Keadilan : Suatu Definisi Qura'ni, Mengenai Akhlak Seorang Muslim.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ٨
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Al-maidah Ayat :8).
"Akhlak Tanpa Ilmu?".
Bayangkan akhlak sebagai sebuah perjalanan spiritual dan intelektual manusia, di mana setiap langkah membentuk karakternya. Tanpa ilmu, perjalanan ini akan tersesat dalam kegelapan tanpa arah.
Sesungguhnya, akhlak adalah proses dinamis di mana manusia secara terus-menerus mendialogkan antara potensi moralnya dengan pengetahuan yang diperolehnya. Ibaratkan seorang pelaut yang berlayar, ilmu adalah kompas dan peta, sementara akhlak adalah kemampuan navigasi.
Dari mana sumber daya nilai tersebut berasal?
Pertama, dari nurani internal. Setiap manusia dilahirkan dengan fitrah - potensi kebaikan yang tersembunyi. Namun, fitrah ini bagaikan biji tanaman yang memerlukan air pengetahuan untuk tumbuh dan berkembang. Kedua, dari lingkungan pendidikan. Di sinilah benih moral mulai disirami dengan pemahaman kritis. Seorang anak tidak cukup hanya diajarkan "jangan berbohong", melainkan diajak memahami mengapa kejujuran bermartabat.
Ketiga, dari tradisi dan budaya. Setiap masyarakat memiliki kearifan kolektif yang terakumulasi dari pengalaman ratusan generasi. Nilai-nilai ini tersimpan dalam cerita, ritual, dan interaksi sosial. Keempat, dari sumber spiritual. Agama dan filosofi spiritual memberikan kerangka etis yang transendental. Bukan sekadar aturan, melainkan panggilan nurani untuk mencapai kesempurnaan moral.
Tanpa ilmu, akhlak akan:
- Bersifat reaktif, bukan reflektif
- Kehilangan kedalaman pemahaman
- Rentan terhadap manipulasi
- Tidak memiliki kemampuan adaptasi
Ibarat cahaya lilin di tengah malam gelap, ilmu menerangi jalan akhlak. Ia memberi konteks, membongkar relativitas moral, dan membangun kesadaran kritis.
"Akhlak tanpa ilmu bagaikan pelaut tanpa kompas - ia mungkin bergerak, namun tidak menuju arah yang bermakna."
Kesimpulannya, sumber daya nilai akhlak adalah pertemuan antara potensi internal manusia dengan pengetahuan eksternal yang berkelindan dalam proses pendewasaan moral yang berkelanjutan.
Keadilan Sebagai Aksiologi Akhlak (Moralitas) Seorang Muslim Yang Qur'ani.
Izinkan, disini, saya menguraikan cerita tentang keadilan dalam perspektif Qur'ani melalui perjalanan spiritual seorang muslim. Bayangkan seorang muslim bernama Abdullah, yang memulai pencariannya memahami makna sejati keadilan.
Baginya, keadilan bukanlah sekadar konsep abstrak, melainkan panggilan jiwa yang mendalam. Dalam perjalanannya, Abdullah menyadari bahwa keadilan bermula dari kedalaman hati. Setiap kali ia berhadapan dengan pilihan, Al-Qur'an membisikkan: "Berlaku adillah, karena keadilan adalah cermin kehidupan spiritual."
Pertama, ia memahami bahwa keadilan bukanlah tentang kekuatan, melainkan tentang martabat. Setiap manusia, tanpa memandang warna kulit, status sosial, atau kepercayaannya, memiliki hak yang sama di hadapan Allah. Tidak ada diskriminasi, tidak ada penindasan.
Dalam interaksi hariannya, Abdullah mulai menerapkan prinsip keseimbangan. Ketika rekan bisnisnya mencoba memberikan keuntungan ekstra dengan cara tidak jujur, ia menolak. "Keadilan," pikirnya, "lebih bernilai daripada keuntungan sementara." Di lingkungan keluarganya, ia mempraktikkan keadilan dengan memberikan perhatian setara pada setiap anggota. Tidak ada anak kesayangan, tidak ada yang terlupakan. Setiap individu memiliki ruang dan penghargaan.
Dalam komunitas, Abdullah menjadi suara bagi mereka yang termarjinalkan. Ia tidak sekadar berbicara, tetapi bertindak. Membela hak-hak yang lemah, memastikan setiap individu mendapatkan haknya. Spiritual keadilannya mencapai puncak ketika ia menyadari bahwa keadilan sejati bermula dari kerendahan hati. Bukan tentang memenangkan argumen, melainkan memahami perspektif orang lain.
"Wahai Allah," doanya, "jadikanlah aku pembawa keadilan, bukan sekadar pemerhati keadilan."
Perjalanan Abdullah mengungkapkan rahasia fundamental: Keadilan dalam Islam bukanlah sekadar tindakan eksternal, melainkan transformasi internal. Ia adalah ibadah tertinggi, manifestasi iman yang sesungguhnya.
Setiap langkahnya menjadi saksi: Keadilan adalah jalan menuju kedekatan dengan Yang Maha Adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H