Mohon tunggu...
Ahmad Sastra
Ahmad Sastra Mohon Tunggu... Penulis - penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ahmad Sastra adalah seorang peminat literasi fiksi maupun nonfiksi. beberapa buku fiksi dan non fiksi telah ditulisnya. banyak juga menulis artikel populer di berbagai media masa cetak dan elektronik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Anjing Menggonggong, Kafilah Berlalu

7 Juni 2022   14:47 Diperbarui: 7 Juni 2022   15:01 18695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Ahmad Sastra

Anjing menggonggong, kafilah berlalu adalah pepatah terkenal yang diajarkan oleh sekolah sejak di bangku SD. Peribahasa ini menyampaikan pesan, bahwa dalam hidup kita tidak boleh menyerah menghadapi masalah. 

Setiap masalah dan rintangan dalam hidup pasti berlalu jika dihadapi dan diselesaikan. Ini makna secara umum. Pertanyaannya adalah, mengapa pepatah ini menggunakan diksi anjing sebagai makna negatif dan kafilah sebagai makna positif.

Sebenarnya masih ada pepatah yang menggunakan diksi anjing. Diantaranya pertama, manusia tertarik oleh tanah airnya, anjing tertarik oleh piringnya yang artinya manusia berakal adalah yang mencintai tanah airnya, sementara manusia yang tak berakal justru hanya mencari makan dalam hidupnya. 

Kedua pepatah yang berbunyi melepaskan anjing terjepit. Pepatah ini berarti menyelamatkan orang yang tidak tahu membalas budi. Binatang anjing dalam pepatah ini dijadikan sebagai perumpamaan bagi manusia yang tak tahu diri dan tidak tahu terima kasih.

Pepatah ketiga yang menggunakan diksi anjing adalah anjing ditepuk menjungkit ekor. Arti pepatah ini adalah bahwa kerap kali memang manusia sering merasa sombong.  Merasa paling baik dan lebih daripada yang lain dan menyombongkannya pada orang lain.  

Pepatah ini memberikan nasihat untuk tidak sombong dan angkuh ketika baru mendapatkan sedikit kekuasaan. Manusia bodoh yang apabila mendapatkan kebesaran  sedikit akan langsung sombong dan jumawa. Binatang anjing dalam pepatah ini digunakan sebagai perumpamaan penguasa sombong.

Jika dilihat faktanya, seekor anjing dalam kondisi apapun lidahnya selalu dijulurkannya. Saat dia berlari, berjalan, berdiri, atau bahkan sedang tidur sekalipun lidahnya tetap dijulurkan. 

Sepertinya ia selalu berada dalam kepayahan, kesulitan, atau habis memikul beban yang berat. Binatang ini seolah selalu merasa lapar dan haus dan menunggu siapapun yang akan memberikan tulang. Anjing memang hewan penurut kepada siapapun yang memberikan tulang kepadanya.

Anjing mungkin juga diibaratkan manusia dengan mental penjilat dan pengkhianat. Dahulu pada saat terjadi penjajahan di negeri ini, ketika para pahlawan ulama berjihad mengusir para penjajah, namun ada sebagian orang yang justru bekerja sama dengan penjajah demi mendapatkan sekerat nasi dari penjajah. Mentalitas anjing ini akan terus ada sampai kapanpun, sebab penjajahan akan ada terus sepanjang waktu. Ciri khas mentalitas anjing adalah disorientasi, bernafsu mendapatkan imbalan dunia, meski harus berkhianat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun