Oleh : Ahmad Sastra
Â
Berbagai kasus kriminalitas yang melibatkan siswa atau remaja membuat hati miris. Sebab kriminalitas di kalangan remaja sudah sampai kasus pembunuhan yang tak terbayang sebelumnya. Berbagai kasus pembunuhan berantai juga kerap dilakukan oleh seorang remaja.
Kriminalitas di kalangan remaja ini mengkonfirmasi bahwa generasi muda bangsa ini telah kehilangan adab (loss of adab). Jika generasi bangsa mengalami krisis adab, maka rusaklah peradaban bangsa tersebut. Apalah artinya sebuah bangsa yang maju secara ekonomi dan sains, jika masyarakatnya amoral.
Beberapa negara yang sering dijadikan contoh kemajuan justru negara yang sering kali tak beragama. Sementara negara religius sering distigma sebagai negara mundur dan terbelakang. Tentu saja hal ini merupakan contoh yang tidak benar bagi generasi penerus bangsa.
Ada banyak faktor pembentuk adab dan peradaban suatu bangsa. Mulai dari sistem pendidikan negara, masyarakat, media hingga keluarga. Keluarga mikro kosmos dari makro kosmos sistem negara. Penerapan sistem nilai pendidikan di negara sangat mempengaruhi sistem nilai di keluarga. Meskipun keluarga tetaplah memiliki tugas penting bagi pembentukan adab dan kepribadian anak. .
Penerapan nilai-nilai kebajikan akan menjadi pengalaman anggota keluarga. Pertumbuhan kepribadian orang tua dan anak sangat bergantung kepada pengalamannya dalam keluarga. Sikap dan pandangan hidup orang tuanya, sopan santun mereka dalam pergaulan, baik dengan anggota keluarga, maupun dengan tetangga, atau masyarakat pada umumnya akan diserap oleh anak dalam pribadinya.
Demikian pula sikap mereka pada agama, ketekunan menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan agama, serta pelaksanaan nilai-nilai agama dalam kehidupannya sehari-hari, juga akan menjadi faktor pembinaan bagi anak secara langsung maupun tidak langsung.
Nilai-nilai religius akan menjadi pilar bagi paradigma berkeluarga. Berkeluarga dalam perspektif paradigma religius akan melahirkan sebuah visi kemuliaan. Segala permasalahan dipandang dalam konteks yang positif. Sebab paradigma religius, berkeluarga bukan sekedar ikatan sosial, melainkan sebagai bagian dari ibadah.
Sistem nilai sekuleristik yang diadopsi negara sangat memberikan pengaruh terhadap wajah kehidupan keluarga. Gaya hidup yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama ditayang secara masif oleh media televisi dan media sosial akan memberikan pengaruh terhadap generasi muda.
Ketika pemerintah tidak peduli terhadap tayangan media, maka sama saja sedang membiarkan generasi bangsa kehilangan adab. Pemerintah mestinya merumuskan peta jalan pendidikan untuk mewujdukan  bangsa Indonesia yang beradab, bukan semata-mata untuk kemajuan ekonomi dan teknologi. Â
Lebih luas lagi loss of adab terjadi karena perkembangan sains dan teknologi tidak ditopang oleh paradigm agama, sehingga berpaham sekuleristik. Hal ini dikarenakan sumber sains berasal dari epistemology Barat yang memang sekuler liberal. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan peranan agama dari sains dan kehidupan. Sekulerisme berpaham tidak peran dan mengakui eksistensi Tuhan dalam kehidupan manusia.
Kondisi inilah yang menggugah inisiatif para intelektual muslim untuk mengembalikan nilai-nilai Islam dalam perkembangan sains. Juga upaya agar tidak ada dikotomi antara sains dengan Islam sebagaimana diungkapkan oleh Sayyid Hussein Nasr dalam bukunya The Encounter Man and Nature terjemahan Ali Noer Zaman (2006) juga beberapa tokoh lain seperti Ibnu Sina (370-428 H/980-1037 M), Nashir al-Din Thusi (597-672 H/1201-1274 M), Qutb al- Dun Syirazi (634-710 H/1236-1311 M) menyatakan bahwa dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam klasik, dikotomi antara ilmu dan agama atau fisik dan metafisik tidak pernah ada (Hakim, 2020, hal. 74).
Peradaban adalah seperangkat sistem kehidupan baik politik, ekonomi, pendidikan, budaya dan sosial yang menjadi dasar dan hukum berperilaku masyarakat berbangsa dan bernegara. Peradaban sebuah bangsa dengan demikian dilandasi oleh sebuah nilai dan ideologi yang menopangnya.
Barat mewakili peradaban demokrasi sekuler kapitalistik yang mengabaikan nilai-nilai agama dalam perilaku dan hukum pemerintah dan rakyatnya, meski agama diakui eksistensinya. Sementara peradaban sosialis atheis meniadakan sama sekali peran nilai agama dalam perilaku dan hukum pemerintah dan rakyatnya.
Namun demikian, pada prinsip dan esensinya, antara ideologi demokrasi sekuler dan komunis ateis adalah sama-sama anti agama. semua ekspresi beragama dianggap sebagai ancaman kedua ideologi ini. Hal ini sebabkan pemahaman mereka bahwa Islam adalah agama sekaligus ideologi.
Kedua ideologi ini sangat paham jika ideologi Islam tegak dalam sebuah negara, maka kedua ideologi sesat ini akan tumbang berkeping-keping. Apapun akan dilakukan oleh dua ideologi ini untuk menghadang kebangkitan umat Islam dengan ideologinya. Saking paniknya mereka, ekspresi keagamaan seorang muslimpun dianggap berbahaya bagi eksistensi dan masa depan kedua ideologi setan ini.
Secara etimologi sekularisme berasal dari kata saeculum (bahasa latin) yang memiliki arti waktu tertentu atau tempat tertentu. Atau lebih tepatnya menunjukkan kepada waktu sekarang dan di sini, dunia ini. Tahun 2015 MUI telah mengeluarkan fatwa haram atas paham sekulerisme agama ini, selain liberalisme dan pluralism agama.
Secara terminologis, sekulerisme adalah sebagai sebuah konsep atau ideologi yang memisahkan antara negara dan agama (state and religion). Agama hanya sebatas urusan ritual penyembahan kepada Tuhan dan tidak digunakan untuk mengatur tata kehidupan yang lebih luas. Agama dipandang sekedar ritualistik bukan sistemik. Sekularisme mengalihkan aktivitas berorientasi ukhrawi kepada orientasi duniawi semata.
Tepat jika saeculum disinonimkan dengan kata wordly dalam bahasa inggrisnya.
(Ensiklopedia Wikipedia). Sekulerisme secara harfiah adalah  faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini (keduniaan an sich). Tanpa ada perhatian sama sekali kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti adanya kehidupan setelah kematian yang notabene adalah inti dari ajaran agama.
Sekularisme adalah ideologi kufur yang bertujuan menjauhkan peranan agama dalam kehidupan dunia, sekulerisme mencoba untuk mewujudkan dominasi dunia pada semua sisi kehidupan, abai terhadap perintah dan melanggar larangaNya. Sekulerisme bersifat laadiniyah, sebuah ideologi anti agama dengan alasan dan penipuan dengan kedok priorotas emperimental (ilmiah). Â Pemisahan antara institusi (negara) dengan pemahaman agama, menolak hegemoni agama dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Karena itu kembali kepada Islam secara kaffah yang diterapkan oleh negara adalah solusi fundamental bagi perbaikan kehidupan menuju peradaban yang maju dan mulia. Tanpa institusi negara, maka upaya-upaya parsial seperti islamisasi sains akan menemui kebuntuan, meski upaya kebaikan tidak ada yang sia-sia, sekecil apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H