Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz
Ahmad Wansa Al faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Empirisme

27 Oktober 2024   02:16 Diperbarui: 27 Oktober 2024   02:39 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perjalanan Mencari Kebenaran: Kisah Empirisme dalam Kehidupan Manusia.

Bayangkan seorang anak kecil yang baru pertama kali menyentuh api. Jemarinya yang mungil bergerak perlahan mendekati nyala lilin, terdorong oleh rasa penasaran akan cahaya keemasan yang menari-nari di hadapannya. 

Dalam sekejap, sensasi panas menyengat kulitnya, dan dia menarik tangannya dengan cepat. 

Dari pengalaman sederhana ini, sebuah pengetahuan terpatri dalam benaknya: api itu panas, dan panas bisa menyakitkan.

Kisah sederhana ini menggambarkan inti dari empirisme -- sebuah cara manusia memahami dunia melalui pengalaman langsung. Seperti anak kecil yang belajar tentang api, nenek moyang kita pun memulai perjalanan pengetahuan mereka dari pengalaman-pengalaman serupa. M

ereka mengamati hujan yang selalu jatuh dari langit, merasakan hangat mentari di pagi hari, dan mempelajari perilaku hewan-hewan di sekitar mereka. Dari pengamatan demi pengamatan, mereka membangun pemahaman tentang dunia.

Di sudut-sudut pelabuhan Athena kuno, para pedagang berbagi cerita tentang negeri-negeri jauh yang mereka kunjungi. Setiap kisah membawa serpihan pengetahuan baru -- tentang bangsa-bangsa asing, rempah-rempah eksotis, dan keajaiban alam yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. 

Para filsuf Yunani, mendengarkan cerita-cerita ini, mulai memahami bahwa pengetahuan tidak hanya datang dari pemikiran abstrak, tetapi juga dari pengalaman nyata para pelaut dan pedagang ini.

Berabad-abad kemudian, di tengah kabut London abad ke-17, John Locke menghabiskan malamnya dengan menulis di bawah cahaya lilin. Dia mengamati bagaimana seorang bayi, yang baru lahir ke dunia, perlahan-lahan belajar mengenal lingkungannya. 

Bayi itu, pikirnya, lahir seperti selembar kertas kosong -- tabula rasa -- yang kemudian diisi dengan coretan-coretan pengalaman. Tidak ada pengetahuan bawaan, semuanya dipelajari melalui interaksi dengan dunia.

Di Edinburgh yang dingin, David Hume mengajak kita untuk mempertanyakan hal-hal yang kita anggap pasti. Dia bercerita tentang bola biliar yang berbenturan -- kita melihat satu bola memukul bola lain, dan bola kedua bergerak. Kita menyebutnya hubungan sebab-akibat. Tapi Hume bertanya, apakah kita benar-benar melihat "sebab-akibat" itu, atau hanya kebiasaan peristiwa yang berurutan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun