Meskipun terjadi peningkatan dalam hubungan internasional, perlu diperhatikan bahwa beberapa isu kontroversial juga muncul seiring dengan kebijakan luar negeri. Akan tetapi, keterlibatan Indonesia dalam dunia internasional pada masa Orde Baru memberikan dampak yang signifikan terhadap citra negara ini di panggung global. Pemahaman tentang peran Indonesia dalam hubungan internasional pada masa itu membantu melihat bagaimana negara ini berinteraksi dengan komunitas internasional, serta menganalisis implikasi dan dampaknya dalam kerangka waktu yang lebih luas.
B. Bayangan Orde Baru
1. Pada masa Orde Baru, terjadi sejumlah peristiwa yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk dalam kasus-kasus seperti G30S, Tanjung Priok, dan Timor Timur. Periode ini ditandai dengan kejadian-kejadian yang menimbulkan keprihatinan terkait hak-hak dasar individu. Dalam kasus G30S, Tanjung Priok, dan Timor Timur, terdapat berbagai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang melibatkan pemerintah pada saat itu. Pada G30S, terjadi penangkapan dan eksekusi terhadap sejumlah individu yang dianggap terlibat tanpa proses hukum yang transparan. Sementara itu, insiden di Tanjung Priok juga terkait dengan tindakan keras yang berujung pada kerugian nyawa dan kehilangan hak-hak masyarakat.
Kemudian, di Timor Timur, terdapat kritik terkait kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap hak-hak manusia, terutama selama proses integrasi. Kondisi tersebut mengakibatkan dampak serius terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Penting untuk mencatat bahwa masalah hak asasi manusia di masa Orde Baru menjadi fokus perhatian dan kritik baik dari dalam negeri maupun internasional. Pemahaman menyeluruh tentang peristiwa ini membantu melihat gambaran penuh dan mencermati pembelajaran terkait perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
2. Pada masa Orde Baru, kebebasan politik di Indonesia memiliki batasan yang cukup besar. Partisipasi dalam demokrasi terbatas, dan kritik terhadap pemerintah seringkali ditekan, sedangkan kendali terhadap partai politik sangat kuat. Di periode tersebut, warga negara menghadapi batasan dalam menyuarakan pendapat kritis terhadap pemerintah. Kritik terhadap kebijakan atau tindakan pemerintah seringkali dihadapi dengan tindakan pembungkaman atau hambatan. Partai politik juga dikendalikan secara ketat, yang dapat membatasi variasi opsi politik yang tersedia bagi masyarakat.
Meskipun terdapat alasan keamanan dan stabilitas yang diutarakan sebagai dasar untuk pembatasan tersebut, hal ini mendapat kritik terutama dalam konteks hak asasi manusia dan demokrasi. Pembatasan ini menciptakan lingkungan politik di mana pengungkapan pandangan alternatif atau kritik terhadap pemerintah menjadi sulit. Pemahaman tentang pembatasan kebebasan politik pada masa Orde Baru membantu menyusun perspektif lebih luas tentang perkembangan demokrasi di Indonesia dan memberikan pandangan terhadap peran partisipasi politik selama periode tersebut.
3. Pada masa Orde Baru, terdapat banyak tindakan yang dapat diidentifikasi sebagai Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN), terutama melibatkan kalangan elit penguasa. Fenomena ini mencakup praktik-praktik yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di dalam lingkaran kekuasaan pada saat itu. Dalam konteks ini, kolusi merujuk pada kerjasama yang tidak sehat antara pihak swasta dan pemerintah, korupsi mengacu pada praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, sedangkan nepotisme adalah kebijakan memberikan posisi atau keuntungan kepada keluarga atau kerabat. Praktik-praktik ini dapat terjadi di berbagai sektor, mulai dari bisnis hingga bidang publik.
Perlu diakui bahwa isu KKN menjadi perhatian masyarakat dan mengundang kritik terhadap pemerintah Orde Baru. Pada kenyataannya, beberapa kasus KKN melibatkan tokoh-tokoh elit di era tersebut, yang sering kali terhindar dari pertanggungjawaban hukum. Memahami maraknya KKN pada masa Orde Baru membantu kita mengevaluasi dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan dan integritas institusi di Indonesia. Analisis terhadap isu ini juga penting untuk memahami dinamika politik dan sosial pada masa tersebut.
4. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan salah satu faktor krusial yang menyebabkan runtuhnya rezim Orde Baru. Krisis ekonomi 1998 menjadi pukulan berat bagi stabilitas politik dan sosial di Indonesia. Pada saat itu, Indonesia mengalami krisis finansial yang melibatkan devaluasi mata uang, meningkatnya inflasi, dan kegagalan sejumlah lembaga keuangan. Krisis ini memicu resesi ekonomi, yang pada gilirannya menciptakan ketidakstabilan sosial dan politik. Masyarakat merasakan dampak yang signifikan, termasuk hilangnya pekerjaan, penurunan daya beli, dan ketidakpastian ekonomi yang merajalela.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang sulit memunculkan protes dan demonstrasi di berbagai wilayah Indonesia. Tekanan dari masyarakat yang marah, bersama dengan kehilangan dukungan dari beberapa elemen elit politik, membawa pada pengunduran diri Presiden Soeharto pada Mei 1998, mengakhiri masa pemerintahan Orde Baru yang telah berlangsung lama. Pemahaman terhadap krisis ekonomi 1998 sebagai faktor pemicu runtuhnya Orde Baru membantu kita melihat hubungan antara dinamika ekonomi dan perubahan politik di Indonesia. Krisis ini menjadi titik balik yang mengubah arah sejarah dan membawa Indonesia ke era reformasi politik yang baru.
Kesimpulan