Masa remaja sering disebut sebagai masa sulit karena banyaknya perubahan yang dialami remaja menuntut mereka untuk mempelajari perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang ditinggalkan. Berdasarkan tahapan psikososial yang dikemukakan Erikson, remaja berada pada tahap identitas versus kebingungan identitas. Pada fase ini remaja berusaha menemukan jati dirinya yang sebenarnya, apa yang dia miliki dan arah yang dia hadapi dalam kehidupan.
Remaja sering melakukan pendekatan coba-coba untuk menemukan jati dirinya yang sebenarnya.
Pada masa remaja kesehatan mental sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan, pergaulan, dan ritual keagamaan tentunya, namun pada awal abad ke-19 ahli kedokteran mulai menjadi adanya hubungan antara penyakit fisik dengan kondisi psikis manusia, dan manusia bisa menderita gangguan fisik karena gangguan mental dan sebaliknya gangguan mental dapat menyebabkan penyakit fisik. Dadang Hawari mengatakan bahwa dari semua cabang ilmu kedokteran, maka cabang ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dan kesehatan mental adalah yang paling deket dengan agama.
Dan agama juga sangat berperan penting dalam menentukan kesehatan mental, dan sikap-sikap kepribadian, agama memberikan seseorang sikap optimis yang mengarah pada perasaan positif seperti kebahagiaan, kepuasan, kesuksesan, cinta atau keamanan. Sikap emosional seperti itu merupakan bagian dari kebutuhan akan hak asasi manusia sebagai makhluk yang beriman kepada Tuhan.
Dalam kondisi ini, masyarakat damai dan normal. Sangat logis bahwa ajaran agama memaksa pengikutnya untuk mengamalkan ajarannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama setidak-tidaknya menyampaikan suatu keluhuran budi yang pada akhirnya menimbulkan rasa pemenuhan sebagai hamba Tuhan yang beriman.
Masa remaja merupakan sebuah konvensi dari masa kanak-kanak, yang tidak banyak yang mengalami gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh banyak peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya baik dari pengalaman sosialnya, dan lingkungannya yang tidak mendukung semua tingkah lakunya dan kegiatannya.
Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022, survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 -- 17 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja.
Remaja dalam kelompok ini adalah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.
Dalam menanggulangi kesehatan mental pada remaja yang semakin tinggi di tahun 2022 yaitu agama lah yang dapat menurunkan angka drastis gangguan kesehatan mental ini, Agama dimaknai sebagai unsur yang terpenting dalam kehidupan dan agama sangat menentukan dalam pembangunan psikis, batin atau mental bagi manusia.
Dalam konteks ini, Ramayulis berpendapat sebagai pakar psikologi agama bahwa agama memiliki empat fungsi dalam upaya menghilangkan problematika psikis yang dialami manusia; pertama agama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan, kedua agama sebagai sarana mengatasi ketakutan, ketiga agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi, keempat agama sebagai sarana pemuas intelektual.