Mohon tunggu...
ahmad mustofa
ahmad mustofa Mohon Tunggu... -

Saya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, hanya senang mengamati dan memperhatikan kehidupan sosial di sekeliling, tinggal di Tuban Jawa Timur (Tuban adalah kota kecil di sebelah Barat Laut kota Surabaya).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inikah Si Menteri Genit Itu?

24 Februari 2010   23:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:45 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi bahwa banyak menteri-menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II yang "kegenitan" memancing Menkominfo Tiffatul Sembiring untuk merasa gerah.

Karena peernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD soal 'menteri kegenitan'  ini ada hubungannya dengan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia.Unruk itu Tifatul merasa perlu meluruskan pernyataan Pak Mahfud MD. Bahwa RPM Konten Multimedia ini bukan untuk cari perhatian. Kalau untuk cari perhatian mestinya nanti saat sudah dekat Pemilu tahun 2014. RPM Konten Multimedia ini bukan untuk cari perhatian. Kalau untuk cari perhatian mestinya nanti saat sudah dekat Pemilu tahun 2014. RPM konten yang pekan lalu menjadi polemik, bukan mengada-ada. Bukan karena berganti menteri, lantas Kementeriannya berganti peraturan agar menteri yang baru punya eksistensi. Namun kalau memang RPM tersebut dikhawatirkan mengganggu kebebasan pers, Tifatul meminta semua pihak cooling down. Itu semua akan ditindaklanjuti berdasarkan masukan dari masyarakat.

Atas kegerahan Tifatul akan sentilan "Menteri Genit" dari Mahfud MD, semsetinya tidak perlu ditanggapi kalau dia merasa benar dengan membuat uji publik akan RPM Konten Multimedia ataupun kontroversi RPP Penyadapan saat awal-awal dia menajdi menteri. Karena dengan menanggapi ini berarti dia merasa "kesentil", kalau merasa "kesentil" berarti dia merasa berbuat kesalahan.

Semestinya suatu kritik tidak perlu ditanggapi dengan merasa "kegerahan", namun cukup diterima dan dianalisa pa benar kritik tersebut. Kalau memang benar terimalah itu sebagai kebenaran dan kalau memang itu salah atau kurang benar, ya sebaiknya didiamkan saja. Kan sudah sewajarnya pejabat publik dikritik. (AM, 24 Feb. 2010)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun