pesantren tidak hanya berfungsi sebagai institusi pendidikan keagamaan, tetapi juga berperan vital dalam pembangunan sosial-ekonomi masyarakat.
Dalam konteks sistem pendidikan nasional, pesantren menawarkan model pendidikan alternatif yang unik dengan penekanan pada pembentukan karakter dan pengembangan life skills. Sistem asrama yang menjadi ciri khas pesantren memungkinkan proses pembelajaran yang intensif dan pembentukan karakter yang komprehensif. Integrasi antara pendidikan formal dan non-formal dalam lingkungan pesantren menciptakan ekosistem pembelajaran yang holistik, dimana santri tidak hanya memperoleh pengetahuan akademis tetapi juga nilai-nilai moral dan keterampilan praktis.
Kapasitas akomodatif pesantren menjadi salah satu keunggulan dalam konteks pemerataan akses pendidikan. Dengan kemampuan menampung siswa dalam jumlah besar dan sistem pengelolaan mandiri, pesantren mampu menyediakan layanan pendidikan dengan biaya yang relatif terjangkau. Hal ini menjadikan pesantren sebagai solusi alternatif bagi masyarakat, khususnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, untuk memperoleh pendidikan berkualitas.
Namun demikian, pesantren juga menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaannya. Keterbatasan sarana prasarana, kebutuhan peningkatan kualitas pengajar, dan standarisasi kurikulum menjadi isu-isu yang perlu mendapat perhatian serius. Pembiayaan operasional dan pemerataan akses pendidikan juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam upaya pengembangan pesantren.
Potensi pengembangan pesantren masih sangat besar, terutama dalam konteks modernisasi sistem pendidikan dan integrasi teknologi pembelajaran. Pengembangan keterampilan vokasional dan program pemberdayaan masyarakat menjadi area potensial yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan relevansi pesantren dengan kebutuhan zaman. Kerjasama dengan lembaga pendidikan formal juga membuka peluang untuk pengembangan program pendidikan yang lebih komprehensif.
Dari aspek sosial-ekonomi, pesantren memiliki peran strategis dalam pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui berbagai program pemberdayaan ekonomi santri dan pengembangan wirausaha, pesantren berkontribusi pada pembangunan ekonomi daerah. Jaringan alumni pesantren yang tersebar di berbagai sektor juga menjadi modal sosial yang penting dalam pengembangan masyarakat.
Untuk pengembangan ke depan, diperlukan strategi yang komprehensif meliputi penguatan sistem manajemen, peningkatan kualitas SDM, dan pengembangan infrastruktur. Diversifikasi program pendidikan dan penguatan kerjasama dengan pemerintah juga menjadi prioritas dalam upaya pengembangan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan.
Lakpesdam NU: Dan  Sepak Terjang Pesantren Dan Pemberdayaan -
Akar Historis dan Visi Pemberdayaan.
Lahirnya Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU tidak bisa dipisahkan dari semangat "Kembali ke Khittah 1926" yang dicanangkan pada Muktamar ke-27 di Situbondo tahun 1984. Sebagai buah pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan Fahmi D. Syaifuddin, lembaga ini awalnya dimaksudkan sebagai instrumen untuk mencetak kader-kader NU yang mampu mengoptimalkan fungsi organisasi dalam pemberdayaan umat.
Transformasi Kelembagaan : Â Pesantren Sebagai Basis Gerakan, Dan Model Pemberdayaan Berbasis Pesantren.
Â
Perjalanan Lakpesdam mengalami dinamika yang menarik, dimulai dari statusnya sebagai Lajnah pada 6 April 1985 di bawah kepemimpinan Abdullah Syarwani. Meski mengalami masa vakum, revitalisasi yang dilakukan PBNU berhasil menghidupkan kembali lembaga ini hingga akhirnya mengalami transformasi menjadi lembaga penuh pada Muktamar Cipasung 1994, yang membuka jalan bagi ekspansinya ke berbagai wilayah dan cabang NU.
Dalam fase awal perkembangannya, pesantren memegang peran vital sebagai basis gerakan Lakpesdam. Program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) menjadi bukti nyata bagaimana lembaga ini berupaya memberdayakan para kiai muda untuk memiliki kepekaan sosial dan kemampuan merespons tantangan zaman. Para alumni PPWK kemudian menjadi motor penggerak pemberdayaan di tingkat lokal, menciptakan efek multiplikasi yang signifikan.
Strategi pemberdayaan Lakpesdam menunjukkan kebijaksanaan dalam memanfaatkan jaringan pesantren. Alih-alih berhubungan langsung dengan masyarakat, lembaga ini memposisikan diri sebagai fasilitator yang memberdayakan kiai dan pesantren sebagai agen perubahan. Model ini terbukti efektif dalam mengakar pada kultur masyarakat sekaligus menjaga legitimasi program di mata komunitas.
Ekspansi Program dan Jaringan, Â Era Baru Kepemimpinan - Suatu Tantangan Kontemporer.
Kesuksesan awal Lakpesdam terlihat dari munculnya Balai Latihan Pengembangan Masyarakat (BLPM-Lakpesdam) di Surabaya dan Ujung Pandang pada periode 1988-1990. Program-program rintisan seperti peternakan itik di Purbalingga dan penggemukan sapi di Gunung Kidul menunjukkan bagaimana lembaga ini mengintegrasikan pemberdayaan ekonomi dengan basis pesantren.