Debat Capres Kelima, yang berlangsung pada Minggu, 4 Februari 2024, mempersembahkan adu gagasan dan solusi dari para calon pemimpin bangsa. Meskipun demikian, sayangnya, isu kebudayaan tidak mendapat sorotan utama dalam diskusi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah Indonesia tidak menghadapi masalah kebudayaan yang memerlukan perhatian serius? Ataukah isu kebudayaan memang sering kali diabaikan dan kurang mendapatkan perhatian yang seharusnya?
Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa kebudayaan memainkan peran yang sangat penting dalam identitas dan kesatuan suatu bangsa. Di Indonesia, yang terdiri dari beragam suku, agama, dan budaya, menjaga keberagaman dan menghargai warisan budaya adalah kunci untuk memperkokoh persatuan dan keharmonisan. Namun, sering kali, isu-isu kebudayaan diabaikan dalam debat politik dan agenda publik.
Kemudian, kita harus mempertimbangkan bahwa Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam domain kebudayaan. Mulai dari masalah pelestarian warisan budaya, seperti situs bersejarah dan tradisi adat yang terancam punah, hingga isu-isu kontemporer seperti budaya pop yang mengglobal dan dampaknya terhadap identitas lokal. Selain itu, ada juga masalah-masalah sosial yang terkait dengan kebudayaan, seperti diskriminasi terhadap kelompok minoritas atau isu-isu kesetaraan gender yang sering kali bersumber dari norma dan nilai budaya yang tidak selalu inklusif.
Oleh karena itu, ketidakmampuan memasukkan isu kebudayaan ke dalam sorotan utama dalam debat Capres menimbulkan pertanyaan tentang seberapa serius pemimpin kita memandang pentingnya masalah ini. Bukan hanya sebagai bagian dari warisan yang harus dijaga, tetapi juga sebagai instrumen penting dalam membangun masyarakat yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan secara budaya.
Dalam konteks ini, penting bagi calon pemimpin dan pemerintah yang akan datang untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada isu-isu kebudayaan. Ini melibatkan langkah-langkah konkret seperti meningkatkan dana dan perhatian untuk pelestarian warisan budaya, mendukung produksi dan distribusi karya seni dan budaya lokal, serta mendorong dialog dan toleransi antarbudaya untuk memperkuat persatuan dalam keragaman. Jadi, sementara debat politik sering kali cenderung memusatkan perhatian pada isu-isu ekonomi, politik, dan sosial, penting untuk tidak mengabaikan isu-isu kebudayaan yang juga memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan dan identitas bangsa Indonesia.
Meskipun minimnya pembahasan dalam debat, nyatanya Indonesia dihadapkan pada beragam permasalahan kebudayaan yang memprihatinkan. Budaya lokal terancam oleh arus modernisasi yang menggerus nilai-nilai tradisional, generasi muda semakin terasing dari akar budayanya yang merupakan bagian penting dari identitas nasional, dan komersialisasi budaya secara masif telah mengikis keaslian dan keutuhan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun.
Fenomena ini menyoroti kerentanan budaya Indonesia di era globalisasi dan modernisasi yang berkembang pesat. Budaya lokal, yang merupakan cerminan dari kekayaan dan keberagaman bangsa, sering kali terpinggirkan dalam dinamika perubahan sosial dan ekonomi yang cepat. Akibatnya, nilai-nilai tradisional yang memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan kebersamaan masyarakat terancam punah atau dilemahkan. Generasi muda, sebagai penerus bangsa, cenderung semakin terpencil dari warisan budaya nenek moyang mereka. Pengaruh budaya pop global dan kemajuan teknologi seringkali memicu perubahan pola pikir dan gaya hidup yang menjauhkan mereka dari nilai-nilai budaya tradisional. Hal ini dapat mengakibatkan kehilangan jati diri dan rasa kebanggaan terhadap identitas budaya mereka sendiri.
Selain itu, komersialisasi budaya menjadi tantangan serius bagi kelestarian nilai-nilai luhur dalam budaya Indonesia. Ketika budaya dijadikan sebagai komoditas untuk kepentingan ekonomi semata, risiko deformasi dan degradasi nilai-nilai budaya yang autentik menjadi sangat tinggi. Ini dapat mengakibatkan penyimpangan terhadap nilai-nilai moral dan etika yang sebelumnya dijunjung tinggi dalam masyarakat. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, diperlukan upaya yang komprehensif dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun para pemangku kepentingan lainnya. Pelestarian dan penguatan budaya lokal harus ditingkatkan melalui pendekatan edukasi, pelestarian situs-situs bersejarah, dan dukungan terhadap praktik budaya tradisional. Generasi muda perlu diberi pemahaman yang kuat tentang pentingnya warisan budaya mereka dan diintegrasikan ke dalam kegiatan-kegiatan pendidikan formal dan non-formal.
Selain itu, perlu ada pengaturan yang lebih ketat terhadap komersialisasi budaya untuk memastikan bahwa nilai-nilai budaya tidak dijadikan sebagai alat untuk keuntungan semata. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat membangun fondasi yang kuat untuk melestarikan, memperkuat, dan mempromosikan keberagaman budaya yang menjadi salah satu kekayaan terbesar bangsa ini.
Meningkatkan keberhasilan dan eksposur budaya Indonesia di arena internasional memang memiliki kepentingan yang signifikan. Pentingnya mengenalkan kekayaan budaya bangsa kepada komunitas internasional tidak bisa dipandang remeh. Namun, semua upaya ini harus dimulai dengan fondasi yang kuat di dalam negeri. Jika budaya tidak dipelihara dan dijaga dengan baik di tanah airnya sendiri, sulit untuk mengharapkan pengakuan dan apresiasi yang tulus dari dunia luar.
Perbandingan yang dibuat dalam teks antara "membangun rumah tanpa fondasi yang kokoh" menggambarkan bahwa untuk mencapai prestasi dan pengakuan di tingkat internasional, kita harus memiliki landasan yang kuat terlebih dahulu di dalam negeri. Fondasi yang dimaksud adalah pemeliharaan, pelestarian, dan pengembangan budaya yang autentik di tengah masyarakat sendiri. Tanpa landasan yang kokoh ini, upaya untuk mempromosikan budaya Indonesia ke dunia internasional akan menjadi kurang efektif dan kurang meyakinkan.