Perihal pertama adalah :
Tulisan ini, ditempatkan sebagai bagian dari Catatan Pinggir 6 di halaman 375-378, memiliki signifikansi khusus dalam refleksi Goenawan Mohamad tentang peran analisis dalam ruang publik.
Dua karakter yang disebutkan di awal - Lin Che Wei dan I Made Pastika - digunakan sebagai pembuka untuk mengontraskan dua pendekatan: analisis numerik dan investigasi lapangan. Ini mencerminkan gaya khas Catatan Pinggir yang sering menggunakan figur aktual sebagai pintu masuk ke diskusi filosofis yang lebih luas.
Posisi tulisan ini dalam buku menarik karena membahas ketegangan antara objektivitas analitis dan keterlibatan publik - tema yang sering muncul dalam koleksi Catatan Pinggir. Goenawan menggambarkan analisis sebagai aktivitas yang membutuhkan jarak, mirip meditasi, namun berbeda karena sifatnya yang aktif dan metodis.
Yang menarik adalah bagaimana tulisan ini menempatkan tradisi analitis dalam konteks sejarah intelektual Islam (menyebut Yuhanna bin Masawayh, Al-Razi, Al-Bairuni) sebelum beralih ke tradisi Cartesian Eropa. Ini mencerminkan perspektif khas Goenawan yang sering menghubungkan wacana Timur dan Barat.
Bahwa, tentang kebutuhan akan "ruang yang hening" di tengah hiruk-pikuk politik kontemporer merefleksikan posisi Goenawan sendiri sebagai intelektual publik yang berusaha mempertahankan jarak kritis sambil tetap terlibat dalam diskursus publik.
Dalam esai yang ditempatkan pada halaman 375-378 Catatan Pinggir 6, dimensi numerologis menawarkan lapisan interpretasi yang menarik. Pembacaan ini mengungkap bagaimana angka-angka tertentu memiliki resonansi mendalam dalam konteks sosio-kultural Indonesia. Angka 3 menghadirkan pola trinitas yang muncul berulang dalam konsep-konsep fundamental seperti trilogi dan trisila. Angka 5 memanifestasikan diri dalam struktur dasar negara (Pancasila) dan rukun Islam, menunjukkan konvergensi antara identitas nasional dan religius. Angka 7 membawa beban historis khusus, terutama dalam konteks peristiwa G30S/PKI, sambil juga membawa dimensi personal melalui penandaan biografis seperti tanggal kelahiran.
Angka 8, yang diposisikan sebagai simbol infinitas dalam matematika, menambah dimensi filosofis pada pembacaan ini. Bentuknya yang menyerupai simbol tak hingga () mencerminkan tegangan antara keterbatasan analisis manusia dan kompleksitas realitas yang tak terbatas. Kehadiran pola-pola numeris ini dalam kesadaran kolektif dan individual membentuk semacam struktur bawah sadar yang mempengaruhi cara kita memahami dan menganalisis realitas sosial.
Konsep rasionalitas yang diajukan tidak lagi sekadar tentang komputasi atau kalkulasi logis, tetapi juga melibatkan dimensi simbolis yang tertanam dalam kesadaran kultural. Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam upaya analitis yang paling objektif, kita tidak bisa sepenuhnya lepas dari kerangka simbolis yang telah terbentuk melalui pengalaman kolektif dan personal. Pendekatan ini memperkaya pemahaman kita tentang kompleksitas antara objektivitas analitis dan subjektivitas kultural yang menjadi tema sentral dalam esai Goenawan Mohamad.
Dan, ketika, kita masuk kepada pendekatan ini memberikan perspektif baru terhadap esai Goenawan Mohamad, menunjukkan bagaimana bahkan dalam upaya analisis yang paling "objektif", kita tidak bisa sepenuhnya lepas dari kerangka simbolis yang telah terbentuk dalam budaya dan pengalaman personal.
Yakni, hal yang pertama, ada beberapa subjek perbincangan yang meluas dalam konotasi sosiologis yang bersifat historis dan juga identitas peristiwa yang menyebutkan angka tersebut juga identik dalam menyoal kapasitas dalam logika tertentu, seperti, 3 : "trilogi", trinitas, trisila, dsb. dan pada angka 7, meliputi beberapa topik identik, 7 jendral dalam peristiwa monumental sejara g/30/s/pki, dsb. tanggal lahir saya 7 april 1984, dan lima, pada "pancasila" cover buku, ke-islaman dan keindonesian yang memuat foto, cak nur, dengan lima jari. lima prinsip keislaman, syahadat, mendirikan solat, puasa bulan ramadhan, zakat, dan hajji ke baitullah (jika mampu). ada semacam integritas dari kesadaran di bawah alam bawah sadar dalam menerima interprestasi dari angka tersebut, terkait fakta dan realitas serta konstelasi, terkait beberapa paradigma yang berlaku dari kapasitas kolektif maupun personal dalam merespons keberadaan struktur dan kombinasi dari angka yang dimaksud dan berpengaruh terhadap logika dan cara pandang sebagai suatu parameter dalam type analisis dan pengamatan. bagi saya, secara struktur simbolis yang identik dan melekat pada ruang realitas kehidupan dan peradaban manusia baik secara personal maupun kolektif dalam pengertian kelompok sosial dimana, mendudukan banyak konsep terhadap numerisasi tersebut dalam perdebatan yang resistens dalam ruang sosial atau dimensi publik dan segala korelasi dan serta komponen dari ruang publik yang dimaksud. sehingga, bagi saya apa yang disebut sebagai ratio, yang kerap didefiniskan sebagai rasionalitas, yang berarti akuntabiltas, computasi, termasuk kristografi di dalamnya, dalam hal ini adalah perkara keterhitungan suatu subjek nalar fungsi kognitif dan afeksi, dalam menghitung objek persoalan problematis yang tumbuh bersama ingatan individu sebagai dominasi keyakinan dan berpengaruh terhadap logika dan cara pandang. (baca, hipotesa).