Amina Wadud, seorang feminis Muslim Amerika, dalam bukunya "Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Text from a Woman's Perspective" menggunakan pendekatan "attoriqotu" yang berperspektif gender dalam menafsirkan Al-Qur'an. Ia menekankan pentingnya pembacaan yang mempertimbangkan kesetaraan gender dan keadilan sosial.
Jasser Auda, seorang sarjana Muslim kontemporer, dalam karyanya "Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach" mengembangkan pendekatan sistem terhadap "attoriqotu" dalam hukum Islam. Ia mengintegrasikan teori sistem kompleks dan maqasid al-syariah (tujuan-tujuan syariah) sebagai metodologi baru dalam ijtihad kontemporer.
Pendekatan revisionis terhadap "attoriqotu" ini tidak lepas dari kritik. Beberapa ulama tradisional menganggap pendekatan ini terlalu liberal dan berpotensi mengaburkan batas-batas doktrinal Islam. Namun, para pendukungnya berpendapat bahwa revisi metodologis ini justru diperlukan untuk menjaga relevansi Islam dalam menghadapi tantangan modernitas.
Sebagai simpul benang merah, "attoriqotu" dalam khazanah epistemologis Islam telah mengalami evolusi makna dan interpretasi. Dari konsep spiritual dalam sufisme, metode ilmiah dalam filsafat Islam klasik, hingga pendekatan hermeneutis dan kritis dalam pemikiran Islam kontemporer. Pendekatan revisionis terhadap "attoriqotu" mencerminkan upaya para pemikir Muslim untuk merespons tantangan modernitas sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Islam. Meskipun kontroversial, pendekatan ini telah membuka ruang dialog dan pembaruan dalam pemikiran Islam, menunjukkan dinamika dan vitalitas tradisi intelektual Islam dalam menghadapi perubahan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H