Butet Kartaredjasa telah menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan masyarakat. Sebagian orang mendukung tindakan para pelapor yang ingin membawa masalah ini ke jalur hukum, sementara yang lain berpendapat bahwa kasus ini sebaiknya tidak diangkat menjadi permasalahan hukum.
Dugaan tindak penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo yang dituduh dilakukan oleh budayawanKasus ini menimbulkan pro dan kontra, di mana beberapa pihak setuju dengan langkah para pelapor yang ingin menuntut Butet Kartaredjasa, sementara pihak lain berpendapat bahwa tidak perlu membawa masalah ini ke ranah hukum. Beberapa orang menyatakan dukungan terhadap tindakan pelapor, sementara yang lain merasa bahwa penyelesaian kasus ini dapat dicapai melalui cara-cara lain, tanpa melibatkan proses hukum.
Dalam konteks ini, pro dan kontra menggambarkan adanya perbedaan pandangan di tengah masyarakat. Beberapa orang merasa bahwa tindakan penghinaan terhadap seorang pemimpin dapat merusak norma dan nilai-nilai sosial, sehingga perlu ditindaklanjuti secara hukum. Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa masalah ini bisa diselesaikan dengan cara dialog atau melalui sarana lain tanpa melibatkan proses hukum yang cenderung memakan waktu dan sumber daya. Dengan demikian, kasus ini menciptakan dinamika di masyarakat yang mencerminkan perbedaan pendapat dalam menanggapi tindakan yang dianggap sebagai penghinaan terhadap seorang pemimpin negara.
Orang-orang yang mendukung pelapor berpendapat bahwa Butet telah melakukan penghinaan terhadap Presiden yang sah. Menurut mereka, pantun yang diucapkan oleh Butet dianggap tidak pantas dan dianggap dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau keresahan di kalangan masyarakat. Dalam pandangan pendukung pelapor, mereka menyatakan bahwa tindakan yang dianggap sebagai penghinaan tersebut merugikan citra Presiden yang merupakan pemimpin yang sah dan terpilih oleh masyarakat. Mereka berpendapat bahwa ungkapan dalam pantun yang disampaikan oleh Butet dianggap tidak senonoh atau tidak pantas, sehingga dapat menimbulkan reaksi negatif atau ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Pendukung pelapor ini menganggap bahwa tindakan Butet dalam menyampaikan pantun tersebut tidak sesuai dengan norma-norma sopan santun yang seharusnya dijunjung tinggi, terutama terkait dengan jabatan Presiden. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa tindakan tersebut perlu mendapatkan respons dan penanganan melalui jalur hukum sebagai upaya untuk menjaga kehormatan dan martabat jabatan Presiden yang sah.
Orang-orang yang mendukung Butet berpendapat bahwa pantun yang disampaikan hanyalah sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi. Menurut mereka, setiap individu memiliki hak untuk mengkritik pemerintah, termasuk para budayawan. Pendukung Butet berpendapat bahwa pantun yang diucapkan adalah ekspresi dari hak setiap warga negara untuk memberikan pandangan atau kritik terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menilai bahwa dalam demokrasi, kebebasan berekspresi dan memberikan kritik konstruktif merupakan hak asasi yang diakui dan dijaga.
Dalam perspektif mereka, tindakan Butet adalah sebuah bentuk partisipasi dalam proses demokrasi dan wujud dari hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Pendukung Butet berpendapat bahwa mengkritik pemerintah merupakan hak yang sah dan wajar, asalkan dilakukan dengan cara yang sopan dan bertanggung jawab. Dengan demikian, dalam pandangan mereka, kritik yang dilontarkan oleh Butet dianggap sebagai kontribusi dalam diskusi publik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, dan hak tersebut harus dihormati dalam konteks demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat.
Menurut pandangan saya, kasus ini perlu diinvestigasi secara menyeluruh. Apakah isi dari pantun yang diucapkan oleh Butet benar-benar mengandung unsur penghinaan terhadap Jokowi, atau justru merupakan bentuk kritik yang dapat diterima? Dalam pemahaman kasus ini, perlu dilakukan analisis mendalam untuk memahami maksud dan makna dari pantun yang disampaikan oleh Butet. Apakah ungkapan dalam pantun tersebut bersifat merendahkan atau sekadar menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Jokowi?
Dalam menilai kasus ini, penting untuk membedakan antara hak untuk menyampaikan kritik yang konstruktif sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dalam demokrasi, dan tindakan yang bersifat merendahkan atau menghina. Kajian tersebut dapat membantu dalam memberikan gambaran lebih jelas terkait apakah langkah hukum perlu diambil ataukah kasus ini dapat diselesaikan melalui jalur dialog dan diskusi. Dengan mendekati kasus ini secara objektif, kita dapat mencari pemahaman yang lebih komprehensif tentang apakah pantun tersebut memang patut dianggap sebagai penghinaan atau sekadar sebagai bentuk ekspresi kritik yang wajar dalam ruang demokrasi.
Apabila pantun yang disampaikan oleh Butet terbukti mengandung unsur penghinaan, maka tentu saja Butet harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun, jika pantun tersebut hanyalah bentuk kritik yang wajar, maka sebaiknya kasus ini tidak perlu diperkarakan di pengadilan. Dalam situasi di mana terdapat keraguan apakah tindakan Butet dapat dianggap sebagai penghinaan atau sekadar kritik, perlu dilakukan penilaian yang cermat. Penting untuk memahami konteks dan tujuan dari ungkapan tersebut serta mempertimbangkan batasan antara kebebasan berekspresi dan tindakan yang merugikan atau merendahkan.
Pemahaman yang jelas terkait sifat dari pantun tersebut dapat membantu dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Jika ternyata pantun itu memang mencapai tingkat penghinaan, maka tindakan hukum mungkin dapat dipertimbangkan. Namun, jika dinilai sebagai bentuk kritik konstruktif, pendekatan dialog dan diskusi mungkin lebih tepat tanpa perlu melibatkan ranah hukum.