"Laras, ini dokumen penting banget!" seru Bima sambil menunjukkan selembar kertas pada Laras. "Ini bukti transfer dana dari perusahaan Rian ke rekening tim sukses beberapa calon anggota DPRD lain."
"Wah, ini bisa jadi senjata makan tuan buat Rian nih!" Laras matanya berbinar, semangat juangnya kian membara.
Mereka bersepakat untuk mempublikasikan temuan mereka melalui artikel investigasi di majalah tempat Laras bekerja. Namun, mereka sadar langkah ini takkan mudah. Rian tentu takkan tinggal diam jika reputasinya tercoreng.
"Kita harus hati-hati, Laras. Rian punya pengaruh besar," Bima mengingatkan.
"Aku tahu, Bim. Tapi ini tentang kebenaran dan keadilan. Kita nggak bisa takut," Laras menatap temannya dengan tatapan mantap.
Artikel investigasi mereka berjudul "Jejak Gelap di Balik Senyum Manis" terbit di majalah tepat seminggu sebelum hari pemilihan. Publik geger, masyarakat Ponorogo dibuat terkejut dengan dugaan kecurangan yang dilakukan Rian.
Tak pelak, serangan balik pun datang. Tim sukses Rian menggelar konferensi pers, membantah semua tuduhan dan balik menyerang Laras dan Bima dengan tuduhan pencemaran nama baik.
"Mereka menuduh kita memfitnah!" Bima gelisah, tak menyangka serangan balik Rian secepat dan semasif itu.
"Tenang, Bim. Kita punya bukti. Kita nggak takut sama gertakan mereka," Laras berusaha terlihat tenang, meski dalam hati ia tak bisa memungkiri rasa khawatirnya.
Mereka menghadapi tekanan dari berbagai pihak. Pihak majalah diintimidasi, ancaman terselubung bermunculan. Tapi Laras dan Bima tak menyerah. Mereka terus berjuang, mencari dukungan dari masyarakat dan lembaga terkait.
Di tengah situasi yang memanas, dukungan tak terduga datang dari Naya, ibu rumah tangga biasa yang selama ini tak terlalu tertarik dengan politik. Ia tersentuh oleh keberanian Laras dan Bima dalam memperjuangkan kebenaran.