Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz
Ahmad Wansa Al faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Lelaka : Perspektif Kesetaraan Gender Dalam Konteks Hak Politik Dan Kemanusian.

31 Desember 2024   16:56 Diperbarui: 31 Desember 2024   16:56 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bias Gender (Nu Online).

Lelaka: Perspektif Kesetaraan Gender Dalam Konteks Hak Politik Dan Kemanusiaan.

"Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus mempunyai kesempatan, sumber daya, dan pengetahuan yang seimbang serta menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas manusia yang bersifat kodrati.[1] Isu ini adalah salah satu tujuan dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB yang berusaha untuk menciptakan kesetaraan di segala bidang kehidupan di dalam masyarakat.[2]

Kesetaraan gender tidak semata-mata hak asasi manusia, tapi lebih dalam lagi sebagai landasan bagi terbentuknya dunia yang damai, sejahtera dan berkelanjutan. Kesetaraan gender merupakan tujuan ke lima dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 dari PBB.[3]". (Dikutip Dari Sumber Wikipedia).

Kesetaraan gender merupakan salah satu pondasi fundamental dalam membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, konsep ini telah mengalami evolusi signifikan sejalan dengan perkembangan pemahaman tentang hak asasi manusia dan keadilan sosial. Pemahaman tentang kesetaraan gender tidak hanya berbicara tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga mencakup aspek yang lebih luas mengenai bagaimana masyarakat memandang dan memperlakukan setiap individu tanpa memandang gender mereka.

Dalam perspektif hak politik, kesetaraan gender memberikan ruang yang sama bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan bernegara. Hal ini tidak hanya terbatas pada hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, tetapi juga mencakup keterlibatan dalam pengambilan keputusan di berbagai tingkat pemerintahan. Implementasi kuota 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen merupakan salah satu bentuk nyata dari upaya mewujudkan kesetaraan gender dalam ranah politik. Namun, pemenuhan kuota ini bukanlah tujuan akhir, melainkan langkah awal dalam menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif dan representatif.

Feminisme sebagai sebuah gerakan dan ideologi memberikan landasan teoretis yang kuat dalam memahami kesetaraan gender. Perspektif feminis menekankan bahwa kesetaraan tidak berarti menghilangkan perbedaan biologis dan kodrati antara laki-laki dan perempuan, melainkan memberikan kesempatan dan akses yang sama dalam berbagai aspek kehidupan. Perbedaan biologis tidak seharusnya menjadi dasar untuk diskriminasi atau pembatasan peran sosial. Sebaliknya, perbedaan tersebut harus dipahami sebagai keragaman yang memperkaya dinamika sosial dan memberikan kontribusi unik dalam pembangunan masyarakat.

Dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar, kesetaraan gender menekankan pentingnya akses yang sama terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak ini tanpa membedakan gender. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari stereotip gender hingga kendala struktural yang membatasi akses perempuan terhadap layanan publik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang holistik dan sistematis dalam mengatasi kesenjangan gender yang masih ada.

Konsep kesetaraan gender juga berkaitan erat dengan perlindungan hak-hak perempuan sebagai bagian integral dari hak asasi manusia. Hal ini mencakup perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Dalam konteks ini, negara memiliki kewajiban untuk tidak hanya membuat regulasi yang melindungi hak-hak perempuan, tetapi juga memastikan implementasi yang efektif melalui berbagai program dan kebijakan yang responsif gender.

Pemahaman tentang kesetaraan gender harus diletakkan dalam kerangka yang lebih luas tentang kemanusiaan. Perempuan, sebagai bagian dari umat manusia, memiliki martabat dan hak yang sama dengan laki-laki. Kesetaraan ini bukan berarti menafikan perbedaan alamiah antara laki-laki dan perempuan, melainkan mengakui dan menghargai perbedaan tersebut sambil tetap menjamin kesetaraan dalam hak dan kesempatan. Dengan demikian, upaya mewujudkan kesetaraan gender sejatinya adalah upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi bagi semua.


Bias Gender dan Akses Keadilan: Suatu Tinjauan Akademis.

Feminism (C The Comunicator).
Feminism (C The Comunicator).

a. Bias Gender dan Akses Keadilan: Suatu Tinjauan Akademis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun