Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Butet Kartaredjasa: Seniman Kritis atau Penghina Presiden?

31 Januari 2024   07:47 Diperbarui: 31 Januari 2024   07:53 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dugaan tindak penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo yang dituduh dilakukan oleh budayawan Butet Kartaredjasa telah menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan masyarakat. Sebagian orang mendukung tindakan para pelapor yang ingin membawa masalah ini ke jalur hukum, sementara yang lain berpendapat bahwa kasus ini sebaiknya tidak diangkat menjadi permasalahan hukum.

Kasus ini menimbulkan pro dan kontra, di mana beberapa pihak setuju dengan langkah para pelapor yang ingin menuntut Butet Kartaredjasa, sementara pihak lain berpendapat bahwa tidak perlu membawa masalah ini ke ranah hukum. Beberapa orang menyatakan dukungan terhadap tindakan pelapor, sementara yang lain merasa bahwa penyelesaian kasus ini dapat dicapai melalui cara-cara lain, tanpa melibatkan proses hukum.

Dalam konteks ini, pro dan kontra menggambarkan adanya perbedaan pandangan di tengah masyarakat. Beberapa orang merasa bahwa tindakan penghinaan terhadap seorang pemimpin dapat merusak norma dan nilai-nilai sosial, sehingga perlu ditindaklanjuti secara hukum. Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa masalah ini bisa diselesaikan dengan cara dialog atau melalui sarana lain tanpa melibatkan proses hukum yang cenderung memakan waktu dan sumber daya. Dengan demikian, kasus ini menciptakan dinamika di masyarakat yang mencerminkan perbedaan pendapat dalam menanggapi tindakan yang dianggap sebagai penghinaan terhadap seorang pemimpin negara.

Orang-orang yang mendukung pelapor berpendapat bahwa Butet telah melakukan penghinaan terhadap Presiden yang sah. Menurut mereka, pantun yang diucapkan oleh Butet dianggap tidak pantas dan dianggap dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau keresahan di kalangan masyarakat. Dalam pandangan pendukung pelapor, mereka menyatakan bahwa tindakan yang dianggap sebagai penghinaan tersebut merugikan citra Presiden yang merupakan pemimpin yang sah dan terpilih oleh masyarakat. Mereka berpendapat bahwa ungkapan dalam pantun yang disampaikan oleh Butet dianggap tidak senonoh atau tidak pantas, sehingga dapat menimbulkan reaksi negatif atau ketidakpuasan di kalangan masyarakat.

Pendukung pelapor ini menganggap bahwa tindakan Butet dalam menyampaikan pantun tersebut tidak sesuai dengan norma-norma sopan santun yang seharusnya dijunjung tinggi, terutama terkait dengan jabatan Presiden. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa tindakan tersebut perlu mendapatkan respons dan penanganan melalui jalur hukum sebagai upaya untuk menjaga kehormatan dan martabat jabatan Presiden yang sah.

Orang-orang yang mendukung Butet berpendapat bahwa pantun yang disampaikan hanyalah sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi. Menurut mereka, setiap individu memiliki hak untuk mengkritik pemerintah, termasuk para budayawan. Pendukung Butet berpendapat bahwa pantun yang diucapkan adalah ekspresi dari hak setiap warga negara untuk memberikan pandangan atau kritik terhadap kebijakan pemerintah. Mereka menilai bahwa dalam demokrasi, kebebasan berekspresi dan memberikan kritik konstruktif merupakan hak asasi yang diakui dan dijaga.

Dalam perspektif mereka, tindakan Butet adalah sebuah bentuk partisipasi dalam proses demokrasi dan wujud dari hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Pendukung Butet berpendapat bahwa mengkritik pemerintah merupakan hak yang sah dan wajar, asalkan dilakukan dengan cara yang sopan dan bertanggung jawab. Dengan demikian, dalam pandangan mereka, kritik yang dilontarkan oleh Butet dianggap sebagai kontribusi dalam diskusi publik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, dan hak tersebut harus dihormati dalam konteks demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat.

Menurut pandangan saya, kasus ini perlu diinvestigasi secara menyeluruh. Apakah isi dari pantun yang diucapkan oleh Butet benar-benar mengandung unsur penghinaan terhadap Jokowi, atau justru merupakan bentuk kritik yang dapat diterima? Dalam pemahaman kasus ini, perlu dilakukan analisis mendalam untuk memahami maksud dan makna dari pantun yang disampaikan oleh Butet. Apakah ungkapan dalam pantun tersebut bersifat merendahkan atau sekadar menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Jokowi?

Dalam menilai kasus ini, penting untuk membedakan antara hak untuk menyampaikan kritik yang konstruktif sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dalam demokrasi, dan tindakan yang bersifat merendahkan atau menghina. Kajian tersebut dapat membantu dalam memberikan gambaran lebih jelas terkait apakah langkah hukum perlu diambil ataukah kasus ini dapat diselesaikan melalui jalur dialog dan diskusi. Dengan mendekati kasus ini secara objektif, kita dapat mencari pemahaman yang lebih komprehensif tentang apakah pantun tersebut memang patut dianggap sebagai penghinaan atau sekadar sebagai bentuk ekspresi kritik yang wajar dalam ruang demokrasi.

Apabila pantun yang disampaikan oleh Butet terbukti mengandung unsur penghinaan, maka tentu saja Butet harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun, jika pantun tersebut hanyalah bentuk kritik yang wajar, maka sebaiknya kasus ini tidak perlu diperkarakan di pengadilan. Dalam situasi di mana terdapat keraguan apakah tindakan Butet dapat dianggap sebagai penghinaan atau sekadar kritik, perlu dilakukan penilaian yang cermat. Penting untuk memahami konteks dan tujuan dari ungkapan tersebut serta mempertimbangkan batasan antara kebebasan berekspresi dan tindakan yang merugikan atau merendahkan.

Pemahaman yang jelas terkait sifat dari pantun tersebut dapat membantu dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Jika ternyata pantun itu memang mencapai tingkat penghinaan, maka tindakan hukum mungkin dapat dipertimbangkan. Namun, jika dinilai sebagai bentuk kritik konstruktif, pendekatan dialog dan diskusi mungkin lebih tepat tanpa perlu melibatkan ranah hukum.

Pinterest.com/jawaposcom 
Pinterest.com/jawaposcom 

Butet Kartaredjasa, sebagai seorang budayawan, terkenal sebagai individu yang senantiasa mengekspresikan sikap kritis terhadap pemerintah. Ia secara rutin memanfaatkan karyanya untuk menyampaikan pandangan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Sebagai budayawan, Butet dikenal karena kemampuannya menggunakan seni dan kreativitasnya untuk menyuarakan pandangan atau kritik terhadap keadaan sosial dan politik. Dalam banyak kesempatan, ia telah memilih jalur seni sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kritisnya terkait kebijakan-kebijakan pemerintah.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa Butet menganggap seni sebagai media yang kuat untuk menyampaikan gagasan dan menyuarakan pandangan kritisnya terhadap situasi di sekitarnya. Dengan demikian, perannya sebagai budayawan memungkinkan dia untuk turut serta dalam perbincangan publik dan memberikan sumbangsihnya terhadap perkembangan budaya dan sosial di masyarakat.

Kritikan yang disampaikan oleh Butet Kartaredjasa perlu dihargai. Kritik dari para seniman dan budayawan memiliki potensi sebagai masukan yang berharga bagi pemerintah dalam upaya memperbaiki kebijakannya. Dalam perspektif ini, kritik dianggap sebagai bentuk partisipasi konstruktif dari kalangan seniman dan budayawan dalam mengawal dan memberikan pandangan terhadap kebijakan pemerintah. Kehadiran mereka dalam memberikan kritik dianggap sebagai kontribusi positif yang dapat membantu pemerintah untuk lebih memahami berbagai sudut pandang masyarakat.

Penting untuk memahami bahwa kritik bukan hanya sebagai penilaian negatif, tetapi juga sebagai sarana untuk membuka ruang perbaikan dan perubahan kebijakan yang lebih baik. Oleh karena itu, mendengarkan kritik dari para seniman dan budayawan dapat menjadi langkah yang konstruktif untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih responsif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Tetapi, perlu diingat bahwa kritik sebaiknya disampaikan dengan cara yang sopan dan berkelas. Kritik yang diutarakan dengan kasar dan bernada menghina tentu tidak akan diterima dengan baik oleh pemerintah. Penting untuk menjaga cara penyampaian kritik agar tetap menghormati norma-norma komunikasi yang baik. Kritik yang disampaikan dengan elegan dan santun cenderung lebih efektif dan dianggap lebih serius oleh pihak yang menjadi sasaran kritik.

Dengan berkomunikasi secara sopan, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dialog yang konstruktif. Pendekatan yang demikian dapat meningkatkan peluang agar kritik yang disampaikan dapat diterima dengan lebih baik oleh pihak yang dituju, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat lebih efektif diserap dan dipertimbangkan.

Dalam situasi ini, pantun yang diucapkan oleh Butet memang terlihat kasar dan menyiratkan penghinaan. Akan tetapi, Butet sendiri membantah bahwa niatnya adalah untuk menghina Jokowi. Dia menjelaskan bahwa tujuannya sebenarnya adalah menyampaikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Jokowi.

Butet menyatakan bahwa maksudnya adalah untuk menyuarakan pandangannya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah melalui ungkapan seni, meskipun disadari bahwa penyampaiannya terkesan kontroversial. Dengan demikian, menurut Butet, kritik yang disampaikannya melalui pantun tersebut bukanlah bermaksud menghina, melainkan sebagai ekspresi dari haknya untuk memberikan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah. Penjelasan ini mencerminkan upaya Butet untuk menjelaskan niat sebenarnya di balik pantun kontroversial tersebut, dan menegaskan bahwa kritiknya ditujukan kepada kebijakan-kebijakan tertentu, bukan pada karakter pribadi Jokowi.

Jika memang benar bahwa Butet tidak memiliki niatan untuk menghina Jokowi, maka sebaiknya kasus ini tidak perlu diurus lewat jalur hukum. Pemerintah dapat mengajak Butet untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Dalam situasi ini, penyelesaian yang bersifat rekonsiliasi dan dialog bisa menjadi alternatif yang lebih baik. Pemerintah dapat berkomunikasi dengan Butet untuk mengklarifikasi maksud dan tujuan dari pantun yang disampaikannya. Jika memang tidak ada niatan menghina, meminta permohonan maaf secara terbuka dapat menjadi langkah yang konstruktif untuk meredakan ketegangan dan menciptakan pemahaman bersama. Pendekatan ini dapat menciptakan ruang untuk rekonsiliasi dan meningkatkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, sambil tetap menghormati hak masing-masing pihak untuk menyampaikan pandangan dan kritik secara wajar.

Dengan demikian, masalah ini dapat diatasi melalui pendekatan yang damai tanpa menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pendekatan yang bersifat rekonsiliasi dan dialog dapat menjadi jalan tengah untuk mencapai penyelesaian tanpa melibatkan ketegangan atau konflik yang lebih besar di antara pihak-pihak yang terlibat. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan keadaan yang lebih tenang dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun