Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz Sip
Ahmad Wansa Al faiz Sip Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menteri "Bahlil" : "Berburu Ke Padang Datar" - "Bagai Bunga Kembang Tak Jadi".

23 Desember 2024   11:46 Diperbarui: 23 Desember 2024   11:46 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polemik gelar doktor Bahlil (Sumber Gambar. The Conversation).

Merekonstruksi Integritas: Tantangan dan Harapan Pendidikan Tinggi Indonesia.

Ibarat Pepatah : "Berburu Ke padang Datar Mendapat Rusa Belang Kaki," Berguru Kepalang Ajar," Bagai Bunga Kembang Tak Jadi".

Ironi Gelar Tinggi: Ketika Integritas Akademik Menjadi Taruhan".


Kita pernah mendengar pepatah yang dalam konteks belakangan ini, sangat tepat menggambarkan fenomena yang kini mendera dunia akademik Indonesia. "Berburu ke padang datar dapat rusa belang kaki, berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi" - sebuah alegori yang menusuk tentang proses pendidikan yang tidak tuntas, setengah-setengah, dan akhirnya menghasilkan buah yang tidak sempurna.

Dalam konteks kasus plagiasi disertasi Bahlil, pepatah ini menyiratkan beberapa lapisan makna yang dalam:

"Berburu ke padang datar" menggambarkan upaya mencari ilmu yang mengambil jalan pintas. Padang datar, berbeda dengan hutan belantara yang penuh tantangan, merepresentasikan pilihan jalur yang mudah dan instant. Ketika seseorang memilih untuk melakukan plagiasi, ia seperti pemburu yang memilih medan termudah, menghindari proses penelitian dan pemikiran yang seharusnya menantang dan mendalam.

"Mendapat rusa belang kaki" menyiratkan hasil yang cacat atau tidak sempurna. Gelar doktoral yang diperoleh dengan cara tidak berintegritas ibarat rusa yang belang kakinya - tampak menarik dari jauh namun memiliki cacat yang tak bisa disembunyikan. Kemiripan 13% dengan skripsi S1 menjadi "belang" yang mencoreng nilai gelar tersebut.

"Berguru kepalang ajar" menggambarkan proses pembelajaran yang tidak tuntas dan tidak sepenuh hati. Ini menyentil tidak hanya sang kandidat doktor, tetapi juga sistem pendidikan yang memungkinkan praktik-praktik tidak etis berlangsung. Ketika proses bimbingan dan pengawasan tidak dilakukan dengan optimal, ketika standar akademik diturunkan demi kepentingan tertentu, maka hasilnya adalah "kepalang ajar" - setengah matang dalam keilmuan.

"Bagai bunga kembang tak jadi" adalah metafora yang sangat tepat untuk menggambarkan nasib sebuah gelar akademik yang ternoda plagiarisme. Seperti bunga yang gagal mekar sempurna, gelar doktoral yang diperoleh dengan cara tidak berintegritas kehilangan esensi dan keindahannya. Ia mungkin masih ada secara fisik, tetapi kehilangan makna substantifnya sebagai pencapaian akademik tertinggi.

Pepatah ini juga membawa pesan peringatan bagi dunia akademik Indonesia. Ketika kita membiarkan praktik-praktik tidak etis berlangsung, ketika kita menoleransi "jalan pintas" dalam pencapaian akademik, kita sedang menanam benih-benih kegagalan dalam sistem pendidikan tinggi kita. Seperti bunga yang tidak jadi mekar, kredibilitas akademik kita pun terancam layu sebelum berkembang.

Fenomena ini seharusnya menjadi momentum introspeksi mendalam. Perguruan tinggi perlu mempertanyakan kembali: Apakah proses pendidikan doktoral kita sudah benar-benar mendalam dan bermakna? Apakah sistem pengawasan dan bimbingan kita sudah cukup ketat? Apakah kita sudah cukup tegas dalam menegakkan standar etika akademik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun