Di zaman silam, di bawah rembulan purnama,Â
Terukir ramalan dari Jayabaya, penuh petuahnya gemilang.
Dalam bait-bait puisi, tersembunyi nasib masa depan,
Seperti helai daun yang terbawa angin, tanpa henti.
Jayabaya, sang pujangga bijaksana,
Merajut kata-kata, menyusun cerita masa yang akan datang.
Dalam lembayung kerisnya yang bersinar terang,
Terbaca rahasia, tersurat di malam yang sepi.
Di lereng gunung, di lembah yang sunyi,
Jayabaya bersua dengan keheningan malam.
Bentangan langit menjadi kitabnya yang abadi,
Menceritakan rahasia alam yang menyimpan misteri.
Dalam guratan-guratan sajaknya yang indah,
Jayabaya melukis takdir dengan warna-warna abadi.
Berkisah tentang kejayaan, tentang kepahlawanan,
Sebuah epik yang mengalir dalam aliran waktu.
Takdir tersembunyi di antara baris-baris puisi,
Seperti burung yang terbang bebas di langit biru.
Jayabaya, sang pujangga, meramal dengan hati bijaksana,
Menggambarkan nasib yang terlipat dalam lembaran waktu.
Takdir gemilang, seperti bintang yang bersinar di malam,
Menyinari jalan yang penuh liku dan cabang.
Jayabaya, sang penyair bijak, meramal dengan penuh cinta,
Mengukir takdir yang membawa sinar kehidupan.
Dalam riak-riak air sungai yang mengalir perlahan,
Terbaca nasib bangsa, terukir dalam rimba sejarah.
Jayabaya, sang pemilik pena emas,
Menyusun puisi abadi yang menari di angin waktu.
Ramalan Jayabaya, puisi penuh hikmah,
Mengajarkan kita untuk menghormati alam dan takdir.
Dalam setiap bait, terdapat petunjuk arah,
Menuju jalan kejayaan yang terang benderang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H