Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Butet Kartaredjasa: Seniman Kritis atau Penghina Presiden?

31 Januari 2024   07:47 Diperbarui: 31 Januari 2024   07:53 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/Berita_Polisi 

Pinterest.com/jawaposcom 
Pinterest.com/jawaposcom 

Butet Kartaredjasa, sebagai seorang budayawan, terkenal sebagai individu yang senantiasa mengekspresikan sikap kritis terhadap pemerintah. Ia secara rutin memanfaatkan karyanya untuk menyampaikan pandangan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Sebagai budayawan, Butet dikenal karena kemampuannya menggunakan seni dan kreativitasnya untuk menyuarakan pandangan atau kritik terhadap keadaan sosial dan politik. Dalam banyak kesempatan, ia telah memilih jalur seni sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kritisnya terkait kebijakan-kebijakan pemerintah.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa Butet menganggap seni sebagai media yang kuat untuk menyampaikan gagasan dan menyuarakan pandangan kritisnya terhadap situasi di sekitarnya. Dengan demikian, perannya sebagai budayawan memungkinkan dia untuk turut serta dalam perbincangan publik dan memberikan sumbangsihnya terhadap perkembangan budaya dan sosial di masyarakat.

Kritikan yang disampaikan oleh Butet Kartaredjasa perlu dihargai. Kritik dari para seniman dan budayawan memiliki potensi sebagai masukan yang berharga bagi pemerintah dalam upaya memperbaiki kebijakannya. Dalam perspektif ini, kritik dianggap sebagai bentuk partisipasi konstruktif dari kalangan seniman dan budayawan dalam mengawal dan memberikan pandangan terhadap kebijakan pemerintah. Kehadiran mereka dalam memberikan kritik dianggap sebagai kontribusi positif yang dapat membantu pemerintah untuk lebih memahami berbagai sudut pandang masyarakat.

Penting untuk memahami bahwa kritik bukan hanya sebagai penilaian negatif, tetapi juga sebagai sarana untuk membuka ruang perbaikan dan perubahan kebijakan yang lebih baik. Oleh karena itu, mendengarkan kritik dari para seniman dan budayawan dapat menjadi langkah yang konstruktif untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih responsif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Tetapi, perlu diingat bahwa kritik sebaiknya disampaikan dengan cara yang sopan dan berkelas. Kritik yang diutarakan dengan kasar dan bernada menghina tentu tidak akan diterima dengan baik oleh pemerintah. Penting untuk menjaga cara penyampaian kritik agar tetap menghormati norma-norma komunikasi yang baik. Kritik yang disampaikan dengan elegan dan santun cenderung lebih efektif dan dianggap lebih serius oleh pihak yang menjadi sasaran kritik.

Dengan berkomunikasi secara sopan, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dialog yang konstruktif. Pendekatan yang demikian dapat meningkatkan peluang agar kritik yang disampaikan dapat diterima dengan lebih baik oleh pihak yang dituju, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat lebih efektif diserap dan dipertimbangkan.

Dalam situasi ini, pantun yang diucapkan oleh Butet memang terlihat kasar dan menyiratkan penghinaan. Akan tetapi, Butet sendiri membantah bahwa niatnya adalah untuk menghina Jokowi. Dia menjelaskan bahwa tujuannya sebenarnya adalah menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Jokowi.

Butet menyatakan bahwa maksudnya adalah untuk menyuarakan pandangannya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah melalui ungkapan seni, meskipun disadari bahwa penyampaiannya terkesan kontroversial. Dengan demikian, menurut Butet, kritik yang disampaikannya melalui pantun tersebut bukanlah bermaksud menghina, melainkan sebagai ekspresi dari haknya untuk memberikan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah. Penjelasan ini mencerminkan upaya Butet untuk menjelaskan niat sebenarnya di balik pantun kontroversial tersebut, dan menegaskan bahwa kritiknya ditujukan kepada kebijakan-kebijakan tertentu, bukan pada karakter pribadi Jokowi.

Jika memang benar bahwa Butet tidak memiliki niatan untuk menghina Jokowi, maka sebaiknya kasus ini tidak perlu diurus lewat jalur hukum. Pemerintah dapat mengajak Butet untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Dalam situasi ini, penyelesaian yang bersifat rekonsiliasi dan dialog bisa menjadi alternatif yang lebih baik. Pemerintah dapat berkomunikasi dengan Butet untuk mengklarifikasi maksud dan tujuan dari pantun yang disampaikannya. Jika memang tidak ada niatan menghina, meminta permohonan maaf secara terbuka dapat menjadi langkah yang konstruktif untuk meredakan ketegangan dan menciptakan pemahaman bersama. Pendekatan ini dapat menciptakan ruang untuk rekonsiliasi dan meningkatkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, sambil tetap menghormati hak masing-masing pihak untuk menyampaikan pandangan dan kritik secara wajar.

Dengan demikian, masalah ini dapat diatasi melalui pendekatan yang damai tanpa menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pendekatan yang bersifat rekonsiliasi dan dialog dapat menjadi jalan tengah untuk mencapai penyelesaian tanpa melibatkan ketegangan atau konflik yang lebih besar di antara pihak-pihak yang terlibat. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan keadaan yang lebih tenang dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun