan pemikiran Islam moderat. 

Selain itu, pendidikan tentang Aswaja juga perlu dilakukan secara kontekstual, dengan memperhatikan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan umat Islam secara umum.

Melalui kaderisasi dan pendidikan yang komprehensif tentang Aswaja, diharapkan masyarakat dapat memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan kritis tentang ajaran Islam moderat yang diusung oleh Aswaja. Hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai keagamaan, kultural, dan sosial yang menjadi identitas dan landasan keberlangsungan Aswaja di tengah dinamika zaman yang terus berkembang.

2. Menjalin dialog dan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk kelompok yang memiliki ideologi yang berbeda, merupakan langkah penting dalam memperkuat posisi Aswaja dalam dinamika masyarakat modern. Dialog yang dilakukan haruslah dilandasi oleh semangat saling menghormati dan saling memahami, serta membuka ruang untuk berbagi pandangan, pengalaman, dan pemikiran.

Melalui dialog, Aswaja dapat memperluas jejaring dan meningkatkan pemahaman antar berbagai kelompok, bahkan yang memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda. Proses ini memungkinkan adanya pertukaran informasi dan gagasan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak, serta dapat membantu mengatasi mispersepsi dan konflik yang mungkin timbul akibat perbedaan pandangan. 

Kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk kelompok dengan ideologi yang berbeda, juga merupakan strategi yang efektif dalam memperluas cakupan dan pengaruh Aswaja dalam masyarakat.

 Kerjasama dapat dilakukan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, sosial, ekonomi, dan keagamaan, dengan tujuan membangun kemitraan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Dengan menjalin dialog dan kerjasama yang konstruktif dengan berbagai pihak, Aswaja dapat menjadi agen perdamaian, harmoni, dan kemajuan di tengah-tengah kompleksitas masyarakat modern. 

Hal ini juga akan membantu memperkuat identitas dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Aswaja, sambil tetap terbuka terhadap dinamika dan perubahan yang terjadi di sekitar.

3. Menyebarkan konten positif tentang Aswaja melalui media sosial dan teknologi merupakan strategi yang efektif dalam memperluas jangkauan dan pengaruh ajaran Islam moderat ini di era digital. Pemanfaatan media sosial dan teknologi memungkinkan Aswaja untuk mencapai audiens yang lebih luas, termasuk generasi muda yang aktif menggunakan platform-platform digital. 

Dalam praktiknya, konten positif tentang Aswaja yang disebarkan melalui media sosial dapat berupa artikel, video, infografis, podcast, dan berbagai bentuk konten multimedia lainnya. Konten-konten ini dapat mencakup berbagai topik yang relevan, seperti pemahaman ajaran Islam moderat, nilai-nilai keagamaan, toleransi, perdamaian, keadilan sosial, dan kontribusi Aswaja dalam pembangunan masyarakat.

Selain itu, penggunaan teknologi seperti website, blog, dan aplikasi mobile juga dapat menjadi sarana efektif dalam menyebarkan konten positif tentang Aswaja. Dengan memanfaatkan teknologi, informasi tentang Aswaja dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh masyarakat luas, baik di tingkat lokal maupun global. 

Pentingnya menyebarkan konten positif tentang Aswaja melalui media sosial dan teknologi tidak hanya untuk memperluas jangkauan dakwah, tetapi juga untuk menghadapi tantangan ideologi transnasional yang semakin berkembang pesat di era digital ini. Melalui konten yang berkualitas dan informatif, Aswaja dapat membantu masyarakat untuk memahami ajaran Islam moderat dengan lebih baik, serta memberikan kontribusi positif dalam membangun harmoni dan kedamaian dalam masyarakat.

4. Menjadi teladan bagi masyarakat dalam mengamalkan nilai-nilai Aswaja adalah suatu langkah penting dalam memperkuat posisi dan pengaruh ajaran Islam moderat ini di tengah-tengah masyarakat. Sebagai individu yang mengamalkan nilai-nilai Aswaja, penting bagi seseorang untuk menunjukkan contoh yang baik dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. 

Teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Aswaja mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti sikap dalam berinteraksi dengan sesama, cara beribadah, sikap dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan partisipasi dalam kegiatan sosial serta keagamaan. Hal ini mencakup kesabaran, kejujuran, tolong-menolong, toleransi, serta sikap menghormati perbedaan.

Dengan menjadi teladan yang baik, individu yang mengamalkan nilai-nilai Aswaja dapat mempengaruhi orang lain di sekitarnya untuk mengikuti jejaknya. Teladan yang konsisten dan meyakinkan dapat membangun reputasi yang baik bagi Aswaja sebagai ajaran yang membawa manfaat dan memberikan inspirasi positif bagi masyarakat. Selain itu, menjadi teladan juga berarti menjadi agen perubahan dalam masyarakat. 

Dengan mengamalkan nilai-nilai Aswaja secara konsisten, seseorang dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam memperkuat hubungan antarindividu, membangun kesadaran akan pentingnya keadilan sosial, dan mempromosikan perdamaian serta harmoni di tengah-tengah masyarakat yang semakin kompleks ini. 

Dengan demikian, menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Aswaja bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan strategi yang efektif dalam memperkuat identitas dan pengaruh Aswaja dalam masyarakat secara luas.

Kesimpulan

Aswaja, sebagai metodologi pemikiran Islam yang moderat dan relevan dengan kondisi zaman, memainkan peran krusial dalam mempertahankan identitas dan nilai-nilai Islam moderat di tengah dinamika kompleks masyarakat modern. Dalam konteks ini, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai Aswaja di tengah berbagai tantangan ideologi transnasional yang semakin berkembang. 

Melalui upaya kaderisasi, pendidikan, dialog, kerjasama dengan berbagai pihak, penyebaran konten positif, dan menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Aswaja, PMII mampu menjadi garda terdepan dalam memperkuat posisi Aswaja sebagai ajaran yang inklusif, harmonis, dan relevan di tengah masyarakat modern yang semakin kompleks. 

Dengan demikian, kerja keras dan komitmen PMII dalam menyebarkan nilai-nilai Aswaja tidak hanya menjadi kontribusi penting dalam menjaga keutuhan umat Islam, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, adil, dan berkeadilan.

Di era modern yang dipenuhi dengan kompleksitas dan keragaman, Aswaja sebagai metodologi pemikiran Islam moderat semakin memegang peran yang sangat penting. PMII, sebagai organisasi mahasiswa yang menganut Islam moderat, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai Aswaja. 

Tantangan yang dihadapi Aswaja di era modern berasal dari berbagai ideologi transnasional, baik yang bersifat agama maupun sekuler. Ideologi-ideologi ini berpotensi mengancam nilai-nilai Aswaja dan dapat memicu polarisasi dalam masyarakat. Untuk mempertahankan Aswaja, PMII perlu mengadopsi berbagai strategi yang efektif. 

Pertama, mereka perlu memahami Aswaja secara mendalam, dengan mempelajari prinsip-prinsipnya dan menerapkan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, PMII harus menjalin dialog dan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk kelompok yang memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda, guna mencapai pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang nilai-nilai Aswaja. 

Ketiga, mereka perlu menyebarkan konten positif tentang Aswaja melalui berbagai platform media sosial dan teknologi, untuk mencapai audiens yang lebih luas dan membangun pemahaman yang positif tentang ajaran Islam moderat ini. Terakhir, PMII harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mengamalkan nilai-nilai Aswaja, sehingga dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka. 

Dengan menjaga keseimbangan Aswaja dan memperkuat posisinya di masyarakat, PMII dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan masyarakat yang damai, toleran, dan harmonis di era modern ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun